Sayap Surgaku

Coconut Books
Chapter #1

Pesonamu

“Argh... agh....” Seorang gadis berkerudung hijau tua merangkak seperti harimau, matanya memerah.

Barisan santri putri menatap ngeri gadis itu. Beberapa saling berbisik tentang bagaimana bisa gadis itu kesurupan. “Argh... pergi! Pergi kalian semua! Agh... agh.............................................................................................” Makhluk halus itu mengusir orang yang menatap dari kejauhan.

Semua yang melihat berlari ketakutan.

“Saya Amir. Kamu siapa, Mbah?” tanya seorang laki-laki berpeci hitam dengan sarung kotak-kotak.

“Saya Mbah Sulastri. Saya penunggu pohon ini sejak lama,” jawabnya sambil menunjuk-nunjuk pohon beringin samping kamar mandi santri putri.

“Mbah, tolong keluar dari tubuh gadis ini. Dia tidak bersalah.”

Mata gadis itu memandang penuh kemarahan. “Gadis ini bersalah. Dia meludah sembarangan di bawah pohon ini. Dia telah berperilaku tidak sopan!”

Lelaki itu mulai mendekat. “Maafkan dia.”

Agh... bilang ke gadis ini dan semua warga sekitar pohon ini untuk berperilaku sopan. Orang zaman sekarang tidak tahu tata krama. Jalan semaunya sendiri, lihat saja, besok akan celaka.” Makhluk halus itu menatap seorang gadis yang berdiri di belakang Amir. “Saya ingin berjabat tangan denganmu. Saya kagum dengan pesonamu, kamu sangat sopan.” Ia mengulurkan tangan ke depan gadis itu.

Amir memberikan kode untuk menjabat tangan. Gadis itu sedikit was-was.

“Namamu siapa?”

“Ad-Addibba... M-Mbah...,” jawabnya  ketakutan. “Sini... mana tanganmu? Saya keburu kepanasan. Agh... agh...

Adiba meraih tangan terbuka gadis yang kesurupan. Matanya terpejam dengan tangan gemetaran. Sedetik kemudian, gadis kesurupan itu lunglai karena kehabisan tenaga setelah makhluk halus keluar dari tubuhnya. Adiba membantu gadis itu untuk bangun. Ia mengusapkan air doa pada wajah gadis itu.

“Bawa ke ruang kesehatan, Nduk.” “Baik, Abi.”

Usai Adiba mengurus santri putri itu, ia memutuskan untuk ke kamar pengurus bagian keamanan. Kamar itu hanya berukuran 3 × 4 meter dengan empat orang penghuni.

Di samping pintu tertata rapi almari yang tingginya hanya berkisar 1 meter. Ketika Adiba memasuki kamar, hanya ada satu pengurus di sana. Ia menyambut Adiba dengan senang hati.

“Bagaimana keadaan keamanan santri putri sekarang, Mbak Mas?” tanya Adiba to the point kepada gadis yang ia kerap panggil Mbak Masitoh.

“Besok kita akan mengguyur tiga santri putri yang ketahuan pacaran, Neng1. Ini barang buktinya.” Masitoh menyerahkan beberapa lembar surat, boneka Doraemon, dan tiga batang cokelat.

“Saya heran deh, Mbak. Udah diguyur pakai air comberan, tapi masih aja ada yang pacaran. Kok gak jera-jera gitu lo?” Namanya juga Adiba, paling benci yang namanya pacaran. Menurutnya, itu akan menghabiskan waktu. Pacaran akan menggerogoti masa mudanya dalam kesia-siaan. Oleh karena itu, ia telah menghapus kata itu dalam kamus kehidupan. “Saya juga heran. Emang di mana-mana yang namanya maksiat itu enak buat dilakuin, gak enaknya besok deh di akhirat. Gibah kan juga enak, Neng.Ia terkekeh, diikuti oleh Adiba.

 

* * *

Lihat selengkapnya