Kepala Rena benar-benar pening. Winda dan Tania semakin sering menyerangnya di grup WhatsApp. Sementara Dhika, sama sekali tidak menunjukkan minat untuk menengahi pertengkaran adik-adiknya. Rena semakin bingung harus bersikap seperti apa.
Rena ingin membawa orangtuanya pergi dari rumah dan merawatnya sendiri. Namun penolakan Ibu membuatnya ragu. Meski ketiga saudaranya merestui keinginan Rena, tapi jika Ibu menolak, Rena tidak bisa melakukan apapun. Sayangnya Winda dan Tania berpikir berbeda. Bagi mereka, Rena sedang berusaha mangkir dari tugasnya merawat Bapak dan Ibu. Seperti hari ini, Tania memasang status di sosial medianya. Namun itu benar-benar membuat Rena terluka.
Tania : [Sepertinya kita memang hanya tiga bersaudara.]
Tania : [Uang sekarang bisa dianggap menggantikan peran kita sebagai anak merawat orangtua.]
Hanya dua kalimat sederhana, namun itu membuat Rena merasa terasing. Apakah benar, ia terlalu egois untuk tetap bekerja? Rena kesulitan jika harus bergantian menjaga Bapak dan Ibu apalagi saat hari kerja. Tapi kenapa mereka semua seolah tidak memahaminya?
Saat kepalanya pening, Ibu menelepon. Rena menarik napas dalam, mencoba membuat suaranya setenang mungkin. “Halo, Bu?” sapa Rena begitu mengangkat teleponnya.
“Ren, kamu besok bisa kesini? Atau nanti malam? Winda dan Tania sakit.”
Besok masih hari Kamis, tapi saat ini Ibu dan Bapak membutuhkannya. Rena menggigit bibir, “tapi besok masih Kamis, Bu. Rena masih kerja. Kalau Kak Dhika gimana?”
“Kakakmu yang itu lagi ada dinas keluar kota. Ayolah, Rena. Kamu bisa kan menggantikan Winda dan Tania? Sampai hari Minggu. Ya?”
“Rena coba izin dulu ya, Bu. Mudah-mudahan bisa.”
Ibu akhirnya menyudahi teleponnya. Rena ragu untuk pergi izin ke atasannya. Tapi keluarganya saat ini sedang membutuhkan dirinya. Bagaimana bisa Rena mengabaikan permintaan Ibu? Masih terbayang dalam benaknya bagaimana kondisi Bapak dan Ibu saat ia datang terakhir kali. Akhirnya Rena memberanikan diri untuk meminta izin cuti besok.
“Kamu kan tahu, Ren kalau cuti itu enggak bisa mendadak. Saya paham kondisi keluarga kamu, tapi kamu sudah terlalu sering mengambil cuti selama bulan ini. Pekerjaan kamu jadi harus dikerjakan oleh orang lain. Kasihan teman-teman kamu, kan?” omel Ranita, atasan Rena.
Rena tertunduk. Semua ucapan atasannya itu benar. “Bu, tolong sekali ini lagi saya izin cuti bulan ini. Orangtua saya enggak ada yang urus. Tolong, Bu.”