Lagi liburan, nih! Ini kesempatanku untuk bermain di hutan. Aku harus sembunyi-sembunyi dari Mom. Lihat saja, sekarang Mom sedang berdiri di depan pintu kamarku tanpa beralih sedikit pun.
Setelah yakin aku tidak akan pergi ke hutan, Mom akhirnya meninggalkan kamarku.
Aku belum menyerah. Masih ada jendela kamar terbuka lebar untukku. Namun, aku harus kecewa lagi. Ternyata Mom sudah menutup jendela dan menguncinya dari luar!
Aku pun terdiam sejenak, berpikir. Masih ada satu jalan keluar lagi. Ya, lewat atap!
Aku pun membuka jeruji plastik—penghubung antara kamarku dan ruang pada atap—dan meletakkannya perlahan-lahan di lantai. Setelah itu, aku memanjat masuk ke lubang kotak yang biasanya dihuni oleh tikus-tikus yang menyebalkan.
Aku merayap perlahan-lahan. Jangan sampai siapa pun tahu. Sambil mengendap-endap, aku berhasil keluar melalui atap dan segera berjalan menuju hutan.
“Yaksss!” pekikku sambil mengibaskan tangan karena jijik.
Banyak sekali sarang laba-laba dalam perjalanan menuju hutan. Inilah rintangan yang harus kuhadapi setiap mau ke hutan.
“O, ow ...,” ucapku perlahan begitu melihat si pemilik sarang datang. Laba-laba itu besar sekali. Kalau laba-laba itu beracun, bisa gawat.
Langsung saja aku memelesat, tidak mau mengambil risiko.
Aku berhasil lolos dari si pemilik sarang. Kini aku tiba di tepi hutan. Kubuka lagi jeruji plastik di depanku, yang menghubungkan antara diriku dan hutan.
Akan tetapi, owww ....
“Shazzia! Sudah Mom bilang jangan ke hutan! Kamu nakal sekali, sih?!” seru Mom sambil berkacak pinggang.
Aku mendelik, terbelalak kaget ketika menoleh ke belakang. Kok, Mom bisa berada di sini??
Mom langsung membawaku kembali ke kamar. Aku mendekam lagi di kamarku yang membosankan ini.
“Lubang tikus, gagal! Jendela, dikunci! Pintu, dijaga! Hufttt!” ketusku sambil melempar buku catatan yang bertuliskan rencana-rencanaku keluar dari kamar itu. Aku terus berpikir bagaimana caranya bisa pergi ke hutan lagi.
AHA!! Aku tahu sekarang! Aku masih punya satu jalan. Yaitu ... lewat ruang bawah tanah!
Ya, kamarku memiliki satu kelebihan dibanding kamar lainnya. Kamarku memiliki ruang bawah tanah. Langsung saja aku membuka ubin lantai di pojok ruangan. Ubin itu tidak lain adalah jalan masuk ke ruang bawah tanah.
Perlahan-lahan aku mulai memasukkan diriku ke ruang bawah tanah itu. Ubin lantai kamarku memang cukup besar sehingga aku yang bertubuh kecil ini mampu masuk ke dalamnya.
Aku mulai berjalan mengarungi ruang bawah tanahku. Ujung ruang ini adalah pintu yang menuju ke hutan, si paru-paru dunia.
Aku langsung berlari ke arah pintu itu dengan riang. Segera kuputar gagang pintu itu.
Tampaklah hamparan tumbuhan hijau di depan mataku. Langsung saja kujelajahi hutan itu. Senang sekali rasanya! Aku kangen sekali sama hutanku. Serasa belum bertemu hutan ini selama bertahun-tahun.
Suasana hutan tenang dan damai. Namun, kadang aku harus hati-hati juga kalau ada binatang buas. Untungnya aku belum pernah bertemu binatang buas.
Kulangkahkan kaki ini dengan semangat. Pemandangan yang teramat indah membuat langkahku menjadi perlahan-lahan. Jungle, I love you!
Tiba-tiba pandanganku beralih pada sesuatu yang berada jauh di depanku. Dari kejauhan tampak sebuah air terjun yang begitu indah.
“Aku rasa, tidak pernah ada air terjun ini sebelumnya!” gumamku yang semakin heran saja.
Aku melirik air terjun itu. Begitu jernih. Timbul keinginanku untuk membasuh wajahku dengan air dari air terjun itu.
Aku pun mendekati air terjun itu, lalu mengambil air dengan kedua telapak tanganku. Aku pun mendekatkan wajahku pada air itu. Tiba-tiba ....
“ASTAGA, OH, ASTAGA!!” pekikku, mendelik kaget.
Di hadapanku tiba-tiba muncul pohon-pohon tanpa daun dan batangnya seakan menunjukkan wajah yang seram, langit mendung, dan petir menggelegar seolah berlomba siapa yang paling hebat membuat orang-orang ketakutan. Padahal, tidak hujan. Banyak lagi keanehan yang aku temukan di sini. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Aku mencoba mengingat semuanya. Terakhir yang kuingat, aku menenggelamkan wajahku di air terjun itu, lalu tiba-tiba semua sudah menjadi seperti ini.
Setelah cukup asyik memutar bola mata menjelajahi tempat ini, kucoba untuk membalikkan badanku. Air terjun itu tidak ada lagi.
AKU HARUS KELUAR DARI TEMPAT ANEH INI!! tekadku.
Aku berlari mencoba mencari jalan keluar. Tidak ada! Aku tetap berkeliling-keliling di sekitar sana.
Tuhan, bantulah aku! doaku dalam hati yang sedang dilanda kepanikan yang luar biasa.
Aku mencoba masuk ke hutan yang berada tepat di depanku.
“HUAAA!!” seru pohon-pohon di sekitarku.
Ternyata pohon-pohon itu bisa bergerak dan mengeluarkan suara.
“KYAAA!” teriakku sambil mendelik kaget.
Aku pun segera berlari sekencang mungkin. Untungnya pohon-pohon itu tidak bisa mengejarku karena akar mereka melekat di tanah. Namun, entah kenapa aku masih takut. Wajah mereka begitu seram. Menakutkan sekali!
Aku terus berlari. Dari kejauhan kulihat bayangan beberapa orang berjalan ke arahku. Aku terlonjak kegirangan. Siapa tahu mereka dapat menolongku dari tempat gila ini.