Sayangku, Rena

Yusrina Imaniar
Chapter #19

Badai

Rena pulang hari ini. Meski hatinya masih terluka, ia tidak ingin Ibu marah padanya terlalu lama. Kabar dari Winda kemarin membuatnya semakin tidak enak. Rena tahu kalau akhir minggu ini Dhika, Winda dan Tania akan berkumpul bersama di rumah Ibu.

Setibanya disana, benar saja. Mereka semua sudah berkumpul. Ibu terlihat tertawa-tawa dengan Winda dan Tania. Sementara Dhika sedang mengobrol dengan Bapak. Rena masuk ke dalam rumah dan mengucapkan salam, “assalamualaikum.”

Hanya Bapak yang menjawab salam Rena. Ibu, Winda, Tania dan Dhika tidak meliriknya sama sekali. Seolah Rena tidak ada disana. “Ayo sini Rena masuk. Ibu sudah masak banyak untuk hari ini!” ajak Bapak sambil merangkul bahunya.

Rena duduk dengan Bapak, sementara Dhika masuk kedalam kamarnya. Ibu masih sibuk mengobrol dengan Tania dan Winda. Entah membicarakan apa, tapi itu semua terlihat seru.

“Bu, ini Rena datang lho,” tegur Bapak. Ia berusaha sehalus mungkin karena tak ingin bertengkar dengan Ibu disaat semua anaknya berkumpul. Ibu hanya melirik Rena dan mengangkat alisnya.

“Oh, masih ingat jalan pulang toh,” ucap Ibu sinis. Winda dan Tania melihat Rena dengan tatapan sinis yang sama.

“Maaf ya Bu, Rena baru pulang lagi. Rena janji nanti lebih sering pulang,” ucap Rena sambil pindah duduk disebelah Ibu.

“Terserah, kamu mau pulang, mau enggak, bukan urusan Ibu.”

Ibu beranjak dari kursi dan masuk kamar. Diikuti dengan Winda dan Tania. Mereka lanjut mengobrol dengan Ibu di dalam kamar. Rena merasa bersalah. Apakah dirinya keterlaluan sudah melakukan “protes” dengan tidak pulang? Tapi disisi lain, ia memang benar-benar sibuk.

“Sudah, kamu tahu sendiri Ibumu seperti apa. Kasih Ibu waktu. Suatu saat Ibu pasti luluh. Kedepannya, jangan begini lagi ya Nak? Ibu sama Bapak memang bukan orangtua yang sempurna. Kamu juga berhak sakit hati. Tapi… meski Ibu seperti itu, dia masih menunggu kamu untuk datang.”

Nasehat Bapak menancap dalam hati Rena. Rena menghapus air matanya. Benar, lari dari Ibu bukan memberinya solusi, tapi menambah masalahnya. Meski Rena tidak yakin, apakah dirinya layak diperlakukan pilih kasih seperti itu.

Saat penghujung hari tiba, Dhika, Winda, Rena dan juga Tania pamit pulang. Ibu buru-buru membungkus makanan untuk anak-anaknya. Bekal pulang ke tempat tinggal masing-masing. Semuanya dapat, kecuali Rena.

“Ibu enggak tahu kamu pulang. Jadi enggak Ibu siapkan,” ucap Ibu ketus saat melihat Rena menunggu bersama ketiga saudaranya.

“Iya Bu, enggak apa-apa. Maafkan Rena ya Bu,” ucap Rena sambil menyalami Ibunya. Kali ini, Ibunya mau bersalaman dengannya, meski masih dengan muka masam. Rena akhirnya berpamitan dan pergi dari rumahnya. Tidak apa-apa, batin Rena. Setidaknya Ibu masih mau bicara dengannya.

*

“Pak, Rena sebentar lagi berangkat pakai kereta,” ucap Rena sambil mendorong kopernya. Kereta menuju Yogyakarta dari kota tempatnya bekerja kini sudah tiba. Rena mendapat undangan pelatihan dari kantornya dan perlu berangkat kesana karena lusa dia harus mengikuti pelatihan tersebut meski di hari Sabtu.

“Iya, Bapak juga Sabtu mau berangkat ke tempat Anna menikah. Kamu hati-hati ya di jalan. Bu, ini Rena lho. Mau ngomong enggak? Siapa tahu mau pesan sesuatu? Bakpia mungkin?” Rena menahan napas. Bapak berusaha lagi membuat Ibu bicara padanya.

“Enggak usah, enggak butuh!” terdengar suara Ibu dari kejauhan. Rena menundukkan kepala, Ibu masih marah padanya.

Lihat selengkapnya