Hari ini hari ulang tahun Ibu. Sejak jauh-jauh hari, Rena sudah menyiapkan hadiah untuk Ibu. Tidak mahal, tapi Rena yakin kalau Ibu akan menyukainya. Sebuah tunik berwarna pink pastel dengan bordir mawar putih kecil di bagian dadanya. Rena membungkusnya dengan hati-hati, menjaga agar tetap rapi dan cantik saat tiba di rumah.
Sengaja hari ini Rena pulang ke rumah tanpa motor. Rena juga mengambil cuti dua hari agar bisa berkumpul dengan keluarganya lebih lama. Perayaan ulang tahun Ibu rencananya sederhana, hanya makan malam bersama.
Dhika dan istrinya, Sarah sudah datang. Rena dan Sarah yang menyiapkan makanan untuk makan malam. Makan kali ini Istimewa, nasi tumpeng lengkap dengan lauknya. Ada ayam goreng, telur balado, mentimun, tempe kering, dan juga sambal sebagai pelengkap.
“Selamat ulang tahun ya, Bu. Semoga panjang umur, sehat dan banyak rezeki. Ini kado dari Rena untuk Ibu,” ucap Rena saat tiba gilirannya mengucapkan selamat ulang tahun. Ibu tersenyum dan mengaminkan doa Rena. Ibu mengintip kado ulang tahun dari Rena dan mengucapkan terima kasih.
“Selamat ulang tahun Ibu! Winda enggak kasih Ibu kado ya, kan belum punya uang, hehehe!” ucap Winda sambil memeluk Ibunya, diiringi dengan Tania, “Tania juga enggak kasih kado ya Bu. Kado Ibu dari Tania, ya Tania ini!” seru Tania sambil bertingkah centil pada Ibu.
“Iya, enggak apa-apa. Makasih ya sayang-sayangnya Ibu!”
Dhika dan Sarah memberikan sebuah jam tangan yang terlihat mahal. Ibu berseru senang saat menerimanya. Sebuah reaksi yang berbeda dari saat menerima kado pemberian Rena. Bapak menyadari itu dan menepuk bahu Rena untuk menghiburnya.
“Ibu juga ada hadiah!” seru Ibu tiba-tiba. Ibu masuk ke kamar dan mengeluarkan dua kantong tas besar dari sebuah butik mahal.
“Ini tas baru untuk Winda. Selamat ya, Winda sudah mulai diterima bekerja. Semoga Winda betah bekerja disana ya,” ucap Ibu dengan senyum manisnya.
“Lalu yang ini untuk Tania. Sepatu baru, karena Tania masuk universitas! Selamat ya Nak, semoga lulus tepat waktu!”
Rena menyaksikan semua itu dengan matanya sendiri. Bapak terlihat gerah dan ingin menegur Ibu, namun diam karena ada Sarah. Tak enak rasanya menegur didepan seorang menantu yang baru bergabung dengan keluarga mereka.
Winda dibelikan tas baru. Rena dibelikan sepatu. Tapi Rena yang memakai celana baru milik Ibu harus menggantinya, padahal harganya tidak seberapa dibanding tas dan sepatu itu. Rena menghela napas panjang, menahan diri agar tidak menangis.
Sementara Winda dan Tania tidak menyembunyikan kegirangan mereka. Mereka bersorak senang saat menerima kado pemberian Ibu dan terus mengucapkan terima kasih tanpa memikirkan perasaan Rena.
Ah, sudah cukup, pikir Rena. Melihat ketidakadilan dan sikap Ibu yang selalu menunjukkan pilih kasih akhirnya membuat Rena merasa tidak ingin lagi terlibat terlalu jauh dengan Ibu dan saudara-saudaranya. Seandainya Ibu memberinya setengah kasih sayang yang Ibu berikan pada Winda dan Tania, mungkin Rena tidak akan merasa seperti ini.