BAB 7
Rendra melambaikan tangan ke arahku yang menunggunya di terminal kedatangan. Meski hanya tidak bertemu beberapa hari, aku sudah kangen melihatnya lagi. Tubuhnya yang tegap. Gayanya yang selalu santai tapi tetap cool. Wajahnya yang punya garis-garis tegas tapi punya hati yang lembut. Ah, semuanya kurindukan. Dari jauh ia sudah melemparkan senyumannya ke arahku sampai ia benar-benar ada di depanku. Aku menjemputnya di bandara selesai mengajar. Dalam perjalanan menuju apartemennya, tiba-tiba ponselku berbunyi dari nomor tak dikenal.
“Halo, ini siapa?”
“Ini Bu Sari tetangga kamu, Kala.”
“Oh ya, Bu Sari, ada apa ya?”
“Ibu kamu tadi pingsan di apotek. Pas saya tadi lagi beli obat juga di sana. Sekarang ibu kamu di UGD Rumah Sakit Kasih Mulia.”
“Hah, ibu pingsan? Kenapa?”
“Nggak tahu, coba kamu ke sini ya.”
Aku dan Rendra bergegas ke rumah sakit. Setelah melihatku datang, bu Sari pamit pulang. Kuucapkan terima kasih karena telah membawa ibuku ke rumah sakit dan menjaganya selagi aku tidak ada.
“Ibu kamu tadi sudah sempat sadar dari pingsannya. Dia bilang dia sudah diare 15 kali sejak pagi hingga siang ini. Dia harus dirawat sampai benar-benar pulih.” ujar dokter yang jaga di UGD.
Aku segera mengurus ke bagian administrasi. Duh, ibu salah makan apa sampe bisa diare belasan kali.
Setelah menaruh sejumlah uang untuk deposito biaya rawat inap ibu. Ibu segera dibawa ke kamar rawat. Ibu sudah sepenuhnya sadar walau masih tampak begitu lemas.
“Ibu, kok bisa sampe diare gitu, sih? Kenapa ibu nggak telepon Kala kalau udah nggak enak badan. Kenapa sampe harus nunggu sampe payah sih. Kala kan bisa izin nggak ngajar dulu.”
“Ibu nggak mau repotin kamu, Kala. Itu tadi ibu ke apotek mau beli obat diare. Tapi ternyata udah nggak kuat.”
Karena harus menginap di rumah sakit aku kembali ke rumah untuk mengambil beberapa barang-barangku. Rendra bersikeras membantuku berkemas dan ikut lagi ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Rendra nggak menunjukkan tanda-tanda mau pulang. Padahal aku tahu betul dia lelah sekali. Dia bisa bilang dia nggak capek. Tapi kantung matanya nggak bisa bohong.