Aku tidak percaya kanker bisa membunuhku. Tapi obat-obatan kemoterapi bisa saja melumpuhkan atau menghentikan jantungku. Kanker juga bisa membunuh, tapi ia melakukannya perlahan-lahan. Menggerogoti tubuhmu dari dalam seperti parasit. Dan sebelum kau sadar, ia sudah menguasai sebagian besar tubuhmu hingga ke titik terdalam.
Semua pilihan punya risiko. Kanker yang dibiarkan tanpa pemeriksaan dan pengobatan lama-kelamaan akan mengambil alih hidupmu. Ia seperti parasit yang menyedot kekuatanmu, mengisap tenaga dan jasadmu hingga akhirnya tubuhmu mengering tinggal tulang dibalut kulit.
Dengan jari-jari tangan yang kaku, aku berusaha mengisi jurnalku: Kemo #5. Leukosit rendah lagi. Ingin kabur rasanya.
Aku benar-benar ingin kabur. Kadang aku merasa bodoh karena sudah mencekoki tubuhku dengan obat keras. Kemoterapi terbukti melemahkanku.
Bak cuci dipenuhi piring dan gelas yang menumpuk. Rasanya ingin menangis. Pekerjaan rumah tangga yang mudah seperti mencuci menjadi sulit untuk dikerjakan. Semua sendi di jari tanganku terasa kaku. Sabun cuci piring terasa sangat licin di tanganku yang ringkih karena sulit menggenggam.
Seringkali ketika aku sedang memegang sesuatu, benda yang kupegang tiba-tiba saja terjatuh, terlepas dari tangan.
Aku sudah memecahkan dua gelas dan tiga piring. Satu mangkuk retak karena tergelincir dan membentur dasar bak cuci. Aku menyimpannya semua pecahannya di dalam kardus dan menyembunyikannya di gudang.
Bayu mencari-cari gelas kesayangannya ke mana-mana. Aku menutup mulutku rapat-rapat ketika Bayu mencari-cari gelas kesayangannya ke mana-mana.
Orang tuaku mengirimiku uang. "Lebih baik kamu menghemat tenagamu. Makanan beli saja," kata Mama.
Aku mengusap mataku yang basah. "Iya, Ma," sahutku, berusaha menyembunyikan suaraku yang bergetar.
Ada hening.
"Sabar, Ranti Sayang. Mama dan Papa usahakan secepatnya ke sana."
Aku tahu, mereka sebenarnya belum diperbolehkan melakukan perjalanan antar kota. "Aku tidak apa-apa. Bayu mengurusku dengan baik," kataku.
"Tidak perlu memasak," tambah Mama.
Aku tertawa kecil. "Rasanya aneh sekali. Aku bahkan tidak bisa menggenggam pisau dan memotong tempe."
"Apa kata doktermu? Apa itu wajar?"
"Semua sendi tanganku kaku karena kemoterapi. Dokter bilang, setelah semua sesi kemoterapi sudah dilakukan, efeknya akan hilang sedikit demi sedikit. Butuh waktu untuk mengembalikan kondisiku."
Mama mendesah. "Oh, anakku ..."
Suara Papa terdengar di belakang. "Bagaimana kabarnya?"
"Halo, Papa?" aku menyapa.
"Ranti. Bagaimana kabarmu, Nduk? Sudah semangat makan?"
Aku tertawa. "Hari ini aku sudah bisa ngopi."
"Haha, bagus. Sehat-sehat. Bagaimana Bayu? Kerjaannya lancar?"
"Proyek-proyek kecil sudah mulai berjalan. Dia sering keluar untuk mengecek pekerjaan."