Alvira

Bisma Lucky Narendra
Chapter #1

Galeri Patah Hati

" Hati adalah separuh urusan kita, separuhnya lagi urusan Tuhan.Kita tidak dapat mengatur kapan kita jatuh cinta, dan kepada siapa kita jatuh cinta. Kita hanya bisa merasakanya, mengiyakanya atau...membantah apa yang kita rasakan."

***

Dhani Abimanyu masih merasakan efek jetlagged sebenarnya. Sebelah tangannya yang bebas ia gunakan untuk memencet saklar, menyalakan lampu kamar hotel. Sementara tangan satunya memegangi Smartphone-nya untuk tetap dekat di daun telinganya.

Suara ibunya di ujung sana menanyakan bagaimana kabar perjalanan udara-nya dan apakah dirinya nyaman dengan biro travel yang mengurus perjalanan liburannya kali ini. Perjalanan pelarian-nya dari rasa frustasi. Iya, Dhani ke Ubud dalam keadaan frustrasi.

Dhani mendekati jendela kamar hotelnya. Membuka tirai. Cowok itu menatap bayang samar dirinya yang terpantul di kaca jendela. Rambut ikal dipotong pendek, tapi tetap terlihat profesional. Bahu bidang dan tubuh atletisnya dibalut satu setel jas dan kemeja berwarna hijau muda, serasi dengan skinny tie hitam pemberian Alvira waktu hari ulang tahunnya, setahun yang lalu.

Dalam hati, dia sempat merutuki diri. Memalukan, hardik suara hatinya. Patah hati begitu aja udah langsung ngga' bisa konsentrasi. Pingin menyendiri segala...kayak cewek aja. Tapi, Dhani tidak perduli. Untuk pertama kali dalam hidup, dia merasa sekecewa ini. Koreksi, ini kedua kalinya, sekali saat dirinya putus dengan Alvira, lalu yang kedua kisah tragis cintanya dengan Diva. Namun kepergianya ke Pulau Dewata kali ini sebenarnya lebih ingin menguapkan kesedihannya, melupakan mantan terindahnya, Alvira.

Dhani mendengus. Di telinganya terngiang percakapan terakhir dirinya dengan Alvira di gerai makan cepat saji, Mc Donald, tempat mereka bersitegang, lalu dirinya mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya kepada cewek itu yang menangis sesunggukan kala itu.

Perjalanan di pesawat nggak terasa lama karena Dhani menghabiskan waktu lowongnya dengan tidur dan menatap lama ke luar jendela. Hanya awan...dan sisanya kosong, seperti hidupnya saat ini.

Dia ngga' mau terdengar seperti pecundang, tapi memang begitulah kenyataan yang sedang terjadi di dalam hidupnya. Alvira adalah warna hidupnya yang serba bau-abu. Dirinya yang kutu buku, tidak mudah bergaul, editor freelance yang perfeksionis, calon arsitek yang introvert, yang setiap waktunya dihabiskan dengan tumpukan buku dan sibuk menyelesaikan skripsi untuk segera lulus kuliah di Ilmu Tehnik, mana mungkin dia ada waktu untuk cinta?

Tapi Alvira membuat semuanya mungkin. Penulis muda yang cantik dan berbakat itu mampu menjerat perasaanya. Hubungan profesional antara editor dan penulis itu berbuah saling mencintai. 

Terlepas dari status mereka yang terhalang restu orangtua cewek itu, awalnya perjalanan cinta mereka terasa sempurna. Alvira yang super perhatian kepada dirinya, demikian sebaliknya dirinya yang selalu memanjakan gadis itu. Itu terjadi di bulan - bulan mereka pacaran sebelum prahara cinta menimpa kehidupan percintaannya.

Begitu banyak romansa indah yang telah terlewati selama ini. Dan itu membuat Dhani semakin tidak bisa begitu saja melupakannya. Meski dia sempat melarikan diri dengan menerima tawaran tunangan dengan Diva, gadis pilihan orang tuanya, ternyata semuanya semakin mendekatkan dirinya kepada luka cinta yang semakin menganga.

Cowok itu menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Hening. Dengan ujung jempol kaki, dia mendorong lepas panthofel yang seharian itu dipakainya. Matanya terpejam. Bermil-mil jauhnya dia meninggalkan Alvira dan Jakarta, tapi sosok cewek itu tetap lekat di kornea, membakar matanya dengan rasa rindu dan kemarahan karena ingat cewek itu kini bukan miliknya. Koreksi, bahkan sejak awal, Alvira bukan miliknya, semenjak restu cinta itu tidak pernah ada. Dianya saja yang terlalu bodoh baru menyadarinya sekarang.

