Suasana hati Rea hari ini kacau balau tidak terkendali. Bermula dari ketidakadilan yang Rea terima di kantor, ia harus menanggung akibat kelalaian teman sekantornya yang salah melakukan tugas mengatasnamakan dirinya sehingga Rea mendapatkan serangkaian kata berapi-api dari atasannya di hadapan karyawan lainnya. Malu, kesal dan geram bercampur lebur menjadi satu di relung hati.
Rasanya ingin berteriak kencang tapi tidak bisa, Rea tinggal di gang kecil yang rumahnya saling berdempetan menyisahkan ruang setapak sebagai aliran tadahan air hujan. Jika berteriak pasti para tetangga akan berdatangan dan mengira telah terjadi sesuatu di rumah. Rea tidak mau merjadi bahan gunjingan akan tindakannya itu. Sorot mata tajam bagai silet pasti akan ia dapatkan saat keluar rumah nanti.
Rea mengambil baskom dari rak piring lalu mengisinya dengan segayung air dan sebuah baju yang sudah tidak layak pakai, robek akibat amukan tikus yang kelaparan di tengah malam. Mengeluarkan satu persatu piring dan gelas berwarna orange bergambar seorang pangeran dan putri yang terpajang rapi di dalam lemari kaca lalu menyusun rapi di atas meja. Ibu pernah berkata piring dan gelas itu adalah hadiah pernikahan dari seoarang kerabat jauh, tidak pernah digunakan hanya menjadi hiasan memperindah pandangan. Di bagian tertulis Made in Japan.
Sambil mengayunkan tangan membersihkan debu-debu yang menempel tebal. Rea mendendangkan lagu mengenyahkan bosan.
Terus melangkah
Lewati batas
Menggapai cita
Pantang menyerah
Dan putus asa
Menghadapinya…
Hempaskan lelah…
Hempaskan duka…
Terus melangkah
Buatku sengsarah
Waktunya istirahat
Rebahkan tubuh sejenak
Hempaskan semua beban pikiran dan hati
Jangan lupa istirahat…
Jika lelah
Berhentilah
Jangan dipaksa
Nanti bisa terluka… ah… ha