Menjelang tengah hari, lobi fakultas masih sepi. Hanya terlihat beberapa staff kampus berlalu-lalang. Di luar sana, cuaca begitu terik meski telah memasuki bulan Oktober. Hujan sepertinya masih enggan menyapa bumi. Ia hanya mampir sesekali dan sekejap dalam bentuk gerimis. Seolah tahu, ia akan kalah deras oleh kegetiran di mata makhluk Tuhan bernama manusia.
(They're not gonna keep me down
They're not gonna shut me out
They're gonna do what they do, I'll do me)
Di ujung lorong lantai sembilan, tepatnya ruangan 901, suara berat seorang laki-laki berusia 40-an masih bersemangat menerangkan mata kuliah TP103. Ya, matkul Pengembangan Kurikulum adalah jadwal kuliah terakhir kelas Tekpend 1A-2017 hari ini. Materi segera berakhir beriringan dengan merdunya lantunan adzan Dzuhur dari Al Furqan, masjid kebanggaan kampus.
(I'm moving against the crowd
I'm drowning out the doubt)
Seorang gadis berkerudung hitam – satu-satunya mahasiswi di kelas itu buru-buru membereskan alat tulis dan memastikan semuanya masuk ke dalam ransel. Langkah-langkah sepasang kaki mungilnya lebih mirip berlari saat meninggalkan ruangan berlabel 401.B.9.273 tersebut.
“Sen... Senna!” sebuah suara meneriakkan nama sang gadis saat kaki-kakinya tergesa-gesa menapaki tangga. Ia merapat ke sisi dinding lalu menoleh ke belakang mencari pemiliknya.
“Oh, Ari. Ada apa, Ri?” tanya Senna singkat.
(They're gonna do what they do, I'll do
Something original, be unforgettable
They're gonna know my name)
Ari terengah-engah berdiri di hadapan Senna, napasnya terdengar satu-satu. “Kamu buru-buru amat keluar,” ucap Ari tersengal. “Eh, nonton, yuk! Ada film bagus, aku traktir!” ajaknya.
Senna menggeleng. “Maaf, Ri, aku gak bisa. Kantor lagi sibuk. Kamu pergi aja sama Daniel.”
Ari menghela napas pendek. “Ok, kita bisa main pas perempuan karier satu ini senggang. Walaupun entah kapan,” ia terkekeh.
(I've been afraid before