SAYAP-SAYAP DOA

Fendi Hamid
Chapter #1

"Ikhlas"

Hanya suara tangisan yang terdengar, mimpi yang sangat sederhana itu terpaksa dikuburkan dalam-dalam. Mungkin inilah yang namanya nasib. Sia-sia saja memiliki segudang bakat. Harapan untuk bisa mencicipi bangku SMA itu harus segera dilupakan. Tidak mudah memang, tapi percuma saja meratapi sesuatu yang harus diterima dengan keadaan hati yang terluka.

Aku menatap iba Abangku yang dari kemarin tersedu sedan di sudut ruang tamu yang berdinding polos tanpa ada hiasan apa-apa. Mata bulatku yang berbulu lentik menerawang jauh. Aku khawatir suatu hari nanti hal yang sama juga akan terjadi padaku. Kondisi ekonomi keluarga kami sangat memungkinkan itu semua terulang lagi. Maklum, Pak hanya seorang nelayan yang berpenghasilan pas-pasan. Berharap sama Mak juga tidak mungkin, beliau hanyalah seorang ibu rumah tangga yang seluruh hidupnya dihabiskan untuk mengabdi kepada suami dan membesarkan kami anak-anaknya dengan penuh perhatian dan kasih sayang.

“Kasihan Ikhlas,” lirih Mak sembari menyeduh kopi untuk Pak yang baru pulang menangkap ikan di sungai.

Pak memilih diam, tidak tahu ia harus berkomentar apa. SMA terlalu jauh untuk digapai, karena di desa kami hanya ada sekolah tingkat SD dan SMP saja. Mungkin bagi orang-orang yang berkantong tebal hal seperti itu bukanlah sebuah persoalan yang besar. Namun, bagi kami semua itu terasa sangat mustahil. SMA terdekat ada di pusat kecamatan. Satu-satunya akses ke sana adalah dengan menumpangi mobil penumpang yang hanya lewat sehari sekali. Benar-benar pelik rasanya, jangankan untuk membayar mobil angkutan, untuk makan saja kami sering harus mengurut dada.

“Tidak apa-apa saya tidak lanjut sekolah lagi, saya sudah ikhlas.” Bang Ikhlas melangkah ke dapur, ia tidak ingin kesedihan yang sedang dia rasakan itu membuat orangtuanya terpukul dan merasa berdosa.

“Saya janji akan melakukan apa saja demi Nur dan Mahir. Mereka berdua tidak boleh bernasib sama dengan saya. Mereka harus menjadi orang sukses yang membanggakan kita semua.” Bang Ikhlas menyeka air matanya. kedua ujung bibirnya terangkat, berusaha tersenyum. Menurutnya tidak ada hal yang lebih menggembirakan selain membuat Mak dan Pak bahagia.

Lihat selengkapnya