Melihat partai komunis semakin berpengaruh besar, membuat dua orang kakak beradik laki-laki yaitu Damar Anggara dan Andi Pranata yang kini sudah dewasa, jadi teringat pada sosok ibu dan ayahnya yang dulunya pernah mengikuti partai komunis dan telah lama meninggal.
Suatu ketika di rumah bibinya, mbak itu sedang berbincang dengan Damar.
Dia sedang memegang sebuah foto anak lelaki, "Ini adalah foto anak mbak satu-satunya dia sebaya kalian, dia merantau ke kota Bandung tuk menjadi buruh pabrik. Dan suami mbak adalah seorang petani di kampung…."
Damar jadi teringat pada lambang gambar komunis, yang berupa palu dan arit yang mewakilkan petani, buruh atau pekerja industri.
"….dulunya mereka berdua ikut komunis, tapi sudah berhenti. Mbak rindu dengan kampung halaman."
"Jika mbak tidak keberatan, boleh aku tanya kenapa?"
Mbak itu terdiam sejenak, lalu menjawab, "Karena teringat akan nilai luhur agama yang di turunkan dan mbak terus mengingatkan kalau suatu saat ketika mati nanti pasti berpulang pada yang di Atas, jadi mereka sudah berhenti mengikutinya, meskipun hidup mereka tidak di tanggung seperti sewaktu mengikuti komunis."
Damar mengangguk.
Hal itu membuat Damar berpikir apakah dia harus terus mengikuti partai komunis yang di turunkan oleh kedua orangtuanya, padahal dia hidup dan diciptakan karena Sang Maha Kuasa menurut keyakinan agama yang pernah ia pelajari tuk mengisi rasa penasarannya. Namun ideologi komunis pada awalnya terbentuk beriringan dengan pemikiran atheis yang menganggap Tuhan tak ada. Bertolak belakang dengan pemahaman agama.
Kini mereka bersama-sama mulai pergi ke kota Jakarta melanjutkan pendidikan dengan berkuliah di Universitas Indonesia, dalam jurusan yang berbeda pada tahun 1963.
Setelah menjalani masa orientasi, mereka bersiap-siap tuk pergi kuliah pertama kalinya dengan naik angkot. Di tengah perjalanan mereka ada melihat para buruh bangunan yang sedang bekerja dan di sekitarnya ada bendera komunis palu arit yang di pasang dengan tiang miring.
Hiruk pikuk ibu kota Jakarta yang warganya sibuk dengan kehidupannya masing-masing serta sistem ideologi politik yang di tanamkan. Partai komunis di sini menjadi dominan, Dipa Nusantara Aiditi atau D. N. Aiditlah yang sekarang jadi pemimpin dan pejuang partai komunis Indonesia (PKI) meneruskan pemimpin-pemimpin komunis di Indonesia terdahulu, menyetarakan posisi petani dan buruh. Gambar wajahnya terpapang jelas sebagai salah satu bapak pembawa revolusi di negeri ini.
Selama masa perkuliahan, Damar jadi memiliki beberapa teman dekat yaitu Endra dan Erman. Mereka berkenalan sambil berjabat tangan.
"Erman dari Medan, Sumatera."
"Damar dari Surabaya, sebelumnya pindah dari Madiun."
"Endra dari Jogja. Wah satu pulau nih."
"Iya, ternyata bertemu sesama perantauan."
Damar dan Andi pulang ke rumah bibinya di Surabaya saat libur semester kuliah.
"Damar," ucap bibinya bersalaman, lalu salaman berikutnya, "Andi." Dan bersalaman dengan pembantu bibinya.
"Sudah pulang ini," lanjut bibinya.