Sayangku, Rena

Yusrina Imaniar
Chapter #1

Terkurung

Gadis kecil dengan rambut diikat dua itu sibuk bermain dengan bonekanya, wajahnya muram karena tidak dilibatkan oleh kedua saudaranya yang sedang asyik bermain dengan anak lain. Nama gadis kecil itu Rena, lengkapnya Rena Andara. Anak ketiga di rumah keluarga Santoso. Rena punya wajah paling cantik, namun wajahnya selalu muram. Kakak laki-lakinya bernama Dhika sementara kakak perempuannya bernama Winda. Kedua kakaknya itu selalu bermain bersama dan meninggalkan Rena sendirian.

Sekarang ini mereka sedang kedatangan sepupu mereka, gadis mungil bernama Ayura. Adik ibu mereka sedang datang berkunjung. Bukan tanpa alasan mereka datang. Pasalnya, ibu Rena, Lastri, baru saja melahirkan adik Rena yang dinamai Tania. Saat Ayura datang, Dhika dan Winda sangat gembira menyambutnya. Ayura adalah anak yang lucu dan menggemaskan. Mungkin bagi Dhika dan Winda, Ayura lebih menarik dan menyenangkan dibanding adik mereka sendiri, Rena.

“Aku mau pipis dulu. Jaga Yura ya, Win,” pesan Dhika sambil berdiri seraya berlari menuju toilet.

“Hei Rena! Main dulu sama Yura! Aku mau ambil camilan!” seru Winda dengan nada perintahnya. Meski hanya satu tahun lebih tua dari Rena, Winda senang sekali memerintah adiknya itu. Rena hanya mengangguk sambil kembali memainkan bonekanya. Namun mata kecilnya mengawasi Ayura. Anak itu baru berusia empat tahun dan sedang mencoba memanjat pagar rumah mereka.

“Yura, jangan manjat-manjat, ya. Hati-hati, sini ayo turun, main dengan kakak!” seru Rena mulai khawatir. Ayura masih tak menurut, ia masih saja memanjat pagar rumah. Rena mulai panik karena khawatir Ayura akan terluka.

“Yura, ayo turun ya? Ayo main boneka saja,” bujuk Rena. Tapi Ayura malah menggelengkan kepalanya sebagai tanda penolakan. Kaki kecilnya berusaha menggapai pijakan, namun rupanya gagal. Seperti apa yang Rena khawatirkan, Ayura terjatuh dan kakinya terluka. Lututnya nampak mulai membiru karena lebam. Ayura menangis kencang, membuat Rena semakin khawatir.

“Huaaa! Ibuuu!” tangis Ayura semakin kencang ketika Rena mencoba mendekatinya.

Suara tangis Ayura terdengar sampai ke dalam rumah. Dhika dan Winda berlari menghampiri mereka. Kaki Dhika masih basah karena belum mengeringkannya dengan benar sehabis dari toilet, sementara Winda datang sambil memeluk sekaleng wafer rasa coklat. Keduanya terkejut melihat Ayura yang menangis sambil memegangi kakinya. Dhika melihat lebam di lutut Ayura dan matanya langsung menatap Rena dengan tajam.

“Kamu apakan Yura?!” bentak Dhika. Suara bentakan itu membuat Rena semakin menciut. Ia mencoba bicara sambil memeluk boneka beruangnya.

“A… aku… enggak aku… aku enggak salah…” ucap Rena. Suaranya tidak jelas seolah tertahan. Rena takut melihat wajah Dhika yang murka itu.

“Kamu pasti salah! Dasar anak nakal!”

Dhika menghampiri Rena dan mencubit lengan Rena. Cubitan itu sangat keras hingga membuat Rena menjerit. Sementara Winda sibuk menenangkan Ayura. Mendengar jeritan Rena, ibu dan bibi mereka datang. Mereka yakin kalau ini sudah bukan masalah kecil lagi antara anak-anak.

“Yura jatuh. Semuanya karena Rena!” Winda mulai mengadu sambil menunjuk Rena.

“Enggak, Bu. Rena enggak salah, tadi Yura panjat pagar. Rena sudah coba larang, Bu…” Rena mencoba membela diri, namun terhenti karena Ibu mereka menatap Rena dengan penuh kemarahan.

“Sini kamu! Anak nakal!”

“Mbak, sudah enggak apa-apa. Ayura pasti jatuh sendiri. Rena enggak mungkin galak sama Ayura. Iya kan?” Bibi mereka berusaha menenangkan, namun Lastri menggeleng, tidak setuju.

“Enggak. Sudah pasti Rena salah! Sini kamu! Ikut Ibu!”

Ibu menarik tangan Rena dengan kencang, hampir seperti menyeret. Rena menangis dan terus meminta maaf meski itu semua bukan salahnya. Hal seperti ini bukanlah kejadian pertama. Setiap kali ada masalah diantara Dhika, Winda dan Rena, Rena pasti selalu disalahkan. Rena tidak pernah mengerti alasannya.

Lihat selengkapnya