Suasana kelas yang sedang hening, bertanda proses belajar sedang berlangsung tidak menyurutkan keinginan dari 5 sekawan ini untuk berhenti bercerita. Menceritakan yang tampak seru untuk di bahas, terlebih objek yang sedang mereka ceritakan berada di barisan kursi belakang. Sesekali cewek berbadan mungil, berpipi chubby itu, melirik seorang cowok yang sedang menjadi bahan perbincangan mereka saat ini, sambil mendengar dengan saksama Alva yang tengah bercerita.
“Dia emang gitu, suka banget ganggu cewek. Tebar tebar pesona sana sini. Kan enek lihatnya.” Cewek berambut panjang ini terus saja menceritakan keburukan-keburukan si cowok itu.
“Ya … mau gimana lagi Va, dia emang gitu orangnya. Intinya jangan baper sama tuh anak.” mendengar ucapan Giska, cewek bernama Alva itu mengangguk setuju. “tapi gue salut sih ya, kosakata yang dia punya itu banyak, pandai debat. Gak heran sih, dia bisa jadi wakil ketua Osis. Itu nilai plus dia sih.” lanjut Gista menceritakan sosok Abriyan cowok itu.
Aura hanya mendengarkan dengan saksama, sesekali dia ikut menyetujui apa kata teman-temannya. Karena seseungguhnya, cowok yang bernama Abriyan itu memang memiliki sifat suka tebar pesona, meski tidak bisa dimungkiri dia memiliki wajah yang cukup rupawan.
Auliya mencubit gemas pipi chubby Aura, cewek yang memiliki kulit hitam manis itu menyadarkan Aura dari lamunannya. “Ra! Lo ngelamun aja dari tadi. Ngelamunin apa sih? Sampe-sampe dari tadi dipanggilin gak nyahut lo?”
Aura meringis mendengar pertanyaan Auliya padanya. “Sorry, gue mikirin babang Jerome gue udah belajar matematika apa belom.”
Hana—yang memiliki badan yang cukup tinggi dari perempuan-perempuan yang ada di kelasnya itu, melempar Aura dengan remasan kertas. “Ya ampun Ra, lo gak bisa apa gak mikirin Jerome dan matematika sehari … aja? Heran gue.”
Aura tertawa mendengar keluhan Hana. Dia tidak bisa membantah karena itu adalah fakta yang melekat pada dirinya. Iya, Aura memang secinta itu dengan matematika dan sesuka itu pada sosok pemuda inspiratif seperti Jerome Polin Sijabat yang juga suka dan Pintar Matematika.
“Lagian gue males ah, bahas Biyan mulu. Keknya setiap saat ada aja yang harus di bahas tentang dia. Bosan tau gak,” keluh Aura. Memang dirinya sedikit tidak nyaman membicarakan sosok Biyan itu, menurutnya mau sampai mana pun pembicaraan mengenai laki-laki itu, gak akan pernah merubah tabiat capernya. “Dia itu bakal gitu terus sampai mampus. Jadi stop ya girls … mending kita bahas cogan yang ada di instagram aja.” ujar Aura kelewat santai.
“Memang dasar Lo, kalau gak Jerome pasti cogan di ig.” Auliya menjewer telinga Aura.
“Sakit tau Ya ….”
“Kalian yang 5 orang di sana ngapain? Dari tadi gak berhenti bicara.” Suara sang guru sejara Indonesia mengagetkan 5 orang sekawan itu. “sekali lagi saya lihat kalian masih bercerita. Silahkan berdiri di depan kelas.” Tidak ada yang berani menjawab, melirikpun mereka tidak berani. Alhasil mereka semua melanjutkan tugas catatan yang diberikan.
Sedangkan Briyan yang dijadikan objek cerita oleh teman-teman ceweknya itu hanya tersenyum sinis. Dia tahu jika dari tadi dia menjadi objek gossip mereka, terlihat dari Aura yang sesekal mencuri-curi pandang ke arahnya. “Dasar cewek, gossip aja kerjaannya,” ucapnya dalam hati.
Lima belas menit kemudian, bel istirahat berbunyi nyaring di seluruh lingkungan sekolah. Semua murid bergegas menuju kantin sekolah, ke lapangan, atau bahkan ada yang sekedar meramaikan koridor sekolah.
“Ke kantin kuy, laper nih.” Hana mengajak teman-temannya untuk ke kantin.
“Gue nitip aja ya Han,” jawab Gista
“Gue sama Aulia juga nitip ya,” sahut Alva paling semangat, karena bukan rahasia umum lagi jika Alva itu paling malas ke kantin, dia lebih suka menitipkan jajanannya untuk di belikan dari pada menginjakkan kaki ke kantin yang penuh dengan puluhan siswa.
“Ah, gue ogah beliin jajanan kalian. Ntar di kirain gue rakus lagi.” Hana enggan menerima titipan teman-temannya. “Lagian masa gue sendiri sih yang ke kantin, lo pada enak-enakan di kelas. Gak ah, gue gak mau kalau gue gak ada teman.”
“Han, kuy gue aja yang nemenin lo. Sekalian kita ke toilet ya.” Aura akhirnya mengajukan diri, kebetulan dia juga ingin membuang sesuatu.
Mendengar Aura yang ingin menemaninya ke kantin Hana menjadi semangat. “Nah, gitu dong. Memang ya, Ara temen gue yang paling lucu, imut, tapi sayang pendek.”
“Yee … elu, setelah lo naik-naikin lo jatuhin. Dasar tiang bendera,” balas Aura dengan lelucon garing ala mereka. “cepet ambilin uang mereka, biar kita cepet ke kantinnya.”
“Syiap bosque!”