Scar

Sekarmelati
Chapter #7

Bab 6. Kucing Bermata Satu


Aku bisa mengenali seekor kucing dari jarak jauh sekalipun. Ketika Bayu memarkir mundur mobilnya, aku melihat sekelebatan sosok hewan di belakang kami. Awalnya aku ragu, tapi instingku mengatakan ada seekor anak kucing sedang bersembunyi di bawah tanaman perdu tinggi yang membatasi lahan parkir.

"Jangan lupa amplopnya," kata Bayu sambil menutup pintu. 

"Sudah kusimpan di dalam tas," jawabku tanpa melihatnya. Aku masih celingukan ke arah bagian belakang mobil. 

"Cari apa? Ada yang jatuh?" Bayu ikut mencari-cari.

"Sepertinya tadi aku melihat sesuatu."

"Sesuatu apa?" Bayu melongok ke belakang. "Tidak ada apa-apa di sana."

Aku masih berdiri di samping pintu. Ada perasaan enggan untuk beranjak. Aku harus tahu apa yang kulihat itu benar-benar kucing atau bukan.

Sejak dulu, kucing selalu menjadi hewan favoritku. Waktu aku kecil, rumahku selalu menjadi jujukan kucing liar. Orang tuaku tidak pernah sengaja memelihara kucing-kucing itu. Di rumah kami, kucing bebas datang dan pergi kapan saja. 

Kadang seekor kucing betina muncul dalam keadaan bunting. Tanpa rasa takut kucing itu melenggang ke dalam rumah, mengendus-endus, dan menyelinap ke tempat-tempat tersembunyi di dalam rumah. Instingnya seolah mengatakan bahwa rumahku adalah tempat yang aman untuknya melahirkan. 

Bayi-bayi kucing begitu menggemaskan. Mereka seperti anak tikus berbulu halus. Tidak terhitung sudah berapa induk kucing yang melahirkan anak-anaknya di rumahku. Mama tidak pernah mengusir mereka. Ia akan melumat ikan pindang dengan nasi untuk sang induk agar dapat menyusui anak-anaknya. Aku sering menghabiskan waktu dengan berjongkok sambil memperhatikan keluarga berbulu itu.

Ketika bayi-bayi kucing berubah menjadi anak kucing, kekacauan mulai terjadi. Anak-anak kucing sangat aktif. Baterai mereka seolah tak habis-habis. Mereka menginjak-injak tanaman Mama dan bergelut satu sama lain. Tak bosan-bosan aku mengajak mereka bermain. Anak-anak kucing itu kugendong bergantian.

Anak-anak kucing itu akan membesar lalu satu per satu meninggalkan rumah kami untuk memulai petualangan baru.

Sampai sekarang, aku punya perhatian khusus untuk anak-anak bulu itu. Aku selalu membawa botol berisi makanan kering di dalam tas. Setiap kucing liar yang beruntung bertemu denganku bisa mendapat jatah makan. Tidak banyak, tapi paling tidak makanan itu bisa mengganjal perut mereka. Aku juga tidak melakukan street feeding seperti pecinta kucing lainnya. Menurutku, insting kucing liar harus dipelihara agar mereka tetap mandiri dan tidak menggantungkan diri kepada manusia. 

Bayu menggamit lenganku. "Sudah hampir gelap, Ran. Jadwal doktermu sebentar lagi," katanya, menunjuk jam di pergelangan tangannya. "Kita bahkan belum mengisi berkas-berkas di depan."

"Iya, iya, kenapa buru-buru sih?" kataku sambil bersungut-sungut.

Sebelum meninggalkan mobil, aku menyempatkan diri menoleh sekali lagi. Di antara rimbun tanaman perdu, sekilas aku menangkap kilauan mata. 

"Ayo, Ran." Bayu memanggil lagi. Ia sudah berjalan meninggalkanku. 

Aku bergegas mengikutinya. 


...


