SAYANG TANPA JEDA

Vhira andriyani
Chapter #11

Pengunduran diri

Derungan klakson bersahut-sahutan tak mau berhenti, berusaha membebaskan diri dari kemacetan yang tidak akan pernah terhindari. Sudah kodrat jalanan kota di pagi hari, saling serobot tanpa memperdulikan pengguna jalan lain dengan dalih mengejar waktu demi kepentingan pribadi. Kebisingan menyadarkan Rea dari hanyutan lamunan panjang, ia sudah melamun di saat menaiki angkot hingga hampir sampai di tempat pemberhentian.

Rea yang berhasil meredam emosi tersulut kembali dengan gairah muda yang bergelora, tidak mau terima menjadi pelampiasan amarah atasan. Masih terngiang di pikiran tuduhan salah sasaran yang melukai harga diri. Harusnya ia mendapat sanjungan karena prestasi penjualannya meningkat tinggi beberapa bulan ini, bukan cacian.

Tanpa pikir panjang Rea mengirim sebuah pesan yang ditujukan untuk atasan.

‘Pagi Pak, mohon maaf apabila saya mengganggu. Saya mau menyampaikan maksud untuk mengundurkan diri. Saya akan bekerja sampai akhir bulan ini. Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan selama ini.’

 Perusahan tempat Rea bekerja bukanlah perusahaan bonafit yang mengharuskan karyawannya mengajukan surat pengunduran diri terlebih dahulu, cukup hanya dengan sebuah pesan singkat yang mudah dimengerti dan dipahami.

 “Re sudah sarapan?” sapa Santi, HRD tempat Rea bekerja saat turun dari lantai atas. Sepertinya ia sudah menunggu kedatangan Rea pasalnya Santi yang gila kerja sangat jarang untuk turun di saat jam kerja sudah dimulai.

“Sudah tadi di rumah.”

“Kalau begitu temani saya sarapan yuk … ada warung baru buka di depan sana. Dengarnya rasanya menggoyang lidah. Anak-anak sini sudah pada nyoba, saya doang yang ketinggalan.”

“Saya belum.”

“Ya sudah ayo,” Santi menarik tangan Rea untuk ikut dengannya.

“Sudah jam 8.50.”

“Santai saja.”

Lontong sayur, pulut dengan pisang goreng dan dua gelas teh manis hangat yang Santi pesan sudah terhidang di atas meja. Santi memandang dengan beringas lontong sayur yang menggoda untuk segera dilahap, tanpa persetujuan Rea langsung eksekusi.

“Yakin tidak mau? Tidak menyesal menyia-nyiakan makanan selezat ini. Kalau tidak terlanjur pesan pulut pisang saya mau nambah lagi.”

“Nggak! Lihat Kakak makan saya sudah kenyang.”

Santi berusia sepuluh tahun lebih tua daripada Rea. pada awalnya Rea memanggil Santi dengan sebutan ‘Ibu’ untuk menghormati selain jabatan Santi lebih tinggi tetapi Santi menolak karena terkesan lebih tua.

“Untung cuma kamu ya … yang begitu. Bisa bangkrut warung makan kalau semua seperti kamu. Hanya lihat orang makan sudah kenyang.”

Lihat selengkapnya