Sayang Abang

Rissa Sahara
Chapter #3

Surat Panggilan Wali #3

Diejek karena tidak mempunyai orang tua sudah seperti menjadi nutrisi tambahan bagi kehidupan sekolah Agam. Berkat anak laki-laki bernama Hanan itu, hampir seluruh murid di SMP Percut Sei Tuan mengetahui bahwa dia sudah tidak lagi mempunyai orang tua. Dengan Hanan saja, Agam sudah pusing mendengar cemoohan yang dilontarkan, apa lagi jika ada anak lain yang mengejeknya. Jujur saja, andai Agam bisa diberi kesempatan untuk menghajar salah satu dari sekian anak yang mengejek, Agam akan memilih Hanan. Hanan tidak hanya mengejek ketika di sekolah saja, terkadang dia sengaja lewat ke rumah Agam hanya untuk meneriakkan ‘Agam tidak punya orang tua'. Dia sudah muak dengan anak laki-laki bertubuh bongsor itu.

Agam hanya bisa berandai-andai, nyatanya Agam tahu akan dirinya sendiri. Dia akan kalah telak. Agam memilih untuk mengalah sejak dini dengan mencoba mengabaikannya. Hal itu sudah ia lakukan selama ini, harusnya Agam sudah cukup kebal dengan nyanyian tidak bermutu dari Hanan. Setidaknya hal itu berlaku beberapa detik yang lalu. Karena baru saja, Agam melanggar komitmennya sendiri untuk bersabar. Emosi marah berhasil menguasai kewarasan Agam. Ketika Hanan menyebut Abang saat mencemoohnya.

Kata Hanan, Abang itu perempuan karena membesarkan Agam seperti seorang Ibu. Agam tidak terima. Satu pukulan telak, mendarat dengan tepat sasaran pada pipi kanan Hanan. Hanya satu kali, namun kulit gelap Hanan yang memerah menandakan bahwa pukulan Agam barusan tidak main-main. Segala arah yang ada, berpusat pada satu titik kumpul kepalan tangannya. Hanan terjatuh begitu saja, karena posisinya yang tidak siap menerima pukulan Agam.

Murid lain beramai-ramai berkerumun, berbisik-bisik, menebak alasan apa yang membuat Agam memukul Hanan. Tidak sampai satu menit, berita Agam memukul Hanan saat jam istirahat sampai di telinga guru. 

Hanan raja drama. Menyadari guru mendatangi mereka, Hanan mulai menangis keras. Meraung-raung kesakitan. Agam mengepal dua tangan kuat melihat Hanan yang bersikap seperti itu. Kerumunan dibubarkan ketika guru sampai. Tetapi Agam dan Hanan harus ke kantor guru.

Perjalanan ke kantor guru menarik kembali kewarasan Agam. Dia menyesali perbuatannya. Rasa bersalah kemudian perlahan-lahan timbul. Agam melirik Hanan yang berjalan di samping kiri guru itu. Dapat Agam lihat bekas tonjokan yang Agam layangkan beberapa menit yang lalu berada manis di pipi kanan Hanan.

“Coba cerita, kenapa kalian bisa begini” 

Baru saja masuk, Agam dan Hanan langsung disidang oleh pak Martin. Tanpa memberi Agam kesempatan, Hanan menyerobot dengan ocehannya yang membabi buta. Menambah-nambah hal yang tidak ada. Kata Hanan, Agam memukulnya dua kali, sempat menendang dan mengejeknya. Agam kehabisan kata-kata dengan kelakuan tidak malu dari Hanan. Jujur, ketika melihat drama melankolis yang Hanan ciptakan di depan guru, sempat membuat rasa bersalah Agam terhadap anak itu lenyap begitu saja. Justru sekarang dia merasa menyesal pernah mengasihani Hanan.

Lihat selengkapnya