" Bertepuk sebelah tangan itu tak cuma berarti; cintamu tak terbalas. Bisa jadi kisah cintamu seperti sepasang sepatu, yang selalu bersama, bersisian, tapi tidak mungkin disatukan. Cinta kalian nggak akan nyaman lagi dibuat jalan bila dipaksa untuk disatukan. Kecuali cinta kalian serupa kancing baju dengan lubang kancingnya, akan selalu ada alasan untuk di satukan. Saling mengisi satu sama lain. Cinta yang sempurna."
***
So far, semuanya berjalan menyenangkan bagi Dhani dan Arjuna. Dinner dengan menu bebek goreng betutu bumbu pedas khas Bali, sukses membuat mereka berdua berdesis-desis kayak ular. Mendesah-desah kepedasan, lalu shopping di sebuah toko galeri, sovenir dan oleh-oleh tak jauh dari restauran. Mencoba berbagai jenis pakaian dan membiarkan cowok itu tertawa-tawa saat Arjuna bergaya konyol-konyol untuknya.
''Gue ngerasa kelakuan lo tadi pagi konyol banget.''
''Gue ...minta maaf soal itu.'' Mereka sekarang sedang berjalan beriringan sepanjang trotoar jalan. Terlihat Dhani menenteng barang belanjaan Arjuna.
''Kamu ke Bali dalam rangka kerja atau liburan, Dhan?'' Dhani sedikit tersentak dengan pertanyaan cewek di sebelahnya.
Sejenak cowok itu diam. Alisnya berkerut mencoba mencari alasan yang tepat. Dhani ga' merasa nyaman kalau dia harus curhat galau dengan cewek yang juga baru dia kenal.
''Kok lama jawabnya,'' Arjuna menyenggol pelan lengan Dhani. Cowok itu garuk-garuk kepalanya yangg tidak gatal dengan satu tangannya. Dhani menarik nafas berat.
''Aku baru putus dengan tunanganku.'' Suara Dhani melemah namun masih terdengar jelas di telinga Arjuna.
''What??????. Sorry ya, Dhan.'' Diam sejenak . "Tapi percaya deh, pasti akan ada perempuan cantik yang datang sebagai pengganti, kamu lelaki tampan dan baik.'' Hibur cewek itu.
Dhani diam saja. Di dalam kepalanya sendiri sudah terlalu sesak dengan kekecewaan.
Mereka terus berjalan. Keramaian jalan tak dihiraukan mereka. Lampu-lampu sorot kendaraan yang serupa kunang-kunang raksasa saling berkejaran, sinarannya sesekali mengenai tubuh mereka.
Rintik-rintik gerimis tiba-tiba turun kecil-kecil. Mereka berdua memutuskan berteduh dengan masuk ke sebuah cafe.
***
Jazz Cafe ramai dengan pengunjung. Mereka memilih tempat duduk yang sedikit masuk ke dalam ruangan. Sebuah Home Band menghibur dengan musik-musik Jazz.
''Maaf kalau aku merusak suasana hatimu, Dhan. For your info, kita senasib, sama-sama baru ditinggalkan orang yang paling kita cintai.'' Arjuna meneguk capucino pesanannya.
Dhani terlihat sama. Wajah cowok itu sedikit terlihat rilek setelah mendengar curhatan cewek yang duduk di depannya terhalang meja.
"Kamu ngga' bohong kan?'' Dhani menatap dengan serius. Arjuna menggeleng tegas.
''Ngomong-ngomong, lo nggak kemari dalam rangka berburu cowok, kan?''
''Kamu sendiri...?''Kerling mata Arjuna menggoda. Pecahlah tawa mereka berderai-derai.
''Sangat bodoh sekali pacar kamu.''
Pacar? Dia bukan pacarku, tapi... Batin Arjuna tidak meneruskan ucapan dalam hatinya.
''Ops, ralat, maksud aku mantanmu itu pasti akan menyesal telah melepas cewek secantik dan se-sexy kamu.'' Cewek itu masih memilih diam, enggan mengoreksi ucapan Dhani.
Hening.
****
Arjuna meneruskan cerita.
Kejadian ini sebulan yang lalu, sewaktu Arjuna, Exel dan Editornya yang bernama : Metta, melakukan Trip ke Mesir. Arjuna mendapatkan bonus trip seminggu ke Mesir dari Penerbitnya karena novel Kaligrafi untuk Sabrina-nya sukses dengan label best seller.
" Tahukah kau, Juna? Masjid ini awalnya adalah sebuah tempat pembuangan sampah yang telah berusia sekitar 500 tahun. Dibuat khusus untuk menghijaukan wajah Kota Kairo. Begitu luar biasa pemerintah pelopor pada masa itu berhasil membuat tempat ini menjadi sangat indah," bisik Metta lirih mencoba mengalihkan kesenduan yang tampak di wajah Arjuna.
