BAB 6
20 Januari 2018
Pameran Flushing Out berlangsung sukses. Kami bersulang di sebuah meja bersama Maya, Gading, Rendra, Kala dan Bastian. Aku tak menyangka wartawan yang kuundang banyak yang datang. Aku jadi ingat waktu membantu Marvin untuk pamerannya dulu. Betapa bahagianya aku melihat acara yang kupublikasikan bisa mengundang banyak perhatian dan diliput berbagai media. Ah, Marvin. Sudah seperti apa dia sekarang. Setiap melihat pameran seni seperti ini mau tidak mau aku jadi teringat dengan pertemuan pertama dengannya.
Aku berpisah sejenak dari rombonganku karena ingin menelepon mama. Sebelum ke sini aku menitipkan Sagita di rumah mama. Aku harus mengabarkan kalau hari ini aku mungkin akan pulang agak lebih malam. Paling tidak aku harus di sini sampai acara benar-benar selesai. Aku menepi ke dekat toilet untuk menghindar dari kebisingan.
“Sigi?”
Tiba-tiba aku dikagetkan sebuah suara yang hampir membuat ponselku jatuh. Suara yang sudah cukup lama tidak mampir di telingaku dan tidak ingin kudengar. Suara seseorang yang pernah punya ruang begitu besar di hatiku, tapi selalu coba kubenamkan dalam-dalam.
Marvin.
*
“Apa kabar, kamu, Gi?”
“Baik.”
“Kok, bisa ada di sini?”
“Kala jadi kurator pameran ini. Kamu sendiri?”
“Temenku tampil ngeband di acara ini. Kamu sama Kala?”
“Sama Maya juga. Eh, udah, ya Vin. Aku mau ke toilet.”
Tiba-tiba ia memegang lenganku.
“Gimana kabar anak kita?”
“Baik.” Aku melepaskan tangannya perlahan. Dan beranjak menjauh.
“Aku mau ketemu anakku.”
Aku berusaha tidak mendengar kata-katanya lagi. Aku tidak ke toilet. Tidak menelepon mamaku. Aku pamit pulang duluan ke Maya dan Gading. Aku tidak melihat Kala dan Rendra di meja. Mungkin mereka sedang menonton band yang tampil. Aku tidak membayangkan akan bertemu lagi dengan laki-laki itu. Di dalam taksi perjalanan pulang, aku tak lagi bisa menahan tangis. Kenapa harus bertemu Marvin lagi? Kenapa di saat hatiku mulai bisa lebih tenang dia harus muncul tiba-tiba.
Ponselku berbunyi. Ada panggilan masuk dari Kala.
“Gi, lo balik duluan? Kok gue cari udah nggak ada di pameran?”
“Iya.” ujarku sambil terisak.
“Lo nggak apa-apa kan.”
“Nggak apa-apa.”
Aku mematikan telepon. Marvin, terima kasih sudah mengacak malamku bersama sahabat-sahabatku. Semoga kita tidak perlu bertemu lagi esok dan seterusnya.
*
Pagi-pagi aku menerima pesan whatsapp dari Kala.
“Gi. Kemarin Marvin nanya kontak lo. Menurut lo gimana?”
“Buat apa”
“Dia bilang dia mau ketemu anaknya.”