Tangan Dhani meraih Blackberry yang tergeletak di dekat lengannya. Meskipun sempat ragu, akhirnya dia memutuskan untuk mengakses akun Twitter-nya.

@dhaniabimanyu Menumbuhkan cinta lalu menjaganya dengan kesetiaan adalah hal yang mudah, hal tersulit adalah ketika bertahan dengan cinta yang setengah-setengah. 

@dhaniabimanyu Sementara melepasmu atau bertahan mencintaimu adalah dua hal yang menyakitkan. 

Dua postingan di akun twitter-nya tetap ngga' memberi kelegaan apapun di dadanya. Seratus empat puluh karakter yang menjadi rumah curcol bagi ketegangan-ketegangan pikiran cowok itu sama sekali tidak memberikan rasa nyaman saat ini. Serasa sebuah chaos dalam pikiran cowok itu. Kuldesak.

Stres sendiri dengan arus pikirannya, Dhani akhirnya memaksakan diri untuk bangun dan menyeret tubuhnya ke kamar mandi. Sambil berjalan linglung seperti zombie, jari-jarinya lincah melepas satu per satu kancing kemejanya, dan celana panjangnya teronggok di lantai, berceceran, melepaskan begitu saja dalam perjalanan menuju kamar mandi. Menyisakan celana dalam boxer-nya.

Setibanya di dalam kamar mandi, cermin besar di depan wastafel memantulkan bayangan tubuh atletisnya. Dia bisa melihat gerakan liat otot-otot tangannya saat memutar keran shower dan mengatur supaya suhu airnya suam-suam kuku, seperti keinginannya. Sebentar saja, cermin itu langsung berembun dan bayangan dirinya yang tadinya terlihat, perlahan-lahan samar-samar bahkan nyaris hilang di sana. 

Dhani menggeram didalam mulutnya saat membiarkan kucuran deras air dari pancuran menyeret turun semua rasa lelah dan penat dalam dirinya. Seandainya saja bisa, Dhani ingin sekali menggosok keluar rasa sedih dan patah hatinya juga, tapi yang seperti itu tentu saja hanya terjadi sebatas khayalan saja. Cowok itu menghela nafas kecewa, lalu mengambil botol shampo yang bersisian dengan botol sabun cair yang terletak di ceruk kecil di dinding.

Rambutnya yang kini bersalut sampo dikucek-kuceknya hingga berbusa, lalu membiarkan semprotan pancuran shower membilas semuanya sampai bersih. Tangan kanannya meraih tutup botol sabun cair. Ditekannya beberapa kali untuk mendapatkan cukup sabun di telapak tangannya. Dhani menggosok-gosok dada mulusnya, dilanjutkan dengan perutnya yang sixpack. Perut sixpack yang gemar sekali mengundang tangan Alvira bermain di sana, sekedar mengelus-ngelusnya dari balik kaus oblongnya, sembari mereka tiduran di lantai yang berkarpet sembari menonton film di player. Rutinitas itu sering mereka berdua lakukan setelah dinner di luar di malam minggu. Di posisi mager seperti itu, rebahan berdua, tangan nakal Alvira terkadang sampai memainkan puting susunya, dan mengelus-ngelus dadanya. Menggelitik asyik.

Napas cowok itu kian terasa berat. Sekujur tubuhnya bereaksi terhadap bayangan sensual mantan kekasihnya itu, terhadap kenangan atas serangan bertubi-tubi ciuman dan gigitan pelan di perut dan bagian-bagian lain tubuhnya. Sesuatu dalam dirinya mengeras dan Dhani membiarkannya begitu saja. Menyedihkan ya, hanya kenangan atas Alvira yang bisa membuatnya terangsang. Dia tak akan pernah ketemu dengan orang aslinya. Meski dia juga belum tahu pasti benarkah Igo telah memiliki (mantan) kekasihnya itu.

Setelah benar-benar merasa bersih, cowok itu akhirnya memutar kran shower dan kucuran airpun berhenti. Tubuh Dhani masih nampak mengkilap karena basah oleh air ketika sebelah kakinya melangkah keluar dari bathtub. Saat itulah ia teringat kalau tadi lupa membawa masuk handuk. Bahkan handuk itu masih ada di dalam tas kopernya yang belum sempat ia bongkar.

Dhani tak merasa jengah saat membuka pintu kamar mandi dan keluar dari sana dalam keadaan setengah telanjang. Pikirnya, toh di kamar hotel ini iya sendirian.

***

Hari pertama di Bali.

Lihat selengkapnya