Sayembara

Ema Riyanawati
Chapter #2

Ketimpangan Demi Ketimpangan

Minggu lalu, Fahrani mengirim lamaran ke Mamba Briket sebagai admin. Sebuah pabrik arang yang sudah buka selama 1 dekade di desanya. Dalam informasi lowongan itu, dibutuhkan admin dengan kualifikasi, perempuan, single, menguasai office, berpenampilan menarik, bisa bekerja sama dalam tim, tahan banting, minimal SMA dan maksimal usia 30.

Ia baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke 29. Aman.

Akhirnya ia mendapatkan panggilan interview. Saat masuk ke dalam pabrik, ia kaget karena bertemu dengan segerombolan pria yang keluar dengan kulit hitam legam karena bercampur arang. Satu-satunya yang menandakan bahwa mereka manusia adalah mata dan gigi mereka.

Gerombolan itu berjalan menuju area terbuka dan makan siang. Tanpa Fahrani menyadari, salah satu dari mereka memerhatikan langkahnya.

“Fahrani Daniswara Riyadi” pria itu mengeja namanya. “Anaknya Pak Riyadi Vespa?”

“Bukan, pak. Bapak saya Pak Din. Suroto Wasidin”

“Kok Riyadi?”

“Soalnya, lahir waktu hari raya idul fitri.” Mendengar jawaban Fahrani, pria itu hanya mengangguk saja sambil membaca CV. Jika diperhatikan, penampilan pria itu tidak mirip staf HRD atau karyawan di pabrik ini. Lebih mirip preman pasar.

“Sudah lama kerja di bank, kenapa keluar?”

“Kontraknya sudah habis. Jadi mau nyari kerja yang dekat dengan rumah. Pengalaman selama tujuh tahun, saya rasa cocok untuk pekerjaan di pabrik ini.”

“Jadi, kalau kerja di sini nanti kamu juga harus menyerahkan ijazah asli ya. Sama tanam modal dulu dua juta. Nanti satu tahun, itu uangnya kembali.”

“Tanam modal?” Fahrani kaget karena hal itu tidak disampaikan pada informasi loker.

“Iya, biasanya banyak yang sudah di terima kerja dua minggu lalu kabur. Soalnya kerja sama uang memang resiko. Mbak Fahrani pasti sudah pahamlah. Cari kerja jaman sekarang susah kalau tidak ada yang bawa.”

Pria itu terus berbicara dengan mata berbinar. Sesekali matanya yang berwarna semu kuning itu berpindah dari wajah Fahrani ke bagian dada. Bibirnya yang hitam sudah pasti menjelaskan bahwa dia adalah perokok super berat serta pembual.

“Ya, nanti saya hubungi secepatnya” Pria itu mengakhiri sesi interview yang terasa membosankan.

Fahrani keluar sambil mengumpat dalam hati.

Niat kerja karena tidak punya uang malah disuruh bayar dua juta. Mana kerjaannya tidak jelas begini. Tahan ijasah asli.

Lihat selengkapnya