Sejak tadi, Metta ingin tahu apa yang dirasakan Arjuna. Tapi perempuan itu hanya mengajaknya duduk menatap awan. Merasakan semilir angin yang melintas dari sela jejer pepohonan di sepanjang ruas lingkar air mancur.
Duduk di posisi sudut 12 pas menghadap Benteng Sholahudin Al Ayubi di ketinggian, membuat Metta dapat menikmati pemandangan eksotis Mesir secara sempurna. Seharusnya Arjuna juga merasakan hal yang sama. Tapi ternyata tidak. Arjuna masih diam. Hampir 30 menit berlalu. Tiada perubahan sikapnya. Masalah apa yang begitu besar dipikirkannya? Mengapa tak mampu ia menikmati keindahan alam sekitar taman ini? Metta semakin jengah.
Metta mengeluarkan dua bungkus qasab dingin dan satu bungkusan pengganan lainnya dari dalam tas jinjing yang dari tadi ia pegang. Dengan gerak tangan lemah dan arah pandang yang tak berubah, Arjuna menerima bungkusan qasab itu. Apa yang tadi dibicarakan Metta tak ingin digubrisnya. Hatinya lelah. Entah bagaimana mengurai rasa lelah tersebut.
" Kami akan segera kembali ke Indonesia, Metta, atau bisa jadi juga hanya aku," seru Arjuna lemah.
"Apa tadi yang kau sampaikan Arjuna. Kau akan kembali ke Indonesia? Bagaimana dengan Exel? Kalian baik-baik saja, kan? Bagaimana dengan segala mimpimu akan membangun rumah makan khas Indonesia di sini. Bukankah kau sudah cukup nyaman Arjuna? Kau tidak lagi kesulitan keuangan, kan?" Meta mencecar Arjuna bertubi.
Awalnya, Arjuna dan Exel memang berniat tinggal sementara di Kairo, Mesir. Perpanjangan Visa telah mulai di urus suaminya itu. Tepat nanti seminggu mereka di Mesir, Visa mereka sudah selesai dan bisa di gunakan lagi untuk perpanjangan tinggal di kota Mesir selama setahun. Tapi, rencana itu harus berantakan karena ulah Exel.
Arjuna menghela nafas panjang. Qasab di tangan yang seharusnya manis, menjadi terasa sangat tawar.Dia bingung menjelaskan dari mana. Metta masih setia menunggunya untuk bercerita.
***
Kejadian di sebuah apartemen di malam pertama di Mesir.
Arjuna menyukai keheningan seperti ini. Apalagi karena malam ini diniatkan untuk dihabiskan bersama Exel tersayang.
Malam ini Arjuna mau bermanja-manja dipelukkan Exel. Merasakan kembali atmosfir honeymoon di negeri orang.
Persiapan pun sudah matang. Kaki mereka berdua bersembunyi di balik bedcover hangat yang dibela-belain ambil dari kamar. Ditemani popcorn instans (yang tinggal dipanasi di microwave ) dan beberapa sofdrink cola, movie night pun dimulai. Arjuna asyik bergelung di pelukan cowok itu. Rebah di sela antara bahu dan lehernya, lalu sesekali curi-curi cium. Hmm, what a romantic moment, batin Arjuna. Sementara, Metta sedang keluar menikmati suasana malam minggu di kota Mesir sejak sore tadi. Selang tiga jam setelah mereka sampai di Mesir.
Saat berduaan begini, Arjuna mempunyai kebiasaan mendengarkan detak jantung Exel. Cewek itu merasa nyaman dan hangat dalam pelukan sembari terus mendengarkan detak deg deg deg pelan dan teratur berirama, mengalun seperti musik di telinganya. Sementara jari-jari cowok itu bermain dengan helai-helai ikal rambut Arjuna. Sesekali berubah mengusap dan membelai kepalanya.
''Jun,''Panggilnya pelan, mengalirkan getaran halus di dada cowok itu. ''Aku butuh ngomong sama kamu.''Katanya hati-hati.
Sambil mengucek-ucek matanya dengan tangan kanannya, Arjuna berkata , "Ada apa.'' Dia tadi hampir terlelap, belaian lembut dan irama detak jantung membuat dirinya terlena.
Mata Arjuna hampir saja benar-benar terpejam ketika setengah kesadarannya mengenali suara Exel menyebut namanya.
Cowok itu menegakan bantal kursi dan menggunakannya sebagai sandaran punggung.
''Tapi, janji jangan marah, ya?''