Sayangku, Rena

Yusrina Imaniar
Chapter #6

Uang Saku

Seperti biasanya, hari Minggu diisi dengan mencuci sepatu dan menyiapkan seragam untuk hari Senin. Sepertinya hampir semua anak sekolah melakukan itu, tak terkecuali Rena. Baru dua minggu ia bersekolah di SMA Pelita. Sementara Winda tetap bersekolah di SMA Harapan Bangsa.

Rena menyiapkan semua perlengkapan sekolahnya lebih awal dari Winda karena jarak sekolahnya yang lebih jauh. Setelah dua minggu bersekolah disana, SMA Pelita ternyata tidak buruk juga. Hanya saja kadang Rena sedikit kelelahan karena harus berjalan kaki cukup jauh dari jalan raya.

“Rena, Winda, ini ambil uang saku untuk minggu ini!” seru Ibu dari dapur. Rena yang tengah memasukkan buku ke dalam tas segera pergi ke dapur untuk mengambil uang sakunya. Ibu biasa memberinya uang saku mingguan. Tujuannya agar mereka bisa mengatur uang sendiri.

“ini punya Rena. Seratus ribu. Winda juga seratus ribu.”

Rena menatap uang yang diberikan Ibu. Untuk ke sekolah, Rena perlu dua kali naik angkutan kota dengan total ongkos delapan ribu rupiah. Perjalanan pulang pergi rumah-sekolah dan sekolah rumah dalam satu hari, Rena butuh enam belas ribu rupiah. Seratus ribu dibagi lima hari sekolah artinya per hari dua puluh ribu rupiah. Jika enam belas ribu rupiah digunakan ongkos, uang jajan Rena tersisa empat ribu rupiah per hari.

“Tapi Bu, Rena kan dua kali naik angkot. Kok sama dengan Kak Winda?” tanya Rena pelan. Winda hanya butuh satu kali naik angkutan kota. Jika dihitung bolak-balik selama lima hari, per harinya Winda masih punya uang saku sebesar dua belas ribu rupiah. Setidaknya masih bisa membeli camilan atau minuman segar pulang sekolah.

“Aduh apaan sih? Ibu kan sudah adil, Rena. Kita sama-sama seratus ribu uang sakunya!” ujar Winda kesal.

“Tapi aku kan dua kali naik angkot, Kak. Pengeluaran aku lebih banyak,” ucap Rena lesu.

“Ya ampun Rena! Kamu ini benar-benar, ya! Ibu sudah susah-susah atur biaya. Ibu juga harus adil antara kamu dan Winda! Kalau Winda dapat uang saku seratus ribu, kamu juga sama seratus ribu! Jangan banyak ngeluh! Udah sana, Ibu pusing dengarnya!”

Rena masuk kamar dengan langkah gontai. Winda buru-buru menyusulnya seraya berkata, “banyak mau sih, lo! Enggak usah cari masalah, deh!”

Rena menyimpan uang saku pemberian Ibu baik-baik. Uang sakunya pas-pasan dan harus benar-benar dijaga agar setidaknya jangan sampai hilang. Bagi ibunya, konsep adil adalah memberi besar nominal yang sama. Padahal bagi Rena, adil adalah… sesuai porsi dan kebutuhan masing-masing. Ah, andai saja Ibu memahami Rena.

*

Pukul enam pagi, Rena sudah siap ke sekolah. Jarak rumah dan sekolah yang cukup jauh mengharuskannya untuk pergi lebih awal. Sementara itu, Winda masih mandi. Rena melihat di meja makan, ada enam potong ayam goreng. Jika dihitung masing-masing satu untuk Bapak, Ibu, Dhika, Winda, dan Tania, maka masih tersisa satu lagi. Rena sendiri sudah sarapan, namun Rena memilih sarapan roti cokelat yang dibawa Bapak semalam.

Lihat selengkapnya