Scar

Sekarmelati
Chapter #15

Bab 15. Kehilangan


Jangan tanya bagaimana keadaanku. Seandainya bisa, aku ingin menutup rapat telingaku agar tidak perlu mendengar pertanyaan yang itu-itu saja dari orang tuaku, dari Bayu, dan dari orang tuanya. Semuanya menanyakan hal yang sama: Bagaimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja? Asal kalian semua tahu, aku merasa luar biasa!

Kadang niat baik seseorang tidak banyak membantu. Aku ingin menjalani semuanya dengan senyap. Aku ingin menyelesaikan semua sesi kemoterapiku dengan tenang. Aku ingin sendirian. 


Aku lelah. Secara mental dan fisik. Dan aku kelaparan. Nyaris tidak ada makanan yang bisa masuk karena semua jenis makanan membuatku mual. Bahkan makanan kiriman dari orang tua Bayu tidak bisa lagi menggugah selera. Bayu makan sendirian, dan ia mulai cemas. Aku hanya makan tiga sendok nasi lalu berhenti. Menelan makanan selalu menantang. Lidah terasa pahit.

Secara fisik, aku memang terlihat lebih kurus. Jujur saja, aku merasa jelek. Kulitku kering dan mukaku pucat. Mataku cekung seperti tidak tidur berhari-hari. Kedua alisku sudah hilang. Dan kepalaku sudah benar-benar licin sekarang. Aku sudah resmi tampak seperti orang sakit. Pantas saja Bayu selalu melihatku dengan mata iba. Dan itu membuatku sadar, betapa menyedihkan penampilanku tanpa rambut. 


Nasi utuh di dalam penanak nasi. Roti coklat yang dibeli Bayu pun tidak kusentuh. Bahkan meneguk air putih terasa seperti sedang mengulum besi berkarat. Sungguh sangat menyiksa. Aku mengakalinya dengan memasukkan es batu banyak-banyak ke dalam gelas. Air yang benar-benar dingin bisa kutelan. 

Perutku berbunyi lagi. Kopi dan Foxy terbangun ketika melihatku berjalan ke meja makan. Penasaran aku membuka tudung saji. Sepiring tahu isi membuatku menelan air liur. Entah kenapa tahu itu tampak sangat enak. Aku bisa membayangkan menggigit tahu yang berair dan mengunyahnya tanpa rasa mual. 

Aku duduk dan mengambil satu tahu. Mataku terpejam ketika aku menggigitnya. Rasanya enak sekali! Aku menghabiskan tahu itu, lalu mengambil satu lagi. Sebentar saja tahu itu habis tidak bersisa. Ada lima tahu isi berukuran besar di atas piring itu, dan aku dengan cepat menghabiskan semuanya. Dan aku merasa baik-baik saja. Jika besok aku tidak muntah sama sekali, berarti aku bisa minum kopi. Hmm ...


Perawat yang berjaga di kamar kemoterapi waktu itu pernah bercerita, salah satu pasiennya hanya bisa makan jambu air setelah dikemo. Karena itu, setiap kali ada jadwal kemoterapi, ia menyetok jambu air sebanyak-banyaknya. Perawat itu juga bilang, makan apa saja yang bisa dimakan. Jangan sampai perut kosong. Pasien kemoterapi membutuhkan banyak makanan bergizi untuk memulihkan kondisi tubuhnya. 

Ia juga menawariku untuk minum susu khusus, dengan kandungan gizi yang dibutuhkan penderita kanker. Aku tertarik dan membeli satu kotak. Ternyata aku hanya bisa meminumnya satu kali. Aku terlalu mual untuk mencobanya lagi. 


Obat kemoterapi sangat keras. Kantong obatnya dilapisi dengan plastik berwarna hitam agar tidak terkena cahaya. Aku bisa melihat isinya ketika cairan itu mengalir melalui selang. Warna oranye terang yang memualkan. Cairan itu bertahan di dalam tubuhku dan baru benar-benar hilang setelah beberapa kali buang air kecil. 

Aku minum segelas air dingin lalu pergi ke halaman belakang untuk berjemur. Sebuah bangku kayu sengaja ditaruh di tengah halaman. Dedaunan pohon belimbing yang rimbun bergoyang-goyang pelan tertiup angin. Sebuah belimbing masak pohon meluncur jatuh ke dekat kakiku. 

Aku menunduk dalam-dalam Tengkukku terasa hangat. Bulir keringat mengalir melewati bekas luka di dada kiriku. Lukaku masih kelihatan buruk, tapi aku jarang merasakan nyeri lagi. Kakiku ikut kujemur. Kulit di sela jari kakiku tampak memerah. Salah satu efek obat yang baru kualami sekarang adalah gatal tak tertahankan di sela-sela jari kakiku. Aku tidak bisa menahan tanganku untuk tidak menggaruk. Gatalnya baru hilang setelah kulitku terkelupas. Rasa gatal berganti perih. Seolah belum cukup, aku menggesek-gesekkan jari kakiku ke seprai atau guling sampai lukanya kembali terbuka dan gatalnya mereda. 

Satu hal lucu terjadi kemarin. Aku bangun dengan susah payah. Seperti biasa. Tapi ada satu hal lain yang baru kurasakan. Jari-jari kedua tanganku kaku dan sulit digerakkan, aku bahkan tidak bisa menggenggam dengan sempurna. Obat kemoterapi itu rupanya mulai melemahkan tubuhku. 

Aku mencoba memusatkan pikiran ke jemari tangan yang menolak bekerja sama. Kalian harus membantuku, kataku dalam hati. Kita akan menjalani ujian ini bersama-sama. Kalian tidak boleh menyerah, seperti aku yang berhasil bangun setiap pagi, siap untuk berjuang. 

Pelan-pelan aku menggerakkan jariku. Kesemutan menyergap ujung jemariku. Ada satu vitamin yang diresepkan untuk mengatasi sendi-sendi yang kaku. Sepertinya aku harus mulai meminumnya. 

Lihat selengkapnya