“Semuanya gara-gara kamu, El!”
Baru saja kaki Maya menginjak tempat ini, ia sudah membuat semua mata tertuju padanya. Terlebih, lelaki yang ia sebut. El, kekasih Kiran, sahabat baik Maya.
“Kalau aja kamu gak ngelakuin itu, Kiran masih ada di sini sekarang!”
Air matanya masih berderai. Amarah sangat terlihat jelas dari raut wajahnya. Sedang lelaki yang sedari tadi ia sebut-sebut terlihat bingung. Tidak mengerti apa kesalahannya.
“Lu pikir, gue mau kehilangan Kiran?”
Lelaki itu mengeluarkan bantahan. Andai Pras dan Rama tidak ada di sana, mungkin tamparan sudah melayang di pipi Maya. Terlihat El yang juga tersulut amarah, mengepal tangan dengan wajah yang memerah.
“Lu tau apa?”
Lagi-lagi, nada tinggi keluar dari mulut El.
“Kiran udah ceritain semuanya, El! Aku tau! Aku tau apa yang udah kalian perbuat.”
El memicingkan matanya. Kalian? Siapa?
“Maya?”
Tiba-tiba, wajah yang sangat Maya kenali muncul di hadapannya. Perempuan yang juga jadi sasaran kemarahan Maya.
“Kamu! Semua karena kamu, Lin! Aku gak nyangka kamu setega itu! Kiran itu sahabat kamu! Sahabat kita!”
Melin terdiam. Berdiri di belakang El, mencari perlindungan.
“Ini salah kalian berdua! Apa masih pantas kalian menangisi kepergian Kiran sementara karena kalian lah Kiran mengakhiri hidupnya?”
El menoleh, menatap Melin yang terlihat gugup. Ia baru sadar, ada yang salah.
“Kalian gak pantas disebut manusia!”
Maya semakin berapi-api. Melihat situasi yang sudah sangat memanas, Pras menarik istrinya keluar dari tempat tersebut. Meski berkali-kali Maya mencoba menepis, lelaki itu tahu apa yang harus ia lakukan.
“Nanti kalau sudah tenang, kamu bicara lagi sama El, ya.”
Dan hari itu, Maya kembali meluapkan tangisannya di dada Pras.
***
“Gue tau, ini semua salah gue, May.”
El, lelaki yang hendak memukul Maya tadi mulai terlihat lebih tenang. Begitu pun Maya yang duduk di sebelahnya. Hanya saja, tangis masih menyelimuti Maya. Belum selesai air mata yang ia tumpahkan karena penyakitnya, kini ia harus merasakan sakitnya kehilangan sahabat yang paling ia sayangi.
“Gue kurang pinter nunjukin apa yang gue maksud. Gue cuma gak mau Kiran terluka lebih parah.”
Maya menatap El tajam. Dalam hatinya, ia masih bergerutu. Semuanya tetap gara-gara kau, El.