SAYAP

Lailatul Ramadhani
Chapter #6

MUSUH DALAM SELIMUT

Seminggu sudah berlalu, kami telah berunding bertiga dan memutuskan untuk menunjuk Mama sebagai pengganti Papa dalam menjalankan usaha ini, karena Aku sebagai anak pertama tidak terlalu paham alur usaha ini karena Aku lebih sering menghabiskan waktu diluar kota dan Adikku masih belum lulus Sekolah Menengah Atas. Dengan hati yang rapuh dan tangisan tanpa henti, Mama mencoba bangkit kembali.

Kami mulai membuka toko kembali dengan perasaan sedih dan kurang semangat, Mama yang selalu menangis setiap teringat Papa, perlahan mulai menguatkan diri untuk bisa bangkit kembali.

Selama beberapa hari toko kami tidak begitu banyak pembeli, padahal setiap harinya toko kami selalu ramai pembeli. Apa mungkin, karena toko kami tutup terlalu lama.

Para karyawan kami pun sudah mulai masuk kerja seperti biasanya.

Hari demi hari berlalu, kami teringat pesan Papa untuk membangunkan gudang barang di tanah kosong yang Papa beli sebelum ia meninggal. 

Setiap hari ponsel Papa berdering, para pelanggan banyak yang menanyakan tentang ketersediaan barang dan kapan Papa belanja ke tempat mereka. 

Sebelum meninggal, Papa sudah menghubungi kuli bangunan yang akan kerja di tempat kami, dan dari sinilah awal mula cobaan menerpa kehidupan kami.

“Assalamualaikum Pak, maaf  kapan ya saya bisa kerja? soalnya saya sudah selesai dengan proyek yang kemarin dan sekarang saya lagi nganggur” kata Pak Sugi kuli bangunan itu melalui pesan.

“Waalaikumsalam, maaf Pak pembangunannya di tunda dulu. Soalnya bapak baru saja meninggal seminggu yang lalu. Nanti kalau mau bangun saya kabari ya Pak” jawabku setelah berunding dengan Mama dan Adikku.

Innalillahi, turut berduka cita Bu, maaf saya gak tau. Baik Bu”


Kami sengaja menunda pembangunan karena terlalu banyak yang harus kami urus, termasuk surat izin usaha, semua uang Papa yang ada di bank dan kepemilikan kendaraan. Setiap hari Aku bolak balik bank dan samsat untuk mengurus itu semua, Aku pun mengajak Adikku supaya Adikku tahu bagaimana cara mengurus surat-surat itu. Kini Aku paham maksud dari omongan Papa saat di kantor polisi untuk membuatkanku surat izin mengemudi

“Nanti, kalau ada apa-apa kamu bisa gantiin Papa. Adiknya kan masih kecil, Mamanya sakit-sakitan”

“Ya kalau suatu saat Papa sudah tidak ada” 

Kalimat itu kembali teringat di kepalaku.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk mengurus semua itu, karena Papa sudah mengajariku banyak hal. Hanya satu yang tidak diubah atas nama siapapun dan tetap atas nama Papa yaitu, TANAH.

Dua bulan telah berlalu, setelah kami selesai mengurus semua surat dan kepemilikan harta benda atas nama Papa. Kami mulai menghubungi kuli bangunan yang sudah di pilih Papa, kuli tersebut bernama Pak Wanto yang berasal dari Tasikmalaya dan tukang las Pak Tarjo dari Purwodadi, mereka akan berkolaborasi membangun gudang kami. 

Selama masa pembangunan gudang, salah satu pegawai kami yang bernama Asep diketahui menyebar sesuatu di depan halaman. Hal ini Mama lihat sendiri ketika selesai sholat subuh Mama membeli kue ke tetangga dan melihat tindakan Mang Asep ini, timbullah kecurigaan Mama terhadap Mang Asep dan membicarakan hal ini padaku. Aku pun memberi saran pada Mama untuk meruqyah tanah tersebut dengan bantuan Ustadz Rahman dan Mama pun menyetujuinya.