Sesuai prediksiku, tidak ada kabar baru yang mengejutkan. Hasil biopsi itu memperjelas semuanya. Benjolan di atas payudara kiriku bersifat ganas dan harus dioperasi secepatnya. Menurut hasil laboratorium, kankerku berada di stadium 2. Stadium awal, yang berarti masih ada harapan besar untuk sembuh. Tindakan operasi adalah solusi tercepat untuk mencegah penyebarannya. 

Di dalam ruangan periksa tadi, Dokter Saraswati menyuruhku untuk melakukan mastektomi. Mastektomi adalah prosedur operasi yang mengangkat seluruh atau sebagian jaringan payudara, termasuk bagian puting, areola, kelenjar getah bening dan sebagian kulit. Bahasa sederhananya adalah: aku akan kehilangan satu payudara. 

Tindakan operasi itu sesuai dengan informasi yang kucari. Aku tidak akan memiliki payudara kiriku lagi setelah operasi besar itu dilakukan. 

Aku dan Bayu belum benar-benar membicarakan soal operasi itu. Pembicaraan kami masih berputar-putar di keraguan apakah benjolan itu berbahaya atau tidak. Dan sekarang, setelah hasil biopsi sudah keluar, kami harus mulai membicarakan tindakan itu lebih dalam. 

Aku tidak tahu apa pendapatnya jika memiliki istri dengan satu payudara. Payudaraku bukanlah topik yang sering kami bahas dalam obrolan sehari-hari.

Selama ini Bayu tidak pernah mengeluhkan soal payudaraku. Satu dua kali ia memang bilang jika payudaraku tidak kencang lagi. Dan aku membalasnya dengan memberi usulan untuk menambahkan silikon ke dalam dadaku. Usul yang langsung dimentahkan olehnya karena menurutnya operasi semacam itu tidak penting. 

Aku tidak pernah mengerti kemauannya. Banyak laki-laki yang mengharapkan pasangannya berpenampilan sempurna bagai boneka Barbie, tapi kemudian meralatnya dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal setelah kami, kaum perempuan, menantang balik dengan operasi implan payudara yang tidak murah. Kurasa itu karena mereka tidak punya nyali untuk mengakui keinginannya, atau karena memang tidak ada dana ekstra untuk hal-hal semacam itu. 

Dokter Saraswati menyarankan kami untuk memakai BPJS untuk operasi itu. Mastektomi, kemoterapi, dan obat-obatan lainnya akan dicover tanpa kecuali. 

Aku memikirkan Bayu. Sungguh lucu, ketika kau dihadapkan dengan penyakit dan pilihan-pilihan yang menyertainya, kau malah memikirkan orang lain. Bukan hanya soal pengangkatan payudara, melainkan juga soal biaya operasi dan hal-hal lainnya. 

Aku tidak ingin memberatkannya. Pandemi ini begitu sulit untuk kami dan untuk jutaan orang lainnya. Ketika gerak dibatasi dan pekerjaan dipersulit. 

Berita PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja banyak terjadi di masa pandemi ini. Perusahaan-perusahaan banyak yang tidak beroperasi sehingga banyak karyawan yang dirumahkan. Untuk Bayu, proyek-proyek mengalami penundaan dan dihentikan entah sampai berapa lama. Roda perekonomian macet. Rakyat bertahan hidup dari tabungan dan bantuan orang lain. Pemerintah memberikan bantuan yang sayangnya tidak merata. 

Pengobatan kanker ini akan membutuhkan banyak biaya. Dan untuk saat ini kami tidak mampu melakukan operasi dengan biaya mandiri. 

Karena kami memilih untuk mengambil BPJS, akan ada alur yang harus dilalui. Langkah awalnya adalah dengan datang ke Puskesmas untuk meminta rujukan rumah sakit mana yang sanggup melakukan operasi tersebut, lalu kami harus datang ke RSUD sebagai bagian dari birokrasi agar aku tercatat sebagai pasien BPJS.

Lihat selengkapnya