Sayang Abang

Rissa Sahara
Chapter #12

Bicara dengan Monang#12

"Keadaan Agam sekarang bagaimana ya.”

Monang menghela napas. Sejak dua hari lalu, Agam tidak pulang. Itu karena insiden waktu itu, saat Agam dan Bagas bertengkar hebat. Meski tidak pulang, tetapi Monang tahu betul di mana Agam berada. Di mana lagi jika bukan di rumah Yanti?

“Agam terus pikiran kau, Gas. Kaki kau itu harus dipikirkan juga.”

Monang sudah mendesak Bagas sejak dua hari yang lalu untuk melakukan pengobatan pada kaki dan lengannya. Ketika usul pengobatan urut diterima oleh Bagas, Monang pontang-panting mencari tukang urut. Namun, sama seperti yang lain, tiba-tiba tukang jasa juga mengalami kenaikan. Sekali urut melampaui harga tak masuk akal. Kata Bagas, cukup sekali saja. Jika diteruskan, ia takut mereka kehabisan uang. Apa lagi, dalam jangka panjang, Bagas tidak bisa bekerja dan harus memenuhi kebutuhan Agam.

Monang sudah sangat pasrah. Ia pun tidak dapat memaksa. Jika ekonomi keluarga Monang baik, mungkin dia akan turut membantu. Namun, saat ini kondisi keluarganya juga ikut terpuruk.

“Agam bagaimana tadi?”

“Seperti biasa. Dia datar, diam, dan tak banyak bicara.”

“Aku takut dia terkejut dengan fakta itu. Padahal sudah aku sembunyikan rapat-rapat.”

Awak rasa, orang yang paling terkejut di sini adalah awak. Bukan Agam.”

Jeritan Agam saat itu, ketika ia mengatakan bahwa Agam dan Bagas dari ibu yang berbeda, membuat Monang syok. Bagaimana tidak? Saat pertengkaran terjadi, Monang persis di samping Bagas. Dia mendengar itu semua dan nyaris tidak percaya. Monang pikir, Agam hanya kelewat emosi dan mengatakan yang tidak-tidak. Namun, ketika suasana rumah sudah sepi, dan Bagas bisa diajak bicara, temannya itu mengatakan iya.

Agam dan Bagas memiliki ibu yang berbeda. Dalam hidup Monang, ia tidak pernah lihat saudara laki-laki seakrab mereka berdua. Baik sikap dan sifat, tutur kata, dan wajah pun, mereka layaknya saudara kandung biasa. Tentu bukan, mendengar fakta demikian Monang terkejut bukan main.

“Ah sudah, awak mau kasih baju ganti ke adik baru.”

Bagas menyipit melihat Monang yang tersenyum geli. Dia tahu, maksud dari ‘adik baru' itu adalah Agam. Dua hari ini, Agam lebih mau berkomunikasi dengan Monang ketimbang dirinya. Jangankan untuk berbicara, Agam bahkan tidak mau menampakkan batang hidungnya sedikit pun kepada Bagas. Ini yang menjadi buah risau hati Bagas.

Lihat selengkapnya