SATURNUS

Ardhi Widjaya
Chapter #1

Suicidal (prolog)

“Nguuuuung,” suara seruling raksasa di pabrik minyak Patra Manunggal berbunyi, tanda hari menjelang petang dan pergulatan mesin-mesin tambang mulai beristirahat. Begitulah harmoni gaung yang terdengar hingga rumah Alaric, perumahan milik jajaran tim kedinasan perusahaan minyak Patra Manunggal yang hanya berjarak dua kilometer dari gerbang utama industri raksasa di kota kecil Kilamara.

Baru saja Alaric mengeringkan badannya selepas mandi. Untuk ukuran remaja yang baru lulus SMP, Alaric tampil cukup atletis dengan tinggi 172 cm dan berat 65 kg. Selain fokus dengan nilai akademik, ia juga gemar berlari di lapangan atletik Manunggal serta berenang di Manunggal Sport Center. Semua fasilitas olahraga itu dimiliki oleh Yayasan Mitra Keluarga Patra, unit usaha pabrik minyak Patra Manunggal tempat ayah Alaric bekerja.

Sungguh nyaman menjadi anggota keluarga karyawan perusahaan minyak ini. Tidak hanya memperoleh pendapatan yang layak, mereka juga mendapat rumah serta fasilitas pendukung seperti sarana olahraga secara cuma-cuma.

Alaric memiliki pipi kenyal yang membuat banyak anak perempuan satu sekolah kerap gemas dan mencubitinya. Kacamata bulat dan rambut bergelombangnya pun sering jadi sasaran untuk diacak-acak, baik oleh teman perempuan maupun laki-laki. Demikianlah serunya berteman dengan Alaric: sosok berprestasi, enerjik, dan ramah pada siapa saja.

Para guru bahkan kerap mewaspadai Alaric agar tidak memberi contekan saat ujian. Setiap siswa atau siswi yang berulang tahun akan merasa bangga bila Alaric datang memenuhi undangan pesta atau sekadar ikut traktiran. Kehadiran Alaric selalu membawa keceriaan, membuat siapa pun merasa istimewa berteman dengannya.

Sebagai anak tunggal, banyak yang mengira Alaric dimanjakan penuh kasih sayang orang tuanya. Mungkin itu yang membuatnya begitu mudah bergaul. Tidak jarang banyak siswi terbawa perasaan, mengira Alaric menaruh hati pada mereka. Padahal, Alaric memang ramah pada siapa saja. Bukan ingin mengumpulkan penggemar, melainkan nalurinya yang hangat dalam berhubungan dengan orang lain.

Setelah berpakaian kaus polos biru muda dan celana pendek hitam, Alaric sejenak teringat momen siang tadi ketika ia menerima penghargaan sebagai lulusan terbaik di SMP Jatiluhur dengan nilai rata-rata 8,3. Tentu ia mudah diterima di SMA Favorit Kilamara Patra, yang juga berada di bawah naungan Yayasan Mitra Keluarga Patra. Namun, apakah itu sungguh menjadi idamannya?

Kini, setelah rapi, Alaric bersiap menjalankan ibadah, berdoa di pergantian hari dari terang ke malam.

Senja oranye mulai temaram. Suara seruling pabrik telah berhenti, namun caci-maki yang terdengar di luar kamar Alaric masih riuh. Meski berusaha khusyuk, prosesi doanya penuh distraksi. Air mata pun seakan enggan keluar, meski hatinya penuh amarah, sedih, dan duka bercampur jadi satu.

Pertengkaran orang tuanya bukan hanya terjadi setiap hari, tetapi setiap kali mereka bertemu di rumah. Tanpa peduli bahwa mereka memiliki seorang anak remaja, keduanya terus berseteru, bahkan meski tidur di ranjang yang sama.

Lihat selengkapnya