Keesokan harinya datanglah Ustadz Rahman bersama dengan temannya ke rumahku.


“Assalamualaikum Bu” Ustadz Rahman memanggil dari balik gerbang.

“Waalaikumsalam Ustadz” jawab Mama, lalu membukakan gerbang dan mempersilahkan masuk

“Permisi Bu, saya bawa temen saya ya Bu”

“Oh, iya gak apa-apa Ustadz, silakan masuk”

“Tanah yang mana bu yang mau di ruqyah?” tanya Ustadz Rahman heran, karena tanah tersebut sudah di ruqyah sebelum Papa meninggal.

“Disana Ustadz pas di pohon kersen”

“Oh iya, nanti Nayla aja yang antar saya kesana ya. Supaya pelakunya tidak curiga” 

“Oiya, Ustadz. Laa… La…” teriak Mama, Aku segera menuju ke ruang tamu

“Iya Ma”

“Kamu anterin Ustadz Rahman ke tanah yang ditaburi tadi”

“Iyaa… Mari Ustadz”


Aku mengantar Ustadz Rahman ke tanah tersebut, setelah berdiri di tempat itu selama beberapa menit.

“Gimana Ustadz?” Aku menghampirinya

“Nanti kita ngobrol di rumah sana aja”

Aku dan Ustadz Rahman segera pergi dari tempat itu.

“Jadi gimana Ustadz?” tanyaku penasaran sambil duduk di ruang tamu

“Tidak ada apa-apa sebetulnya, karena dia hanya meninggalkan jin qorinnya dia disitu untuk memantau pembangunan ini dan itu tidak akan memberikan efek apapun terhadap tanah maupun proses pembangunan”

“Oh gitu ya Ustadz”

“Ibu tenang saja tidak perlu khawatir” Ustadz Rahman berusaha menenangkan Mama

“Kalau begitu saya izin pamit ya Bu”

“Oiya Ustadz, ini ada sedikit buat Ustadz. Terima kasih ya Ustadz” kata Mama sambil memberikan amplop.

“Oiya Bu, sama-sama”


Kemudian Ustadz Rahman pun pulang.


Pembangunan gudang ini memerlukan waktu yang cukup lama, sudah hampir dua bulan pembangunannya pun belum selesai. Hingga suatu saat Ustadz Rahman itu mendatangi rumahku lagi.

Suatu hari Aku bertemu seorang Pria memakai hoodie (jaket yang memiliki penutup kepala) berwarna hitam memberikan surat cinta padaku namun aku tidak mengetahui siapa pria tersebut wajahnya pun tidak terlihat namun dari fisiknya sepertinya dia seseorang yang sangat tampan setelah memberikan surat itu kemudian dia pergi begitu saja dan menghela nafas panjang aku mencari kesana kemari namun tidak aku jumpai lagi lelaki itu, dan aku terbangun dari tidurku empat pada pukul empat pagi.


Aku penasaran siapa pria itu. Pria yang hadir di mimpiku secara tiba-tiba, karena sekarang aku tidak sedang dekat dengan pria manapun.


“Assalamualaikum Bu” Ustadz Rahman tiba-tiba muncul dan berdiri di depan pintu gerbang. Aku dan Mama yang sedang duduk di kursi depan bingung dengan kedatangan Ustadz Rahman, beliau datang sendirian.

“Waalaikumsalam Ustadz” jawab Mama, lalu mempersilahkan Ustadz Rahman masuk ke ruang tamu.

