Scenario

Auli Inara
Chapter #1

Chapter 1

Aku kembali mengambil sudut pandang orang pertama di sini, menceritakannya seolah aku lah tokoh utama wanita dalam drama kampus ini. Hmm.... Entahlah apa ini benar drama kampus? Terserah kalian ingin memberi gendre apa. Lupakan soal itu, aku sedang mendapat peran penting di sini. Kali pertamaku menotice pria lain setelah hampir enam tahun hanya mencintai seorang pria yang tak dapat kumiliki.

Aku sedikit nervous, tak lama lagi tiba lah giliranku maju ke depan kelas. Memperkenalkan diri kepada seluruh teman kelasku. Bukan hal besar, hanya perkenalan kecil berdasarkan kesepakatan bersama untuk saling mengenal satu-sama lain sesama anggota kelas. Dengan senyum dipaksakan aku melangkah percaya diri ke depan kelas. Semua kepercayaan diri yang sempat hilang itu, aku buru-buru kumpulkan kembali hanya untuk sesi perkenalan ini.

“Selamat pagi semua!” suaraku besar tercekat.

“PAGII....” balas semuanya. Masih dengan senyum dipaksakan, beberapa anggota kelas cengar-cengir melihatku. Mungkin mereka heran, bagaimana bisa anak SMP nyasar sampai ke kampus mereka.

“Emm.... Perkenalkan nama aku Olive, biasa teman-teman manggil aku Oli dan....”

“HAII OLI!!!” teriak salah satu orang di kelas ini. Aku tak tau pasti siapa tadi yang memanggil tapi melihat reaksi mereka sama seperti orang yang sudah-sudah, terlihat geli ingin menertawakan.

“Hai....” balasku pelan sambil tetap mempertahankan senyum imutku. “Dan aku―”

“Siapa tadi namanya?”

“Olive.”

“Olive, dipanggil?”

“Oli....”

“Oke nama Olive, dipanggil Oli. Asal?”

“Oh ya, aku asal Riau.”

Dia mengengguk hidmat. Iya, dia cowok yang aku notice walau aku tidak ingat namanya. Aku payah sekali dalam mengingat nama dan wajah orang, ataupun arah. Dia memimpin acara perkenalan ini, meski sebenarnya dia bukan siapa-siapa di kelas ini. Bukan kosma ataupun anggota inti kelas lainnya. Hanya bocah ingusan yang sok asik dan narsis. Tunggu, mungkin julukan bocah ingusan itu lebih tepat ditujukan padaku.

“Oke sekian dari aku, terima kasih!” Aku melangkah kembali ke bangku ku di pojok paling belakang. Seketika ketika aku duduk, aku kembali memandang dia yang kurasa sedari tadi memperhatikanku melangkah.

Perkenalan terus berlanjut, sesekali aku merasa bahwa dia terus melirikku dari depan sana. Mungkin cuma perasaanku. Tapi dia sungguh mengingatkanku akan Rama, ketika melihatnya dia tampak begitu menarik. Dan seperti kisah sebelumnya, gadis-gadis lain pun terasa terpikat oleh pesonanya. Dan mungkin aku hanya akan menjadi penonton di belakang layar. Tapi meski begitu, aku takkan melakukan hal yang sama lagi. Bila memang aku akan jatuh hati padanya, aku akan mengatakannya. Dan alur cerita pun takkan sama lagi.

***

Seusai kelas menunggu dosen yang tak kunjung datang, meski hanya untuk sesi pekenalan―aku berjalan keluar kelas di samping Kak Dara dan Kasih. Mereka adalah teman pertamaku di sini. Aku melihat kerumunan ramai mahasiswa baru yang sibuk hendak mengukur almamater kampus kebanggaan mereka, dan itu lah hal yang akan kami lakukan. Menyelinap di antara kerumunan untuk mengambil formulir pendaftaran.

Aku sama sekali tidak bergairah melakukan ini. Bukan hanya karena aku tidak terlalu mengenal kampusku ini, aku memang selalu tidak bersemangat. Satu hal yang kutahu pasti, aku terjebak di tempat ini tanpa satu pun alasan yang jelas. Setelah puas celingak-celinguk memperhatikan setiap orang dengan kesibukan mereka atau ketidaksibukan mereka―karena beberapanya hanya diam berdiri tidak melakukan apapun, hanya memperhatikan orang-orang yang sibuk―yap, salah satunya aku. Tapi setidaknya aku tahu apa yang akan aku lakukan sekarang, yaitu mengisi formulir. Aku melirik cowok yang ku notice itu, dia berdiri di salah satu sisi halaman tenda pendaftaran bersama teman-teman yang lain.

Aku melirik lagi, dia masih saja seperti cacing kepanasan. Jangan bayangkan dia menari salsa di antara kerumunan, dia hanya menggeliat-geliat tidak jelas tanpa berpindah posisi. Aku sedikit tidak mengerti, dia terlihat berbincang dengan teman-temannya. Entah seseru apa perbincangan itu, tapi anehnya hanya dia yang bereaksi begitu. Sedangkan yang lain tetap dengan wajah datar mereka. Dan aku sadar kepalaku sedikit miring ketika memperhatikan itu, lantas mengakhiri pengatamatanku dengan menggeleng-gelengkan kepala.

Lihat selengkapnya