Siang itu, sama seperti biasanya, beberapa anak muda bersiap di rumah masing-masing. Tepat jam 12 nanti, mereka akan mengadakan rapat tentang penyambutan mahasiswa baru di organisasi mereka. Meski banyak yang tak datang, mereka akan tetap mengadakan rapat seberapapun yang hadir.
Wanita berambut ikal sebahu itu, kini telah menampakan wajahnya di halaman parkir tempat pertemuan mereka. Mengenakan jeans hitam dan kemeja merah andalannya, ia berjalan menyusuri anak tangga yang cukup banyak itu.
Tiba di depan ruangan yang dimana mereka akan bertemu, ia menekukan sedikit wajahnya. Lagi-lagi belum ada satupun orang di ruangan ini. Terlihat jelas dari pintu kayu yang masih terkunci itu. Sebenarnya ia memiliki kunci cadangan untuk masuk keruangan 5 x 6meter itu, tapi beberapa hari yang lalu seseorang meminjamnya untuk membesihkan ruangan.
Ponsel putih merek Samsung, ia keluarkan dari tas hitam yang selalu dipakainya. Membuka ruang obrolan grup di salah satu aplikasi chat, memberi kabar jika ia telah tiba di tempat rapat itu.
10 menit menunggu, suara lembut seorang wanita mengagetkannya dari lamunan.
“Masih belum ada yang datang? Maaf ya aku terlambat.” Suara lembutnya membuat niat siapa saja yang akan marah menjadi memudar.
“Hahaha. Biasalah ngaret.” Jawab wanita itu seadanya.
“Jeppp!!” teriak seseorang dengan nyaring di ujung koridor. Lantas orang yang merasa Namanya dipanggil itu menoleh.
“Jev bukan Jep. Udah mahasiswa masih aja susah dikasih tahu.” Kesal wanita itu. Ya, Namanya Jevita Agatha, orang-orang sering memanggilnya Jevi atau lebih singkat lagi Jep seperti temannya yang tadi.
“Haha. Sewot banget sih mbaknya.” Usil Jelita, wanita yang tadi meneriakan Namanya.
“Ada kunci gak? Bukain nih pintunya, panas tau.”
“Tenang-tenang, sebagai sekretaris teladan aku selalu membawa kunci.” Ucapnya sambil merokoh kantong tas bernuansa batik itu.
Hawa pengap menyapa indra penciuman mereka saat pertama kali memasuki ruangan. Maklum, sudah 3 hari tidak di tempati, karena libur semester telah tiba otomatis kegiatan organisasi juga berkurang dan jadwal kunjungan mereka keruangan itu juga berkurang.
Jevika langsung menyalakan kipas angin turbo yang berdiri gagah di sudut ruangan.
“Kita bertiga ajakah?” tanya Novia, si pemilik suara lembut itu.
“Engak nanti ada bapak wakil yang terhormat, alias Bapak Nikolas Saputra.” Jawab Jelita di akhir dengan tawa kecil.
“Enak aja Nikolas Saputra, kebagusan itu nama sama dia.” Protes Jevika yang tak senang. Sontak saja perkataan itu menimbulkan tawa yang menggelegar.