Berhubung kondisi ibu semakin menurun kerluarga besar akhirnya mengusulkan untuk membuat acara di rumah yang bertujuan untuk membangkitkan lagi semangat ibu untuk sembuh. Keluarga besar memutuskan untuk mengadakan acara arisan yang diadakan sebulan sekali di rumah Rea dan nantinya akan diselingkan doa bersama demi kesembuhan ibu.
Seminggu sebelum hari H Rea mempersiapkan segala sesuatunya. Dari membersihkan rumah hingga menyediakan bahan makanan yang akan dihidangkan nanti. Berharap Tuhan memberikan jalan yang terbaik.
Rea pulang bekerja sambil menenteng bungkusan belanjaan di tangannya. Jalannya terhalang oleh sepeda motor Dudi yang terparkir di tepat di depan pintu, Rea harus memiringkan badannya untuk masuk ke dalam rumah.
“Lama pulang Re?” tanya Bude Inez yang menyambut Rea.
“Mampir sebentar ke minimarket Bude untuk membeli ini,” sahut Rea yang menunjukkan kantong belanjaan dan meletakkan belanjaan ke meja makan. “Itu motor kayak gak ada tempat parkir lain? Harus kali parkir di depan gitu Dud?”
“Hehee maaf. Sengaja,” sahut Dudi beranjak dari duduknya, keluar rumah untuk membenarkan tata letak sepeda motornya dengan benar agar tidak menghalangi jalan.
“Bude ada apa datang?” tanya Rea sambil masuk ke kamar untuk meletakkan tas kerjanya lalu kembali lagi menemui Bude Inez.
“Tiba-tiba kangen saja sama Ibu kamu.”
“Cie … cie kangen nih sama adiknya. Baru juga kemarin jumpa. Sudah kangen saja,” ejek Rea pada Bude Inez.
“Dari tadi pagi pengen ke sini tapi tidak ada yang antar. Nggak tahu kenapa kok kepikiran saja. Tadi malam juga mimpi ngumpul bareng Ibu kamu?” jawab Bude Inez dengan wajah yang serius dengan terselip kekhawatiran.
“Ibu ada kan di kamarnya?”
“Ada mbak sedang tertidur tapi ngorok gitu. Ibu nggak biasanya ngorok,” sahut Sasa yang berjalan dari arah dapur membawakan minuman untuk Bude Inez dan Dudi. “Di minum Bude! Bang Dudinya mana?”
“Diluar. Taruh di sini saja minumnya,” jawab Bude Inez.
Rea mendekati kamar Ibu. Membuka pelan pintu agar Ibu tidak terganggu. Tampak Ibu tertidur lelap dengan wajah lelahnya dan mulut yang sedikit terbuka.
“Tadi siang sewaktu makan Ibu juga seperti tersedak makan gitu mbak. Kayak ada yang tersangkut sepeti tulang padahal tadi Sasa hanya memberi bubur nasi saja tanpa ikan.”
“Kasih minum yang banyak.”
“Sudah Mbak. Tadi Sasa sampai ketakutan terjadi apa-apa sama Ibu.”
“Kasih susu saja coba seperti suami Bude. Waktu itu juga sempat tidak mau makan. Jadi supaya ada asupan nutrisi dikasih susu,” ucap Bude Inez menyarankan.
“Nanti Rea beli Bude.”
“Ngoroknya itu tidak masalah? Ada hubungannya sama tenggorokan yang tadi tersedak tidak Bude?” tanya Sasa yang masih khawatir.
“Sepertinya sudah dekat-dekat deh,” sambung Dudi yang masuk setelah menghabiskan rokok sebatang.
“Maksudnya sudah dekat-dekat?” tanya Rea yang tidak paham arah perkataan Dudi.
Sasa dan Bude Inez saling melempar pandang lalu keduanya berjalan ke depan kamar Ibu untuk mengintip sekilas.
Jantung Rea berdebar kencang saat Rea sudah mulai memahami maksud perkataan Dudi. “Hidup mati seseorang tidak ada yang tahu. Yang penting sekarang fokus untuk terbaik untuk Ibu. Jalan akhirnya kita serahkan sama Allah.”