Frutasi dan depresi bisa datang kapan saja. Masalah kecil malah aku besar-besarkan. Setelah sembuh dari sakit, aku malah tidak betah lagi tinggal di Bekasi. Aku mau pulang ke Aceh. Aku mau dekat Bang Ikhlas. Aku tidak mau harus mengalami sakit untuk ke sekian kalinya di perantauan seperti ini.
Di dekat pintu asrama, di depan bingkai kaca, aku membaca peraturan asrama. Aku mau mencari celah untuk membuat pelanggaran keras agar aku bisa ditendang secara tidak hormat dari tempat ini. Aku melihat peraturan nomor 4
- Santri dilarang keras merokok.
Hukuman bagi santri yang kedapatan merokok adalah digunduli kepalanya. Terlalu ringan, tidak sampai dikeluarkan. Aku tidak akan melakukan pelanggaran konyol seperti itu. efeknya tidak ada manfaat sama sekali untukku.
Aku harus mencari pelanggaran yang lebih hebat.
- Santri dilarang keras berpacaran, mengirim surat, sms, telepon dan berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahromnya.
Hukuman dari pelanggaran ini bertingkat, mulai dari digunduli, dipotong jajan seminggu, hingga dikeluarkan secara tidak etis. Pelanggaran ini awalnya aku kira cocok. Namun, aku buru-buru sadar, jangankan untuk pacaran, menyapa cewek saja aku tidak berani. Cancel.
Aku melihat peraturan yang lain.
- Santri dilarang menyimpan, membuat dan membaca konten pornografi.
Sebenarnya hukuman dari kasus ini sudah seperti yang aku inginkan, yaitu dikeluarkan. Namun, rasanya aku tidak akan melakukan pelanggaran sekonyol itu. Itu sangat memalukan. Orang-orang akan membicarakanku bertahun-tahun. Di saat mendengar namaku, orang pasti terbayang majalah tidak senonoh. Oh, tidak.
Aku harus terus mencari ide, memutar otak. Lama aku terdiam, akhirnya sebuah ide cemerlang datang. Aku akan membuat pelanggaran di sekolah. Peraturan di sekolah sangat ketat. Sangking ketatnya, beberapa kali sekolah ini dinobatkan sebagai salah satu sekolah terbaik. Semua pelanggaran siswa ditekan semaksimal mungkin. Sekolah ini tempat mendidik sumber daya manusia handal. Mereka tidak mau main-main. Jika ada siswa yang berani bolos tiga hari berturut-turut, pihak sekolah akan langsung mengeluarkannya. Nah, aku akan memanfaatkan peraturan itu supaya aku bisa diberhentikan secara tidak hormat, lalu melenggang bebas pulang ke kampung. Ide cemerlang.
Untuk urusan bolos aku langsung menemui ahlinya di asrama. Aku tidak perlu bertemu dengan Regia yang ahli Matematika, aku tidak usah berjumpa dengan Dani yang asyik latihan bela diri. Aku juga tidak penting ketemu dengan Ebit yang sudah jadi kutu buku. Aku hanya perlu bertemu dengan Dayat. Dia lagi demam main PS. Sebelumnya beberapa kali dia mengajakku untuk bolos, tetapi aku selalu menolaknya.
“Yat!”
“Apa?”
“Sekarang gua terima tantangan lo.”
“Oke. Kapan?”
“Hari ini.”
“Oke. Gua jabanin!”
Untuk strategi bolos semuanya diatur oleh Dayat.
“Kita tetap berangkat sekolah seperti biasanya. Nanti sebelum sampai di halte, kita langsung turun. Ingat! Bawa baju ganti di dalam tas! Kita akan jalan kaki ke rental PS.”