Sayangku, Rena

Yusrina Imaniar
Chapter #26

Luka Hati

Rena menatap rumahnya, kini ia sudah berdiri disana dengan membawa koper dan barang-barang dari kota tempatnya bekerja. Dhika mengirimkan pesan padanya kalau Winda dan Tania sudah tidak lagi di rumah. Winda memutuskan untuk menyewa kos dekat kantornya. Sementara Tania sudah kembali ke kosnya untuk berkuliah.

“Bu, Ibu mau kemana?”

Rena terkejut saat masuk ke dalam rumah, Ibu sedang berusaha bangkit dari ranjang dan hampir terjatuh. Rena segera berlari menghampiri Ibu dan membantu Ibu kembali duduk di ranjangnya. Rena merasa lega karena Ibu tidak terjatuh, tapi Ibu justru menghempaskan tangan Rena.

“Sana! Ibu enggak perlu dirawat sama kamu!” ucap Ibu dengan ketus. Dahi Rena berkerut, ia tidak mengerti alasan Ibu bersikap seperti ini padanya.

“Ibu kenapa? Kalau butuh bantuan, panggil Rena ya? Rena mau bereskan kamar dulu,” kata Rena sambil melirik Bapak yang pulas tertidur. Ibu tidak menjawab.

Rena masuk ke kamar Tania yang dulu merupakan kamarnya. Kamar itu kini kosong, tidak ada lagi barang Tania, bahkan sisa dekorasi yang Tania lakukan pada kamarnya juga sudah sepenuhnya menghilang. Tersisa ranjang, meja belajar dan juga lemari di sudut kamar. Rena kemudian membereskan barang-barangnya.

Kamar ini adalah saksi perjalanan hidup Rena sejak kecil. Tempatnya menangis saat Ibu dan saudara-saudaranya bersikap buruk padanya. Tempatnya kecewa saat mimpinya harus dipendam. Meski begitu, saat Rena harus menyerahkan kamar ini pada Tania, hatinya juga sedih. Kini kamar itu kembali menjadi miliknya.

“Tania! Windaaa!”

Terdengar suara Ibu memanggil Winda dan Tania. Rena bingung, apa Ibu tidak tahu kalau mereka berdua tidak lagi tinggal disini? Rena tergopoh-gopoh menuju kamar Ibu, khawatir Ibu membutuhkan sesuatu.

“Mana Tania dan Winda?” tanya Ibu begitu melihat Rena masuk ke kamar.

“Ibu butuh bantuan? Atau butuh sesuatu? Mau minum, Bu?” Rena balik bertanya, tidak ingin menjawab pertanyaan Ibu.

“Anak-anakku yang lain mana? Kenapa cuma ada kamu?”

“Bu, Kak Winda kan sudah pindah ke kos. Tania juga kembali kuliah. Rena disini, Rena yang jaga Ibu sama Bapak. Ibu butuh bantuan apa?”

Ucapan Rena justru membuat Ibu berang, “kamu ngapain disini? Sudah sana, pergi kerja! Buat apa kamu disini? Bapak sama Ibu bisa diurus sama Winda, Dhika atau Tania!” bentak Ibu. Ibu menarik napas dengan kesal sebelum melanjutkan, “karena kamu disini, mereka jadi pergi!”

Rena tercekat, ia tidak tahu harus menjawab apa. Kenyataannya, Dhika, Winda dan Tania tidak lagi mau mengurus orangtuanya. Tapi jika Rena mengatakan itu pada Ibu, Ibu pasti terluka. Akhirnya, Rena hanya bisa tersenyum kecil, “akhir minggu nanti mungkin mereka kesini. Sekarang, Ibu sama Rena dulu ya.”

Ibu diam seribu bahasa. Meski tidak mengerti mengapa Ibu marah, Rena tetap berusaha tegar. Ini hanya masalah kecil Rena, ucapnya dalam hati. Mungkin Ibu belum bisa menerima kepergian Winda dan Tania dari rumah ini. Rena harus bisa mencoba memahami Ibu.

*

Sikap ketus Ibu pada Rena tidak berakhir dalam satu hari. Sudah satu bulan Rena mengurus Bapak dan Ibu, tapi sikap Ibu masih saja dingin padanya. Jika tidak benar-benar diperlukan, Ibu tidak mau bicara padanya.

Rena menguatkan dirinya dengan melihat Bapak. Bapak sangat senang karena Rena yang merawatnya sekarang. Mungkin memang sejak awal Ibu tidak ingin dirawat Rena. Kini Rena hanya bisa bertanya-tanya, seandainya penawaran pindah ke kota lain dan dirawat disana diusulkan oleh anak Ibu yang lain, apakah Ibu akan setuju?

Rena kini sudah bisa membantu Ibu duduk di kursi roda dan membawa Ibu keluar kamar. Rena melakukannya sesekali agar Ibu tidak bosan hanya diam dalam kamar. Walau Ibu masih tetap berwajah masam padanya.

Sementara itu, Bapak sudah mulai menunjukkan perkembangan yang baik. Bicaranya sudah mulai jelas, Bapak juga makan banyak setiap Rena menyuapinya. Rena membuatkan Bapak berbagai macam makanan dan cemilan. Semuanya selalu dihabiskan. Tapi Ibu berbeda.

“Bu, makan dulu ya. Ini Rena sudah buatkan sup ayam. Ibu mau kan?” ucap Rena ceria sambil membawa semangkuk nasi dan sup ayam yang masih panas mengepul. Ibu memalingkan wajahnya.

Lihat selengkapnya