Sayonara, Aishiteru

Muna al syifa
Chapter #2

Chapter 2

"Sakura, apa kau yakin akan berangkat ke Kyoto besok?" tanya sahabatku, Toshiro.

"Tentu saja. Apa kau takut akan merindukanku?" kumainkan alisku naik turun dengan senyuman jahil menggoda Toshiro.

Pemuda berambut coklat jabrik itu menghentikan kegiatannya yang membantuku mengemas beberapa barang yang akan ku bawa esok. "Kalau itu sudah pasti. Aku pasti akan sangat merindukanmu, Sakura-chan," tutur Toshiro dengan tatapan sendu.

Aku tersenyum getir. Sejujurnya, aku juga tidak bisa jika harus meninggalkan sahabat-sahabatku di sini. Namun,ini semua memang yang terbaik untuk diriku. Aku menepuk bahu Toshiro pelan. "Tenang saja. Aku pasti akan sering berkunjung ke sini mengunjungi kalian,"

Toshiro mengambil sebelah tanganku yang masih bertengger di bahunya dan menggenggamnya erat, "Sakura-chan, aku selalu berdoa untuk kebahagiaanmu. Lupakan, Daisuke. Di luar sana masih banyak pria yang jauh lebih baik darinya," sudut bibir Toshiro tertarik. Menorehkan senyuman lebar di wajahnya.

Ya, Toshiro dan Ayumi memang mengetahui perasaanku terhadap Daisuke. Tanpa ku beritahu pun mereka menyadari, jika aku memang mencintai Daisuke. Namun, kenapa Daisuke sendiri tak menyadari perasaanku? Sementara orang lain saja bisa menyadarinya.

Melihat Toshiro tersenyum menyemangatiku, membuatku ikut menarik sudut bibirku. Ku balas dengan senyuman manis yang terpatri di wajahku. "Terima kasih, Toshiro. Semoga kau juga selalu berbahagia bersama Yuki," doaku tulus ku sampaikan untuk dirinya.

"Baiklah. Sekarang mana lagi yang harus ku kemasi?" tanya Toshiro penuh semangat.

Aku tersenyum simpul melihatnya, "sudah cukup. Semuanya sudah siap," aku menghela napas lega. Akhirnya, barang-barang yang akan ku bawa besok sudah selesai ku kemasi semua. Aku hanya membawa barang yang sekiranya ku butuhkan selama berada di sana. Tak mungkin kan jika aku harus membawa kulkas, sofa dan juga ranjang tidurku. Bisa-bisa aku di kira akan pindah rumah selamanya. Padahalkan niatku ke Kyoto hanya ingin menenangkan diri dan menata kembali hatiku yang telah hancur ini.

"Apa kau sungguh tak ingin memberitahu Daisuke mengenai kepergianmu besok?"tanya Toshiro kembali.

Mendadak dadaku terasa sesak. Hatiku berdesir kala Toshiro menyebut namanya. Mataku terasa basah oleh air mata yang siap melesak keluar. Namun, aku mendongak menahan agar air mata ini tak lagi menetes. Sudah cukup aku menangisi Daisuke selama ini.

"Tidak sekarang. Aku akan memberitahunya saat aku sudah sampai di Kyoto besok," ucapku sembari menundukan pandangan. Lagi dan lagi. Bayangan Daisuke terlintas kembali dalam benakku. Tidak. Aku tidak boleh terus mengingatnya. Aku harus bisa melupakannya. Segera ku enyahkan segala pikiran tentang dirinya.

"Baiklah, kalau memang itu keputusanmu. Kau tau mana yang terbaik untuk dirimu," tangan Toshiro mengacak pucuk kepalaku. Membuat ku menengadah menatapnya.

"Toshiro, aku pasti juga akan sangat merindukanmu dan Ayumi. Tapi, jika aku tetap berada di sini, akan sulit untukku melupakan Daisuke," berat memang untuk berpisah dengan orang-orang yang kita sayangi.

"Aku tahu. Semangatlah. Meskipun kita jauh, kita masih tetap bisa berkomunikasi, kan. Tak usah sedih begitu," Toshiro melangkah menuju sofa ruang keluarga. Merebahkan dirinya di sana.

"Iya, kau benar," balasku sembari tersenyum.

.

.

.

Drrrrttt drrrrtttt

Getaran ponsel berwarna pink ku menyita perhatianku saat aku masih mengeringkan rambutku yang masih basah seusai aku membersihkan diri. Tertera nama Daisuke-kun di layar ponsel ku. Mataku bergerak gelisah. Aku bimbang harus mengangkat panggilan darinya atau tidak. Jika aku mengangkatnya, aku khawatir itu akan membuatku lemah dan gagal untuk melupakannya. Namun, jika aku tak mengangkatnya, aku takut membuat ia khawatir padaku. Aku menggeleng pelan. Tidak-tidak. Daisuke tidak mungkin akan mengkhawatirkan diriku jika hanya sekali saja aku tak menggangkat panggilannya. Untuk apa dia khawatir? Sekarang pasti ia sedang berduaan bersama Harumi. Segera ku tekan tombol berwarna merah mereject panggilannya. Lalu dengan sengaja ku matikan ponselku.

"Hahhh..," aku menghela napas lelah. Kuyakinkan kembali dalam diriku. Sudah hampir setengah jalan aku melangkah. Aku tidak boleh menyerah. Aku tidak boleh lemah. Ada atau tidaknya keberadaanku di sini, tidak akan merubah apapun. Daisuke tidak akan mungkin tiba-tiba membalas perasaanku. Aku tahu, dia sangat mencintai kekasihnya, Harumi.

Lihat selengkapnya