Indah, kata pertama yang muncul di kepala ketika melihat permukaan bumi dari atas ketinggian seperti ini. Jelas terlihat pemukiman warga dan gerombolan pepohonan dari sini, langit di atasnya berkawan dengan awan menjadi pelengkap keindahan yang sedang aku saksikan sekarang.
Dengan penuh penghayatan aku menyorot semua pemandangan alam dari sudut kiri hingga kanan, seperti kamera yang tengah mengabadikan momen langkah. Tekanan udara yang rendah membuat di sekelilingku terasa dingin, sedingin sikapnya.
Aku sedang duduk di atas perapian batu yang memanjang seperti tembok penghalang dari curamnya jurang tepat di bawahku. Begitu tinggi tempatku berada saat ini, tapi akan dengan mudahnya aku bisa terperosok jatuh hingga ke dasar. Cukup menantang ajal jika aku niatkan melompat sungguhan.
Kesunyian ini benar-benar membawa pikiranku melayang, mengingatkanku tentang banyak hal. Keinginan untuk berhenti sampai di sini semakin meninggi, aku bersiap mengistirahatkan kesedihan ini dan perlahan mencoba berdiri.
Ketidaknyamanan mulai menggusikku sekarang, aku bukan tipe orang yang terlalu menyukai ketinggian. Tubuhku membeku ketakutan untuk diajak berdiri tegap sempurna, keseimbangan badanku buruk karena jarang berolahraga. Sekali lagi aku memaksakan jasadku berdiri tegak dan bersiap berpisah dengannya.
Entah kenapa, tiba-tiba saja ke-dua kelopak mataku terasa penuh dengan air seperti banjir, begitu aku memejamkan mata membuatnya tumpah. Itu bukan hal yang memalukan juga sekarang, kenapa harus aku tahan. Aku mengambil napas dalam-dalam dan mengakhiri semuanya.
Sampai jumpa dunia fana!
"Tolong! Tolong!"
Suaru itu datang dan terdengar jelas, padahal aku masih belum benar-benar memutuskan melompat. Suara itu mengalihkan perhatianku, siapa dia yang berteriak di puncak bukit sesunyi ini. Seketika aku menoleh ke arahnya.
"Tolong! Tolong!"
Aku yang mengamati suaranya dari kejauhan, sepertinya dia seorang perempuan. Dia sadar aku sedang melihatnya sekarang.