Saujana

Aqeera Danish
Chapter #6

3a - Cinta Dua Dunia

Neng, tunggu di ruangan Bapak aja, ya?” tawar Ervan ramah pada Senna. Laki-laki beruban yang kira-kira sebaya Ibunya itu menatap Senna lembut. 

Gadis berhidung mungil itu hanya mengulas senyum tipis dan mengangguk setuju. Jelang tengah hari, Senna baru saja selesai mengikuti rapat kerja di Kementerian Agama Kabupaten Bandung. Karena diburu waktu, Fathur, Danang, dan Adam menerima ajakan Ervan menunaikan Salat Jumat di Baleendah. Tiga laki-laki lintas generasi itu yakin akan ketinggalan ibadah mingguan kaum adam tersebut bila mereka pulang ke Soreang. 

Ervan membukakan pintu office room-nya untuk Senna. Cukup luas, ada enam meja yang disusun Letter-U mengikuti siku-siku dinding. Di setiap meja kerja tentu teronggok satu atau dua komputer untuk para staff bekerja. Di tengah ruangan terdapat meja berlapis kaca yang diapit dua sofa panjang dan single sofa berwarna coklat. Tepat di belakang sofa yang hanya bisa diduduki satu orang itu, ada sebuah pintu kaca yang Senna yakini sebagai ruangan Ervan. 

           “Neng mau nunggu di ruang staff atau ruangan Bapak?” tawar Ervan sembari menunjuk pintu kaca menggunakan ibu jarinya. 

           “Di sini aja, Pak,” ujar Senna sopan. 

Setelah memastikan Senna terduduk nyaman di sofa, keempat laki-laki itu segera berlalu. Senna kemudian mengeluarkan ponsel. Dua retinanya membaca lekat kata-kata di layar. Ia sebetulnya sudah berulang kali membaca persyaratan lowongan kerja instruktur BIPA dari sebuah lembaga bahasa nasional. Ia ingin memastikan bahwa dirinya memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. 

Senna sedikit bernapas lega. Pasalnya, lembaga itu tidak mematok umur pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing yang diwajibkan berusia 24 hingga 50 tahun oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Meski mencantumkan pendidikan minimal sarjana bahasa atau sastra, mereka mengutamakan pelamar bersertifikat bahasa asing, tentunya UKBI. 

Senna mengantongi sertifikat Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia dengan predikat istimewa. Untuk bahasa asing? Gadis itu tak perlu khawatir. Bahasa Inggris dan Arab Senna mengalir deras bak air terjun. Bunyi nafasnya saja sudah menggunakan kedua bahasa tersebut. Ia juga mahir berbahasa Turki, Ibrani, dan Spanyol aktif, serta bahasa Prancis dan Belanda secara pasif. 

Berbekal tekad dan prasangka baik pada Yang Maha Kuasa, Senna menyentuh simbol segitiga sama kaki di pojok atas layar ponsel. Diiringi sebait doa, surat elektronik berisi surat lamaran, Curriculum Vitae, berkas pendukung seperti sertifikat bahasa terkirim ke alamat e-mail resmi lembaga bahasa Lingua Secret dalam hitungan detik.

Gadis itu sedikit banyak berharap pada loker ini. Siapa tahu, di masa depan, dia bisa menjadi instruktur BIPA resmi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang ditugaskan ke luar negeri. Ya, kesempatan mengunjungi berbagai negara dunia selalu menggiurkan bagi Senna. Menjelajahi setiap inci bumi menjadi wishlist terbesarnya, mengikuti jejak Ibnu Batuta. 

Di saat yang sama, pintu ruang berlabel PD-PONTREN ini terkuak lalu memunculkan seorang ibu-ibu. Ia berjalan mendekati Senna dengan dua tangan menopang nampan. “Neng Senna?” sapanya singkat. Tentu gadis itu otomatis mengangkat wajah dan mengukir senyum ramah. 

           “Aduh, punten, lama. Tadi Bi Lilis nyari lemonnya dulu. Ini titipan dari Pak Erpan, air lemon sama roti, udah diangetin daa rotinya,’ ucap Lilis ramah. Ibu berkerudung ungu itu meletakkan gelas berembun dan piring keramik putih yang isinya mengunggah selera Senna. 

           “Wah, Honey Lemon Squash sama Garlic Bread!” seru Senna kegirangan. Meski tertutup, Senna bisa mencium aroma camilan di piring yang menguar semerbak. 

Lihat selengkapnya