SAYANG TANPA JEDA

Vhira andriyani
Chapter #27

Jalan terang

Walau sudah berendam di ramuan racikan tetapi tidak ada perubahan sedikitpun pada Ibu. Masih tetap sama hingga hari berlalu begitu saja. Ibu yang kondisinya semakin menurun hanya tiduran sepanjang hari di dalam kamar. Kaki Ibu sudah sama sekali tidak dapat digerakkan. Ibu juga kesulitan menelan makanan. Setiap pagi sebelum mandi, Rea menyempatkan memasak bubur nasi serta menggilingnya seperti makanan bayi agar Ibu dapat makan dengan mudah.

Di kulkas persediaan makanan Ibu sudah menipis. Sayuran dan ikan yang biasa di gabung dalam bubur juga tidak ada lagi. Jika pergi ke pasar waktunya tidak akan sempat, Rea akan terlambat pergi ke kantor. Mau tidak mau Rea harus pergi ke kedai langganan dekat rumah untuk berbelanja. Sebelum pergi harus terlebih dulu cuci muka membersihkan belek yang menempel dan gosok gigi biar napas wangi agar tidak kelihatan kalau belum mandi.

Dari kejauhan di kedai tampak ibu-ibu sudah bersiap mengambil ancang-ancang untuk memperebutkan ikan segar yang masih di atas becak. Kantong plastik sudah siap sedia di tangan sebagai tanda kepemilikan. Tidak mau ketinggalan Rea mempercepat langkahnya agar tidak ketinggalan, bisa jadi nanti ia tidak akan kebagian.

Bang Adi yang bersemangat melihat banyaknya pelanggan yang berdatangan, tersenyum sumringah menurunkan Ikan yang masih terbungkus dalam plastik dan meletakkannya ke nampan plastik. Tanpa aba-aba para ibu-ibu saling serobot mengambilkan dan melekatkan ikan ke kantong plastik masing-masing yang sudah disiapkan sebelumnya. Rea tidak mau kalah. Menyerobot ikan tongkol segar satu-satunya yang menjadi incaran.

“Itu punya Ibu,” protes seorang Ibu pada Rea dengan tangannya menunjuk ikan tongkol.

“Saya duluan yang dapat,” bela Rea.

“Tapi saya yang melihatnya lebih dulu.”

Dasar ibu-ibu. Ada-ada saja kelakuannya. Dari mana kisahnya jika hanya dengan melihat sudah mengklaim sebagai kepemilikan tanpa tindakan.

“Ini juga ada ikan gembung Bu, segar-segar,” Bang Adi mencoba menawarkan solusi agar tidak terjadi percekcokan. “Untuk masak pepes. Wiih enak sekali.”

“Ya sudah deh. Kasih 1kg ya,” jawab ibu dengan wajah jutek.

“Siap Bu.”

Rea pun buru-buru mengamankan ikan tongkol miliknya untuk segara di hitung sambil memilih wortel dan kentang.

“Ini saja Bang, belanjaannya. Tolong dihitung ya,” sahut Rea pada Bang Adi.

“Tidak beli sayur daun meranti lagi? Biasa beli banyak. Kan bagus untuk kolesterol Ibu kamu,” ucap Bang Adi sambil menimbang wortel.

“Udah gak bisa makan lagi. Makan Ibu saja harus digiling dulu. Ibu juga sudah tidak bisa jalan.”

“Pantas sudah lama sekali tidak kelihatan. Jadi sekarang berobat ke mana?”

“Sudah berobat kesana kemari tapi gak ada hasil. Bahkan yang terakhir kali terpaksa dihentikan sama yang ngobatin dan sekarang tidak ada berobat lagi.”

“Kenapa bisa begitu?”

“Katanya, Ibu tidak ada kemauan untuk sembuh.”

“Sudah pernah coba berobat ke orang pintar?”

“Dokter. Sudah! Ke dokter spesialis saraf.”

“Bukan.”

Lihat selengkapnya