“Ada apa Ustadz, kok mendadak kesini. Biasanya ngabarin dulu” kata Mama penasaran


“Gini Bu, punten sebelumnya… Mbak Nayla niat saya kesini adalah untuk menawarkan jodoh untuk mbak Nayla, anak ini orangnya soleh rajin ke masjid, saya juga kenal dekat sama bapaknya, rumahnya itu dekat dengan rumah saya Bu, Kalau secara fisik ya… sesuai lah dengan kriteria Mbak Nayla. Mbak Nayla kan sukanya cowoknya yang agak sipit-sipit Korea gitu ya… nah dia itu seperti itu mbak, dia kemarin baru lulus kuliah kesibukannya sekarang sedang membantu bapaknya untuk bekerja memeriksa pengerjaan proyek karena bapaknya itu kerja sebagai mandor, Bu. Untuk agama Insya Allah bisa membimbing Mbak Nayla, jika Mbak Nayla berkenan saya akan antarkan orangnya kesini”

“Kalau itu, saya pikir-pikir dulu Ustadz. Karena saya juga belum siap, banyak hal yang harus saya perbaiki dan bapak juga baru saja meninggal jadi saya belum siap” Aku kaget mendengar ucapan Ustadz Rahman, seolah seperti mimpi.

“Ya, saya juga ingin anak saya dapat imam yang bisa membimbing Ustadz, tapi sekarang kan lagi ada pembangunan di sebelah jadi masih banyak yang dipikirkan, kalau dari Nayla gimana?”

“Oh iya baik, tidak apa kalau begitu mungkin beberapa minggu lagi kalau Mbak Nayla sudah siap bisa kabarin saya. Kalau begitu saya izin pamit ya Bu… Mbak…” Ustadz Rahman pulang bersama temannya.

“Iya ustad”


Setelah Ustadz itu pulang, Aku pun merasa senang karena di umurku yang sudah menginjak 26 tahun, Aku belum memiliki pasangan atau sedang dekat dengan orang lain. Meskipun Aku belum berjumpa dengan orang itu tapi Aku merasa percaya kepada Ustadz Rahman. 

Apakah ini jawaban dari semua doa-doaku? 

Apakah Allah akan memberikan pendamping terbaik yang sangat aku inginkan?

Setelah Allah mengambil kembali Papaku?


Mendengar kabar tersebut, Aku merasa sangat senang Aku sangat menantikan kedatangan laki-laki itu dan berharap suatu saat akan bertemu dengan cara yang diridhai Allah. Menurut cerita Ustadz Rahman, sepertinya dia adalah lelaki yang aku cari selama ini, Aku sangat percaya pada Ustadz Rahman dan beliau tidak mungkin berbohong. Beliau adalah orang kepercayaan keluarga kami yang selalu menjadi penasehat ketika kami sedang berada dalam masalah. Apalagi semenjak Papa meninggal, hubungan kami semakin dekat. Hampir setiap bulan Ustadz Rahman selalu datang ke rumah kami.

Suatu hari Ustadz Rahman datang kembali ke rumah kami, beliau menawarkan untuk meruqyah Aku dan Adikku. Beliau mengatakan bahwa Aku dan Adikku ini memiliki kesalahan sifat seharusnya karakter suhu dingin yang sekarang dimiliki Adikku adalah sifat yang Aku miliki begitupun sebaliknya dan ini akan berpengaruh kepada terhalangnya jodoh kita masing-masing.

Mendengar hal itu, Aku merasa terkejut dan percaya pada ucapan Ustadz Rahman, selama berhari-hari Aku memikirkan hal ini hingga suatu hari Aku beserta keluargaku berinisiatif untuk datang ke tempat terapinya. 

“Ma… gimana kalau kita datang ke tempat terapinya Ustadz Rahman, kayaknya Aku mau ruqyah sama Nabil Mah, sekalian kita main ke tempat terapinya Ustadz Rahman kita kan belum pernah kesana Mah, dulu Ustadz Rahman nawarin kita buat main kesana”

“Ya… Ayo aja kita kesana. Mau kapan?”

