Sejak kejadian Aldo, Rena benar-benar menghindari semua pacar Winda yang berkunjung ke rumah. Rena memilih mengurung diri di kamar atau pergi ke rumah Sekar. Rena sibuk belajar, bahkan tidak sempat memikirkan tentang cinta. Padahal katanya, masa SMA itu sangat indah dan menyenangkan. Meski begitu, bukan berarti tidak ada yang menyukai Rena.
Ada Nando, seorang mahasiswa yang sedang berkuliah di jurusan Fisika. Nando secara terang-terangan menyatakan perasaan pada Rena. Tapi Rena belum ingin menjalin hubungan. Meski harus Rena akui, Nando membuat harinya lebih indah. Setidaknya ada yang membuat Rena senang.
Hari ini Rena harus menuliskan rencana kuliahnya untuk dikumpulkan ke guru BK. Formulir yang khusus diberikan untuk kelas tiga SMA. Nanti setelah formulir ini dikumpulkan, setiap siswa akan dipanggil untuk berdiskusi. Rena kebingungan saat mengisinya. Rena harus mencantumkan dua jurusan. Tapi hingga saat ini Rena hanya punya satu cita-cita.
Cita-cita menjadi perawat itu tidak pernah luntur sejak kecil. Jadi, Rena hanya bisa menuliskan jurusan keperawatan Universitas Merah Putih. Universitas itu adalah cita-cita Rena sejak lama. Selain karena tidak jauh dari rumah, Universitas Merah Putih juga merupakan universitas yang bagus. Rena bisa membayangkan betapa kerennya ia mengenakan jas almamater Universitas Merah Putih.
“Ren, isi apa toh? Daritadi bengong terus!” tegur Friska. Sejak tadi Friska memerhatikan Rena yang diam menatap formulir sambil mengerutkan keningnya.
“Ini, aku enggak tahu mau isi apa satu lagi. Harus dua, ya? Kamu isi apa Fris?” tanya Rena memastikan sekaligus penasaran.
“Aku? Yo karena cita-cita aku itu kerja di stasiun TV, aku isi Ilmu Komunikasi. Tapi aku juga isi yang lain, jurusan Peternakan! Bisa nerusin usaha bapakku kan!”
Rena merasa sedikit iri pada Friska. Setidaknya Friska punya cadangan mimpi. Jika tidak diterima, ia bisa mencari jurusan lain. Rena kembali bertopang dagu dan berpikir. Friska mengamati jurusan yang dipilih Rena.
“Pilihan pertama keperawatan. Keduanya opo?”
“Enggak tahu. Aku cuma kepikiran jadi perawat.”
Kening Friska ikut berkerut-kerut. Tapi kemudian ia menjentikkan jarinya, seolah mendapat ide cemerlang. “Enggak usah diisi kalau gitu! Kamu kan pintar toh? Pasti bisa masuk keperawatan!”
Rena termenung. Rena tahu banyak orang menilainya cerdas. Nilai-nilainya selama kelas satu hingga sekarang juga selalu bagus. Rena juga selama ini rajin belajar. Tapi tetap saja Rena tidak percaya diri. Ia tidak yakin bisa masuk hanya dengan membidik satu jurusan dan satu universitas. Hanya saja ide Friska itu sepertinya layak untuk dilakukan.
“Ya udah deh, aku ikut saran kamu aja. Aku tulis satu aja lah dulu,” ucap Rena akhirnya mengambil keputusan. Friska terkaget-kaget karena usulnya yang asal itu justru digunakan oleh Rena.
“Eh tapi kalau ada apa-apa aku enggak ikutan yo Ren!” seru Friska. Rena tak menanggapi, ia terus berjalan menuju ruang BK dan mengumpulkan formulirnya.
Ya, cita-citanya hanya satu. Menjadi perawat.