Pintu kamar Ibu terbuka lebar dengan Wawan yang duduk tertidur di kursi yang sengaja ia letakkan di depan kamar Ibu.
Rea berlari masuk ke rumah lebih dulu membangunkan Wawan. “Wan bangun. Disuruh jaga Ibu kok ketiduran. Geser sedikit, Mbak mau lewat.”
“Masih ngantuk dan capek Mbak. Pulang nya tengah malam terus,” jawab Wawan sambil menggaruk pantatnya lalu menutup mulutnya yang sedang menguap menggunakan tangan yang sama.
“Jorok kamu. Mandi sana,” Rea menggeleng-gelengkan kepala.
“Gitu kelakuannya memang Mbak,” tambah Sasa yang masuk dengan menenteng bungkusan susu. “Susunya Sasa buat ya Mbak.
“Buat sedikit saja dulu ya.”
Masih sama seperti sebelum Rea tinggal tadi. Mata Ibu yang sayu masih terus menghadap ke atas dan hanya sesekali berkedip. Napasnya mulai melemah.
“Ini Mbak Susunya. Sasa memberikan susu yang hanya terisi seperempat gelas.
Rea duduk di tempat tidur. Baru menyulangi sesendok susu, Ibu sudah terbatuk-batuk dan susu keluar kembali. Saat Rea menyulangi lagi, kembali terulang lagi. Rea menggelengkan kepalanya pada Sasa yang berdiri bersender di kusen pintu.
“Air Zamzam tadi mana Mbak?”
“Tadi Mbak letak di meja makan. Tolong ambilkan dan ini sekalian taruh di meja makan,” ucap Rea memberikan gelas susu pada Sasa.
“Ini Mbak. Jangan lupa bacakan Sholawat. Sasa mau ambilkan handuk dulu untuk Bang Wawan.”