“Kalo hari minggu besok gimana Mah? kan tukang bangunan mau pada libur tuh satu minggu kedepan ya… lumayanlah kita sekalian jalan-jalan ke Cikampek”

“Ya… kalau Mama ayo aja ntar ya, Mama mau hubungin Ustadz Rahman dulu supaya dia yang menyiapkan semuanya”

Beberapa bulan lalu, Ustadz Rahman datang ke rumah kami dan menawarkan untuk meruqyah Aku dan Adikku ketika kami sudah siap. Karena permasalahan ku ada di sifat kami yang tertukar, kami diminta untuk Aqiqah ulang.

Mengingat hal itu, menurutku minggu ini adalah waktu yang tepat untuk Aku dan Adikku melaksanakan terapi itu dan semuanya telah disiapkan oleh Ustadz Rahman termasuk domba, pemotongnya dan tukang masaknya. 

Hari minggu telah tiba, Aku, Mama dan Adikku pergi ke tempat ruqyah Ustadz Rahman. Kami pergi ke sana hanya bermodalkan petunjuk peta di internet yang diberikan Ustadz Rahman. Kami berangkat dari rumah pukul tujuh pagi menggunakan mobil pribadi kami menuju Cikampek, perjalanan kesana membutuhkan waktu lebih dari satu jam. Namun kami salah jalan, kami terjebak di sawah-sawah dan jalan yang buntu serta bebatuan, sehingga mobil kami terperosok ke aliran air. Kami meminta bantuan warga sekitar di pagi hari itu sangat jarang orang keluar rumah, syukurlah ada dua orang pria yang hendak pergi ke sawah melihat kami dan melihat mobil kami terjebak masuk ke lubang air. Mereka membantu kami agar bisa keluar dari lubang air itu. 

Aku dan Mama panik ketakutan, khawatir mobil kami kenapa-kenapa…

“Kok bisa sampai ke perosok gini Bu… kenapa?” tanya salah satu dari bapak yang ingin pergi ke sawah tersebut.

“Tadi mundur Pak, cuma kebablasan jadi terperosok ke lubang ini” jawabku dengan nada panik

“Oh iya hati-hati ya… Bu, lain kali soalnya di sini memang jalannya gak begitu luas. “Memangnya Ibu sama Bapak mau kemana?” tanya orang itu lagi

“Kami mau ke rumah teman kami Pak, karena belum pernah kesana jadi kita ngikutin peta di internet aja. lalu kami nyasar kesini” Mama panik

“Kalau boleh tahu di daerah mana Bu tempatnya?”

“Di daerah Kotabaru Pak, masuk ke Perumahan Griya Bunga” Mama menunjukkan peta dari internet pada Bapak itu

“Oh, kalau itu disebelah sana Bu… bukan di sebelah sini. Itu salah masuk gang” kata Bapak tersebut sambil menuju ke arah Barat.

“Oh iya, terima kasih Pak… Bapak bisa tolong dorongin mobil ini Pak” kata Adikku

“Oh iya bisa Kak, Mang Ujang… Ayo Mang bantuin dorong mobil ini Mang” Bapak itu mengajak temannya.

Berkat bantuan dua bapak yang ingin pergi ke sawah tersebut, mobil kami bisa keluar dari lubang air itu. Lalu, kami segera menghubungi Ustadz Rahman kalau kami terlambat datang ke tempatnya dan memberitahukan kepadanya kalau kami mendapat musibah. 


“Assalamualaikum Ustadz, maaf kami terlambat datang ke tempat Ustadz. Ini saya lagi kena musibah mobilnya terperosok ke lubang air”

“Waalaikumsalam, ya Allah Ibu… tapi Ibu nggak apa-apa Bu? Ada di mana sekarang? boleh share lokasinya Bu ke Whatsapp saya ya… nanti saya jemput pakai motor ya, ditunggu ya Bu”

“Iya Ustadz”

Mama sudah membagikan lokasi kepada Ustadz Rahman, namun beliau belum datang juga. Padahal jarak dari tempat beliau ke tempatku saat ini hanya 20 menit. Sementara itu, kami sibuk membantu mendorong dan mengeluarkan mobil kami dari lubang tersebut. 

