Scarlet Moonlight

Nala Hadhi
Chapter #2

BAB 1 - harapan -

Kecipak air saling bersautan ketika hentakan kaki terasa semakin goyah ketika menapak tanah yang telah basah dan penuh genangan, akar-akar pohon yang seakan saling terhubung satu sama lain menambah tingkat kesusahan jalan yang di lalui.

“Aku harus hidup.”

Lantunan kata yang terus dirapalkan oleh seorang wanita berperut besar yang saat ini tengah berjuang untuk setitik napas miliknya dengan harapan langkah kakinya tetap mampu bertahan untuk terus berlari. Keringat bercampur tetes hujan yang mengalir begitu deras tak menghentikan nya untuk terus berlari meskipun perut besar miliknya terasa kaku dan sangat sakit, kedua matanya telah semakin terasa buram dan menggelap, napas pun semakin tersengal, dengan tubuh yang semakin menggigil begitu hebat, seakan-akan dia dapat terjatuh kapanpun dia berniat untuk mengalah. Ranting, akar pohon, bahkan bebatuan tajam telah menyayat setiap kulit sang wanita tersebut hingga luka gores dengan hiasan aliran darah yang mengalir deras pun tercipta di setiap jengkal tubuh pucat wanita itu. Seakan mereka berusaha untuk menghentikan laju lari sempoyongan sang wanita itu untuk tak melangkah lebih jauh. Namun, wanita tersebut tak peduli, seakan dia telah mati rasa. Dia hanya mampu berpikir bahwa dia harus tetap hidup dan bersembunyi.

Dengan napas tersengal dan tenggorokan yang terasa begitu menyakitkan, tangan pucat nan kurus dengan penuh getaran lemah tetap teguh menopang perut besar miliknya yang semakin lama semakin terasa akan meledak, “Mommy.. hh…akan melindungimu..hh... Ku mohon, bertahanlah, anakku. Bertahanlah..” 

Lelehan air mata telah mengalir dalam setiap doa yang tersemat di bibir mungilnya, dengan susah payah ia gerakkan tangannya untuk mengusap lembut perut besar miliknya, berharap mampu meredakan sakit nan kaku pada perutnya yang tengah menyerang begitu hebat. Berharap tak akan ada hal mengerikan yang akan menimpa jabang bayi miliknya. Berharap ia akan mampu menyelamatkan hidup sang bayi yang tengah ia kandung dengan penuh kasih sayang dan cinta tersebut.

Ketika langkah kaki semakin memelan dengan tenaga yang telah begitu terkuras—

“Ingatlah ini, sayangku. Ketika keadaan memaksa kita dalam situasi yang begitu mengerikan. Ketika aku sudah tak mampu berada di sisimu lagi. Ketika tak ada yang mampu melindungi dirimu lagi. Ingat untuk terus melarikan diri. Larilah sekuat yang kau bisa. Selamatkan hidupmu bagaimana pun caranya. Tetap hidup dan jaga dirimu dan anak kita.” Ucap sosok tampan dengan kilau mata yang begitu tajam namun penuh rasa cinta yang mendalam

“Mengapa kau mengatakan hal-hal buruk?” wanita tersebut mengernyit dalam ketika mendengar ucapan sang suami.

“Ku mohon, selalu ingat untuk bersembunyi. Carilah tempat yang mampu menyembunyikan dirimu dari apapun. Bahkan jika kau harus berlari dan tanpa sengaja memasuki tempat itu, maka tetaplah untuk masuk dan terus berlari. Carilah tempat yang mampu menyembunyikan keberadaanmu. Ku mohon berjanjilah, jangan pernah sekalipun dirimu ragu ataupun menoleh ke belakang.”

—wanita tersebut mengingat ucapan sang suami yang saat itu jelas terlihat kesedihan mendalam di dalam raut mukanya yang telah bercampur dengan rasa ketakutan dan kekhawatiran. Ia tak menyangka bahwa ucapan sang suami untuk menemukan tempat bersembunyi akan menjadi kenyataan yang pahit.

Dengan penuh keteguhan yang semakin terlihat jelas, wanita itu terus berlari dan berlari tanpa memedulikan kondisi apapun yang menerpa dirinya dan berharap untuk menemukan tempat terkutuk yang terkenal tidak akan mengembalikan siapapun yang berani menapaki tempat tersebut dalam keadaan utuh.

Tempat itu--tempat yang diyakini penuh keputusasaan dan diselimuti ketidakberuntungan, tempat terkutuk yang siapapun yang waras tak berkenan untuk menginjakkan kaki disana, tempat yang akan muncul tanpa dapat ditentukan lokasi pastinya. Tempat yang tak diketahui dimana batasan wilayahnya, tempat yang tak siapapun mengetahui bagaimana seseorang akan tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Tempat yang diyakini memiliki awalan wilayah berupa tempat yang dikelilingi kabut tebal dan terlihat begitu putih hingga tak mengetahui bagaimana wujud tempat tersebut, serta lengkingan-lengkingan suara teriakan yang selalu menggema di dalam kabut putih tersebut seakan berteriak marah dan penuh kesengsaraan. Tak ada yang mengetahui bahwa kabut tebal tersebut menutupi pepohonan yang begitu rimbun dan saling berpegang teguh seakan menciptakan benteng tak tertembus.

