Satu kata yang menggambarkan kita, emm.... Yin dan Yang? Maksudku, keseimbangan? Keseimbangan dalam banyak hal. Saat dia melakukan banyak hal buruk, aku justru melakukan yang sebaliknya. Aku benci perbuatan buruknya itu, meski dapat kumengerti alasan di baliknya―tetap saja itu buruk, dan dia tak seharusnya melakukannya bahkan dengan seribu alasan lain yang memungkinkan baginya untuk melakukan itu. Dan dia juga benci aku.
“Gue benci banget sama lo!”
“Kok tiba-tiba ngomong gitu sih?”
“Pengen aja, kenapa?”
“Lo sadar sama apa yang lo bilang tadi gak sih?”
“Sadar kok! Gue benci lo....”
“Kenapa lo benci gue?”
Dia mengangkat bahunya, “entah lah....” Dengan raut wajah yang seolah meremehkan.
“Wah... aku gak ngerti! Ya udah fix! Jauh-jauh lo dari gue!!” Sontak aku berpaling.
“Oli tunggu dulu, bareng dong ke kelasnya!”
“Apaan sih lo?” hardikku.
“Kenapa?” Gio menatap dengan wajah heran.
Dan itu membuatku semakin emosi. “Gila ya? Punya kepribadian ganda? Lo lupa lo barusan ngomong apa?”
“Ah, sayang!”
“Cih....”
“Aku kan sayang kamu!”
Hatiku terus mengutuknya, namun kutahan mulutku agar tak berkata lebih kasar lagi.
“Kamu tau gak rasanya, sayang sama seseorang sampai kamu itu benci banget sama dia?”
Aku diam tak menyahut.
“Benci banget kalau harus kehilangan kamu!”
“Ngombal mulu lo!”
“Haha.... jangan pernah berubah makanya, gini aja, terus di sisi aku!” Gio memainkan kepala dan mengacak-acak rambut panjang kuncirku.
“Bodo amat!”
“Yah, ngambek dong!”
“Ya iyalah, pagi-pagi udah bikin kesel aja lo!”
“Iya deh iya, aku minta maaf!”
“Gak mau maafin!”
“Sayang maaf!”
Aku mendiamkannya.
“Maaf ya sayang, aku janji gak bakal ulangi lagi!”
“Janji?”
“Sensian banget sih!”
“Mau dimaafin gak?”
“Iya iya iya.... Maaf maaf....”
“Ya udah ke kelas.”
“Maafin nih?”
“Iya... udah ah, telat masuk ntar!”