Dalam waktu 15 menit mobil kami bisa terbebas dari lubang air itu.

Lalu, kami keluar dari perkampungan itu dan kembali ke gang yang telah kami lewati tadi. Sesampainya disana, kami memasuki sebuah perumahan yang cukup luas dengan persawahan dan rumah-rumah kecil, terlihat di pojok sana Ustadz Rahman sedang melambaikan tangan. Akhirnya, kami telah sampai di tempat Ruqyah Ustadz Rahman.


“Masya Allah… Ibu tadi kejebak di mana? 

“Di gang sana Ustadz, kampung sebelah. Beda banget sama perumahan ini, tadi kita masuk ke sawah-sawah, eh tahunya tembus ke jalan buntu Ustadz”

“Ya Allah Ibu… maaf tadi nggak sempat jemput, karena motornya lagi dipakai ternyata sampai sekarang belum balik-balik ini motor saya dipakai sama tetangga”

“Ibu silakan masuk… Nayla, Nabil silakan masuk…”

Kami pun memasuki tempat Ruqyah Ustadz Rahman yang terletak di tengah-tengah persawahan, tapi anehnya tempat ini begitu tersembunyi. Tempatnya terletak di bawah jalan besar, sehingga kita harus berjalan turun agar sampai ke tempat itu. Sesampainya di sana, suasananya begitu sejuk dan damai ada kolam ikannya juga dan pemandangan sawah yang dapat kita lihat di sekeliling tempat itu, tak menunggu lama datanglah domba-domba pesanan kami, ada tiga domba dua untuk Adikku dan satu untukku.

“Ibu ini domba-dombanya yang dipesan kemarin, dua domba laki-laki dan ternyata kemarin saya salah beli Bu, saya kira dombanya itu memang gemuk tapi ternyata dombanya itu lagi hamil. Sebetulnya dalam Islam juga tidak ada larangan ya, Bu… ya kalau Aqiqah itu dombanya harus jantan, tapi karena saya kemarin susah nyari domba jadi ya… yang ada aja gitu Bu, di pasaran dan kebetulan memang domba yang kemarin itu gemuk cuman lagi hamil, ini aja saya nyari lagi dombanya. Lalu domba yang lagi hamil itu saya titipin ke tetangga Bu, barangkali suatu saat nanti kalo melahirkan bisa kita jual lagi atau bisa kita kembangbiakkan Bu dombanya”

“Oh iya, nggak apa-apa Ustadz yang penting sekarang domba-dombanya udah ada kan ya Ustadz, ini jantan semua kan ya… gak ada yang hamil” kata Mama sambil memeriksa domba-domba itu.

“Untuk Aqiqah kenapa mencari domba yang betina sih, wah gak bener nih orang” (Gumamku dalam hati).

“Baik Ibu apa bisa kita memulai proses pemotongan dombanya”

“Iya Ustadz, boleh Nayla dan Nabil silakan menyaksikan pemotongan domba ini, saya akan membacakan doa Aqiqah atas nama Nayla Esha Ramadhani binti Muhammad Basid dan Muhammad Nabil Ismail bin Muhammad Basid saya niatkan Aqiqah ini untuk membatalkan Aqiqah yang terdahulu dan perbaikilah sifat mereka sesuai kodratnya masing-masing, bismillahirrahmanirrahim Allahu Akbar…”


Dan tersembelihlah ketiga domba-domba itu, lalu domba-domba itu pun dibawa pergi ke tukang masak Aku beserta Ibu dan Adikku tetap berada di tempat ruqyah tersebut dengan beberapa anggota tim ruqyahnya Ustadz Rahman. Kami menikmati pemandangan di sekitar dan tidur siang hingga sholat zuhur berjamaah di tempat itu.