Pintu masuk tempat terkutuk tersebut diyakini berada wilayah hutan Embedded—hutan yang saat ini wanita itu berlari dengan seluruh kekuatan hidupnya. Sebuah hutan yang dapat menekan jiwa setiap makhluk yang datang. Hutan yang terkenal penuh dengan makhluk yang mengerikan dan besar.

Dengan upaya yang begitu besar, dengan harapan yang begitu menjulang tinggi, dengan keteguhan yang telah mencapai batas benang hidup yang telah dia miliki, dia terus berlari, berlari, berlari, dan berlari. berharap menemukan tempat yang akan memberikan dirinya perlindungan dan kenyamanan walau hanya sebentar.

Tap. Tap. Tap.

Langkah kaki yang telah mematahkan ranting-ranting yang berguguran pun terdengar. Langkah kaki yang meskipun terasa semakin melemah seakan bergelayut pada tumpukan jelly pun semakin terasa, wanita itu tetap berlari untuk menghindari pasukan yang akan mengambil nyawanya.

 “Tempat berlindung. Hidup. Harus”

Tiga kata yang terus terucap bagai mantra penguat untuk sang wanita tersebut. Tanpa ia sadari kabut putih telah mengelilingi setiap langkah kakinya, semakin ia melangkah ketebalan kabut mulai semakin menebal dan menusuk dengan rasa dingin yang begitu mengerikan. Rintik hujan yang telah menerpa dengan begitu lebat pun tak terlihat bagaimana wujudnya, suara halilintar yang mengamuk pun terasa begitu samar, bahkan lolongan binatang malam yang semula saling bersautan pun semakin terasa sunyi. Namun semua perubahan itu tak membuat wanita itu sadar bahwa ia telah melangkah masuk ke dalam tempat terkutuk yang sangat dihindari oleh semua makhluk yang waras. Tanpa memedulikan bahwa ia mungkin akan bertemu kemalangan yang mampu mengancam hidupnya, ia hanya berpikir untuk hidup dan menemukan tempat untuk bersembunyi.

Berlari                                                                 

Dan terus berlari

Dalam kepayahan yang begitu hebat, dengan pandangan yang semakin kabur dengan kabut yang telah sepenuhnya menutupi pandangannya, sang wanita itu merasakan bahwa saat ini ia mendengar suara gemericik air yang sangat samar. Bukan suara hujan atau halilintar yang menderu begitu hebat, namun suara air yang saling bertemu dengan penuh kegembiraan. Dengan hanya mengandalkan suara yang mampu telinga sensitifnya dengar, wanita itu berlari menuju suara gemericik. Kabut telah membutakan seluruh pandangannya, namun ia tak peduli. Dia hanya berharap untuk menemukan sumber gemericik air tersebut karena ia yakin jika ada air pasti akan ada goa disekitarnya,

~o0o~

Gemericik air telah berubah menjadi hantaman air yang saling beradu. Kabut putih tebal telah semakin menipis dan terlihat sinar rembulan yang entah mengapa memancarkan sinar lembut biru yang menenangkan bercampur dengan sinar kuning yang terasa begitu menghangatkan. Tanpa sadar, teguk saliva melewati kerongkongan miliknya yang begitu menyakitkan ketika ia melihat dua rembulan yang saling mendukung dengan rembulan biru indah memiliki ukuran yang begitu besar berdampingan dengan rembulan yang kecil yang memiliki warna kuning berada dilangit tepat diatas kepalanya. Seakan mereka menyambut wanita tersebut yang saat ini tengah berdiri ditengah daratan diantara puluhan air terjun dengan ukuran yang bervariasi. Air terjun yang saling beradu untuk kembali menyatu di sebuah sungai yang begitu besar. Air terjun yang terlihat begitu mengerikan dan curam tanpa sadar membuat bulu kuduk sang wanita meremang.

Wanita itu dapat melihat gelombang air saling mengalir begitu deras dan kuat, riak-riak membentuk ombak yang mampu membuat suara memekakkan di tengah malam yang terasa begitu sunyi, sangat berbanding terbalik dengan keadaan penuh halilintar pada hutan sebelum kabut putih tersebut menebal.

Tanpa membuang waktu dan menekan segala ketakutan tentang kehabisan tenaga ketika melawan ombak air yang mendera, wanita itu segera mencari goa yang tersembunyi di sebuah air terjun menggunakan kekuatan alami yang ia miliki dan berharap bahwa ia akan tetap memiliki kekuatan untuk mencapai goa yang ia cari

~o0o~

"hhff...hhff...hhff.. "

Desahan lelah terdengar menggema di mulut pintu goa di balik salah satu air terjun dengan begitu lambat. Dengan tertatih dan dengan erangan rasa sakit yang begitu menggila serta genangan darah yang mulai mengalir di sela-sela kedua kakinya, wanita itu melangkah dengan langkah yang terseret.

Lihat selengkapnya