Sayap Burung Patah

rimachmed
Chapter #11

Bagian #11

11

Seorang menggedor pintu dengan keras. Bagaimana aku tidak kaget? Aku langsung terlonjak dari tempat yang kugunakan untuk tidur hanya untuk melihat bayang-bayang seseorang itu dari arah jendela. Aku ketakutan lagi. Semua respon mendadak tubuhku ini benar-benar membuatku capek. Tak lama Adlan keluar dari kamarnya. Dia jelas tampak sekali habis tertidur lelap, matanya nyaris setengah terbuka. Tanpa menyadari keberadaanku, benar-benar seperti aku tak kasat mata di sana, dia berjalan ke arah pintu dan langsung membukanya. Seorang laki-laki tiga puluh tahunan berpostur pendek dengan rambut japrik dan lubang hidung yang lebar, sedang tangannya terjejal masuk ke dalam saku celananya, menatap Adlan dengan setengah mendongak.

“Kudengar kamu buat masalah lagi,” kata laki-laki itu, dia kemudian menatap ke arah lain dan tatapannya menemuiku, membuatku tak nyaman. “Jadi itu gadis yang membuatmu begini lagi? Sudah kubilang jangan berurusan dengan siapapun. Setelah apa yang terjadi kemarin, Ganggit nggak akan pernah melepasmu begitu saja.” Adlan meninggalkannya kemudian, dia berbalik sambil menguap kemudian berjalan ke arah dapur.

“Bocah sialan,” umpat laki-laki itu, dia berjalan masuk dan sekarang beralih ke arahku. Aku tidak pernah merasa sekaku itu menghadapi orang baru. Semua orang di dunia ini sekarang sudah cukup untuk membuatku takut dan was was.

“Apa yang dilakukan bocah belakangan ini pagi-pagi dan tidak sekolah?”  katanya padaku, aku menatapnya cukup lama dengan tatapan membulat lebar. “Ah, aku kenal seseorang yang mau mempekerjakan bocah sepertimu, tertarik?” aku melotot semakin lebar.

“Biarkan dia,” Adlan kembali dan tiba-tiba bicara. Dia berjalan ke arahku, melewatiku dan menduduki sofa yang semalam kugunakan untuk tidur.

“Jadi apa rencanamu?” laki-laki itu ikut-ikutan duduk.

“Tidak ada,” Adlan menyesap kopi dingin yang baru dibuat, membuatku meringis.

“Jangan berkeliaran dulu untuk sementara, tetaplah di sini dan jangan muncul di mana-mana,” Adlan diam saja bahkan menatap kosong ke arah meja, “dan anak yang satu itu lagi,” dia mengerdik padaku. “pokoknya, bersembunyilah dulu kalian berdua.” Aku menelan ludahku tak tahu menahu.

“Dia harus pulang ke rumahnya, dia masih punya orang tua,” Adlan berbicara yang membuatku melotot padanya.

“Mungkin juga masih terlalu berisiko, Ganggit bisa dengan mudah tahu soal rumahnya, dia tidak akan segan-segan membobol suatu rumah jika dia mau.”

“Aku juga tidak ingin pulang,” aku berbicara dengan keras yang membuat laki-laki itu menatapku dengan keterkejutan. Adlan jelas memelototiku tapi kemudian dia memilih menyesap kopi dinginya dengan masa bodo, “jika kamu terus meminum itu, kamu bisa sakit perut!” kataku kesal.

Adlan berhenti minum kemudian menatapku, “bukankah kamu bilang kamu tidak ingin berurusan lagi dengan orang sepertiku, kenapa kamu bersikeras tinggal di sini?”

Lihat selengkapnya