Sambil menunggu gulai kambing yang belum datang, kami pun duduk di pinggir sawah sambil menikmati pemandangan dan angin yang berjalan lembut menyapa pori-pori kulit, cuacanya terlihat panas, namun Aku merasakan kesejukan disini.

Tak lama kemudian, datanglah seorang Ibu beserta dua anaknya dan Pak Mulyadi. 

Pak Mulyadi ini adalah salah satu anggota tim ruqyah Ustadz Rahman yang pernah datang ke rumah kami, beliau bersama Ustadz Rahman mencari bahan material pembuatan Alat Sumur Bor karena beliau adalah mandornya, jadi beliau diajak Ustadz Rahman untuk ikut datang memilih bahan-bahan di toko kami, tak menyangka kami pun akan bertemu di tempat tersebut. Pak Mulyadi datang bersama istrinya, kedua anaknya laki-laki dan perempuan, anak laki-lakinya begitu tampan tidak mirip dengan kedua orang tuanya, kulitnya bersih, matanya sipit, rambutnya lebat dan hitam senyumnya yang manis seperti artis Korea, dia sangat tampan sekali dan anaknya yang perempuan masih berusia 10 tahun, Istri Pak Mulyadi ini ramah sekali beliau mengobrol dengan Mama dan Aku.

Tak lama kemudian, datanglah gulai kambing yang wangi dan lezat khas timur tengah ke tempat itu beserta beberapa orang tim ruqyah Ustadz Rahman kami semua berkumpul di ruang tamu dan menikmati gulai kambing tersebut.

“Ayo Ibu, Nayla, Nabil silakan dimakan. Ini yang masak hebat banget orangnya, masakannya itu selalu enak” kata Ustadz Rahman sambil menghidangkan gulai kambing dan lauk pauk lainnya.

“Iya Ustadz wanginya beda ya… kaya bumbu timur tengah gitu” ucap Mama sambil menyendok gulai kambing.

Aku pun segera mengambil nasi dan gulai kambing yang sudah mulai berkurang itu

“Hhhhmmmm…” rasanya enak sekali, bumbu khas timur tengah sangat enak, wanginya pun sangat kuat, Aku sangat menikmatinya. Orang-orang pun bisa menambah lagi dan lagi. 

“Ayo Laila, nambah lagi sedikit amat ngambilnya” kata Ustadz Rahman

“Iya Ustadz ini saya mau nambah lagi” ujarku

“Nayla, itu tuh cowok yang mau saya kenalin sama kamu, namanya Raihan” ucap Ustadz Rahman sambil menunjuk anak laki-lakinya Pak Mulyadi. Mendengar hal itu Aku pun tersenyum senang,   

Ternyata ganteng juga anaknya Pak Mulyadi, benar ya kata Ustadz Rahman secara fisik dia memang tipe Aku sih, tapi Aku belum tau dia tipikal orang yang seperti apa, karena Aku belum mengenalnya.

Lalu Ustadz Rahman menghampiri keluarga Pak Mulyadi, entah apa yang mereka bicarakan sepertinya serius sekali. Tak lama kemudian, istri Pak Mulyadi menghampiri Mama.


“Ummi… Ummi… main ke rumah yuk, rumah saya dekat dari rumahnya Ustadz Rahman”

“Oh iya… Insya Allah, kapan-kapan saya mampir. Kalau sekarang saya lagi buru-buru udah sore juga, Bu” kata Mama 

“Oh gitu ya, padahal sayang banget Ummi rumah saya dekat dari sini, ya nanti kalau ada waktu mampir ya Ummi… saya pamit pulang dulu. Assalamualaikum…”

“Waalaikumsalam…” kami pun bersalaman

Kemudian keluarga Pak Mulyadi pergi meninggalkan tempat ini. Hanya istri Pak Mulyadi yang berpamitan pada kami.

Lihat selengkapnya