Hari ini, enam hari menuju mega konser yang bertepatan dengan hari kematian Kiran.
Police line sudah melintang, menjadi hiasan di pintu masuk apartemen Kiran. Segerombolan orang dengan microphone dan kamera berdesakan, saling sikut, berebut tempat demi mendapatkan gambar yang jelas. Hari ini, seorang idola dengan pengikut terbanyak di media sosial itu datang dengan kabar yang mengejutkan setelah beberapa hari memenuhi seisi media sosial karena kasus video yang disebar salah seorang fans. Hari ini, perempuan malang itu meninggalkan segala beban dan hujatan yang ia terima.
Berita mengejutkan ini berawal dari Melin yang baru saja tiba di apartemen dini hari, setelah membereskan semua masalah yang dibuat Kiran. Sebenarnya, tidak sepenuhnya masalah yang timbul itu karena Kiran. Melin tahu itu. Sangat tahu.
Melin masih membekap mulutnya. Menahan tangis sementara polisi masih berkeliling di tempat kejadian. Kiran yang terbujur kaku dengan busa yang keluar dari mulutnya, masih tergeletak di sana. Mereka masih menunggu tim forensik. El, lelaki yang kemarin meneleponnya hanya untuk bertengkar, terlihat pucat pasi. Matanya tak henti menatap Kiran. Perempuan yang ia cintai itu, meninggalkan ia pergi.
“Pak, cctv bagian dalam ruangan ini rusak. Tidak ada rekaman yang bisa kita lihat kecuali di depan pintu apartemen.”
Memang sudah beberapa hari Kiran meminta Melin menghubungi bagian teknisi untuk memperbaikinya. Namun, sampai saat ini teknisi itu belum menyambangi apartemen Kiran.
“Jadi, bagaimana kronologi kejadiannya, Saudari Melin?”
“Sa-saya baru saja pulang dari studio. Semalam, saat saya meninggalkan apartemen, Kiran masih di dalam kamar.”
Ia mengambil jeda. Masih dengan isak tangis, ia melanjutkan penjelasan.
“Memang beberapa hari ia mengurung diri. Saya sudah coba berkali-kali mengetuk pintu kamar, tapi Kiran enggan menjawab panggilan saya. Terlebih setelah video itu beredar luas.”
Video itu, yang membuat perempuan malang nekat mengakhiri hidup.
“Bisa jelaskan, video apa yang anda maksud?”
Melin terlihat menarik napas, mencoba menyusun kalimat yang harus ia keluarkan dari mulutnya dengan runtut.
“Beberapa hari yang lalu-“
El tiba-tiba ambruk terduduk. Pandangannya jatuh tertunduk. Ia mengepalkan tangannya. Disusul dengan teriakkan yang membuat semua orang di sana tercengang. Raungan keluar dari mulutnya yang sedari tadi diam. Lelaki itu menangis sesegukan, sambil berkali-kali menyerukan ‘Semuanya salah gue. Maafin gue, Kiran.’
***
Kiran turun dari kasur setelah mendengar bel berbunyi tiga kali. Sebenarnya ia enggan keluar dari balutan selimut, setelah tadi malam El menelepon dan membuat suasana hati Kiran semakin buruk.
‘Apa salahnya menanyakan pernikahan pada sepasang kekasih?’
Ia terus memikirkan hal itu. Hal yang membuat El marah, karena tidak membantah pertanyaan pembawa acara di talkshow kemarin.
Dengan langkah gontai, ia membuka pintu. Tidak ada siapa pun.
‘Apa orang salah kamar?’
Kiran mengedar pandangan. Tidak ada tanda-tanda bahwa seseorang baru saja datang dan memencet belnya sebanyak tiga kali.
“Lin?”
Mungkikah Melin sedang bermain-main?