Rena hari ini pergi ke kota tempatnya bekerja dulu. Ada beberapa hal yang harus diurus olehnya. Bapak dan ibu dijaga oleh Winda dan Tania. Karena ini akhir pekan, Dhika ikut serta dengan istrinya. Bapa berusaha turun dari ranjang. Sekarang ini Bapak sedang berjuang untuk kembali seperti semula. Meski sulit, Bapak terus berusaha agar kembali normal. Bapak tidak ingin terus merepotkan anak-anaknya terutama Rena.
Ibu menyadari Bapak yang berusaha keras turun dari ranjang. Ibu segera memanggil anak-anaknya yang lain, agar membantu Bapak. “Winda, Tania, Dhika! Bantu Bapak ini cepat!”
Ketiga anaknya itu segera menghampiri Bapak dan Ibu yang ada di kamar. Bukannya membantu, Winda dan Tania hanya menatap Bapak dengan tatapan penasaran. Mereka menunggu Bapak untuk turun sendiri dari ranjang. Namun Bapak merasa semakin kesulitan.
“Rena mana?” tanya Bapak sambil terengah-engah. Winda memutar kedua bola matanya saat mendengar nama adiknya disebut.
“Panggil Rena, biar Rena saja yang bantu Bapak!” perintah Bapak. Bapak masih sakit hati dengan perlakuan dan sikap Winda serta Tania. Sekarang ini Bapak menghindari dibantu oleh mereka.
“Rena lagi, Rena lagi! Bapak coba aja panggil sendiri! Ayo, teriak panggil Rena!” ujar Winda kesal.
“Iya Pak, ayo panggil anak kesayangan Bapak itu! Dia lagi pergi, Bapak mau teriak sekeras apapun juga dia enggak akan datang nolongin Bapak!” Tania menimpali ucapan Winda.
Dhika merasa tidak nyaman dengan ucapan kedua adiknya. Dhika menerobos dan membantu Bapak untuk kembali duduk di ranjang. Ibu hanya bisa mengelus dada melihat tingkah Winda dan Tania.
“Kalau Bapak butuh bantuan, minta tolong yang benar sama kami! Jangan malah manggil-manggil si Rena!” ujar Tania sambil melengos keluar kamar, diikuti oleh Winda dan Dhika yang hanya diam.
Ibu bisa mendengar cacian yang diucapkan oleh Winda, bersahut-sahutan dengan Tania yang terus membicarakan hal-hal buruk tentang Rena di ruang tengah. Sengaja mereka bersuara sangat keras, agar bisa didengar oleh Bapak dan Ibu. Ibu kini tidak habis pikir, bagaimana bisa anak-anak yang diasuhnya dengan penuh kasih sayang itu sangat membenci Rena? Padahal Winda dan Tania adalah anak-anak yang paling Ibu utamakan.
Ibu menatap Bapak yang memilih diam. Dulu, Ibu sering bertengkar dengan Bapak masalah Rena. Kini, anak-anaknya yang lain selalu mencaci Rena. Ibu memutar otak, menyusun rencana agar keluarganya kembali utuh dan tidak ada yang dikorbankan.
Ibu yang memulai, maka Ibu memutuskan akan mengakhiri pertikaian ini.
*
Rena mengecek persediaan popok dan juga perlengkapan rumah yang lain. Hanya tersisa sedikit lagi, pikir Rena. Nampaknya ia perlu pergi ke supermarket untuk membeli keperluan Bapak dan Ibu. Sekalian beli buah-buahan untuk Bapak sama Ibu, pikir Rena.
Namun setelah Rena mengecek uang yang ada dalam dompetnya, rasanya uang itu tidak akan cukup. Tersisa seratus ribu rupiah lagi. Rena mengecek mobile banking, saldo rekeningnya juga tersisa sedikit. Sepertinya Dhika belum mengirimkan uang pensiun Bapak dan juga uang Rena.
“Rena, coba hubungi Dhika, Winda dan Tania. Mereka sudah lama enggak kemari. Tanyakan kapan mereka mau pulang!” terdengar suara Ibu dari kamarnya.
“Iya Bu, Rena coba hubungi ya Bu,” ucap Rena sambil mencari kontak saudara-saudaranya.
Rena menyadari kalau kini grup yang berisi anak-anak Bapak dan Ibu berubah menjadi sepi. Winda dan Tania tidak pernah menanyakan kondisi Bapak dan Ibu. Jangankan pulang, mengirim pesan saja tidak. Mereka hanya mampir jika benar-benar terpaksa. Rena mencoba menelepon Winda, tapi tidak terhubung. Akhirnya ia mengirimkan pesan.
Rena : [Kak, kapan pulang? Ibu nanyain terus.]
Rena menunggu beberapa saat, namun tidak kunjung ada balasan. Rena tidak menyerah, ia akhirnya menghubungi Dhika. Namun setelah beberapa nada sambung, Dhika tak kunjung menjawab. Rena mulai kesal. Tania juga mengabaikannya. Bahkan di grup WhatsApp, ketiga saudaranya tidak kunjung menjawab pesan Rena yang menanyakan kapan mereka akan mampir.
“Dhika, Winda dan Tania ada bilang sama kamu kapan mau kesini, Rena?” tanya Ibu sambil berusaha menggerakkan kursi rodanya. Rena menggelengkan kepalanya lemah.