Sayangku, Rena

Yusrina Imaniar
Chapter #20

Lumpuh

Operasi Bapak masih berlangsung. Sementara itu, Sekar, Dhika, Winda dan Tania menunggu Ibu kembali sadar. Jika dilihat, luka yang dialami Lastri tidak begitu parah. Hanya saja ia masih belum siuman. Winda berulangkali mengecek ponselnya.

“Ngapain cek terus hp?” tanya Dhika, mulai gusar dengan Winda. Jika Winda menunggu kabar pacarnya, itu sangat tidak wajar. Dhika saja masih gelisah dengan kondisi kedua orangtuanya.

“Aku nunggu Rena, siapa tahu dia nanya kita dimana,” jawab Winda sekenanya. Sebenarnya ia tidak menunggu Rena menghubunginya. Winda yakin Sekar sudah memberi Rena kabar.

“Halah! Aku yakin si Rena itu enggak akan datang! Nih, potong daun telingaku kalau dia datang! Anak itu lebih mentingin uang. Mana mau dia susah-susahan sama kita disini!” omel Dhika.

“Dhika! Kamu ini bicaranya keterlaluan. Jangan seperti itu sama adik kamu!” tegur Sekar.

“Bi Sekar udah banyak kemakan omongan si Rena! Dia itu…”

“Dhika?”

Dhika berhenti bicara saat terdengar suara Ibu memanggilnya pelan. Winda dan Tania segera bangkit dari kursi mereka untuk menghampiri Ibu. Butuh waktu hingga Ibu akhirnya bisa bicara dengan cukup jelas.

“Bapak gimana?” tanya Ibu dengan suara lemah. Baik Sekar, Dhika, Winda maupun Tania hanya bisa bertukar pandang.

“Bapak selamat, kan?!” ada kepanikan dalam suara Ibu.

“Iya, Bu. Bapak selamat. Tapi sekarang sedang dioperasi,” ucap Winda pelan, menahan tangisnya.

“Bapaaak...” Ibu tidak kuasa menahan air matanya. Setelah puas menangis, Ibu mencoba bergerak dari ranjang pasien.

“Dhik, Dhika! Kaki Ibu, Dhik! Kaki Ibuuu!” Ibu mulai meringis dan panik. Dhika tak kalah paniknya. Tangan Dhika memegang kaki Ibu, tapi Ibu tidak menunjukkan pergerakan apapun. Sekar yang melihat kondisi itu segera lari menemui dokter karena situasi semakin tidak terkendali.

“Ibu Lastri sepertinya mengalami kelumpuhan. Kita akan rontgen tulang belakang segera, untuk tahu apakah ada pergeseran tulang belakang atau saraf terjepit,” ucap dokter setelah melakukan pemeriksaan. Tangis Ibu meledak lagi. Tidak pernah sekalipun terpikir dalam hidupnya ia akan mengalami hal seperti ini.

Winda dan Tania sama terkejutnya, mereka hanya bisa duduk di sudut ruangan. Sulit untuk keduanya mencerna apa yang terjadi. Sementara itu mereka juga masih harus menunggu hasil operasi Bapak. Semuanya tiba-tiba menjadi berantakan dan kacau.

*

Rena datang ke rumah sakit dengan menyeret kopernya. Wajahnya pucat, ia tidak tahu kapan terakhir kali makan. Mungkin sebelum mendapat kabar kecelakaan Bapak dan Ibu. Langkahnya terburu-buru, tidak peduli kopernya membuat suara berisik saat bergesekan dengan lantai rumah sakit yang dingin.

Lihat selengkapnya