Anak-anak yang aneh, mereka bingung harus beli jajanan apa. Uang yang mereka tabung selama ini terasa tidak ada gunanya. Di warung-warung semua stok makanan sudah ludes terjual. Di sana hanya terlihat obat batuk sachet yang masih tergantung. Akhirnya mereka memutuskan untuk membeli obat batuk itu sebagai pengganti jajanan.
“Enak?”
“Enak!” jawab rekannya setengah yakin. Dahinya berkerut. “Coba kamu minum!”
“Haaaa.. Aneh sekali rasanya!” Sekonyong-konyong perutnya mual, lalu ia termuntah-muntah seperti kucing hamil.
Hari ini aku dan Bang Ikhlas akan berpamitan kepada pemilik rumah yang sudah menampung kami berminggu-minggu. Kami akan pulang ke kampung, di sana sudah dipasang tenda yang layak huni. Alhamdulillah, bantuan sudah menyentuh wilayah kami. Bantuan-bantuan itu diangkut menggunakan helikopter. Lapangan bola sudah dibersihkan dari puing-puing sisa Tsunami. Lapangan bola itu berubah menjadi Helipad darurat.
Tenda kami tidak jauh dari lokasi bekas rumah kami. Tenda itu lumayan tebal, tenda putih yang ada tulisan UNHCR. Di samping tenda kami masih ada dua tenda kosong lagi. Katanya tenda itu akan ditempati oleh relawan dari Jakarta. Menurut jadwal, besok mereka akan mendarat di kampung kami setelah berhari-hari tertahan di bandara Polonia Medan.
***