Seolah ditarik paksa keluar dari alam bawah sadar, pemuda itu langsung terduduk membuat kepalanya terasa pusing. Ia menunduk memegang kening sambil meringis ia mengumpat pelan karena mendapat mimpi yang tak menyenangkan; Mimpi yang belakangan ini menghantui lagi akibat perubahan seorang yang baru-baru ini ada di dekatnya.
Pemuda itu mengambil gelas air di atas nakas dekat tempat tidur, kemudian minum sedikit untuk menenangkan diri. Dirasa belum cukup, ia ke kamar mandi untuk mandi—tak peduli jam berapa sekarang, yang penting kepalanya bisa dingin dengan guyuran air dari shower.
Wajah pemuda itu masih muram walaupun telah mandi dengan air dingin. Hantaman dahsyat dari mimpi tadi memang selalu berhasil membuat dirinya merasakan amarah dan juga kekecewaan yang mendalam. Sampai kadang membuatnya murung seperti saat ini, berbeda dengan citra yang ia tampilkan di depan orang-orang.
Tubuhnya telah dibalut seragam batik dengan bawahan celana hitam. Ia meraih ransel dan mengeluarkan hoodie guna menutupi identitas sekolah, segera keluar membawa tote bag hendak mencari warung kopi yang masih buka atau yang sudah di pukul tiga dini hari ini.
Seharusnya tak ada tempat baginya di dalam rumah ini. Dadanya selalu sesak tiap mengingat kenyataan bahwa dirinya telah ditinggalkan. Sejujurnya ia selalu benci tinggal di rumah ini. Atau lebih tepatnya, ia selalu benci menumpang hidup di rumah ini. Namun di satu sisi lain, ia tak bisa meninggalkan rumah ini. Itu sebabnya ia selalu tak nyaman tinggal di rumah ini.
Masih ada waktu tiga jam untuk dirinya ke sekolah, karena gak mungkin dia ke sekolah atau ke rumah temannya subuh-subuh begini. Lebih baik ia mampir ke warung kopi, bermain kartu gaple dengan bapak-bapak pengangguran atau abang-abang sopir angkot sampai lupa waktu.
•••
"Lo di mana, sih?!" sungut gadis bertubuh kurus berbicara melalui telepon genggam. Gadis itu mendecak kesal. "Pak Tono nyariin lo mulu! Pokoknya, laporan kasus yang kemarin harus ditindak! Jangan ngilang lo!!!" Gadis itu melirik seseorang yang menunggunya menelepon; Seorang pemuda yang menampilkan wajah datar tanpa ekspresi. "Cepetan, Jingga!"
Gadis itu—Jingga menelan bulat-bulat perasaan ingin mencakar wajah Yongki si pemuda itu. "He! Cholliel Samudra! Ke sekolah cepetan!" kata Jingga tegas karena sudah tak tahan berlama-lama bersama Yongki.
Sedangkan Cholliel Samudra alias Colli yang menjadi lawan bicara Jingga di seberang sana tak menanggapinya serius, membuat Jingga makin gemas. "Ck. Sumpah anak ini kalau muncul di depan gue, gue cakar mampus lo!"
Yongki mendecak ikutan kesal, ia mengambil alih telepon Jingga dan berbicara lancang, "Ke sekolah cepet kalau lo mau nindak kasus kemarin!"
Dari seberang sana pun Colli ikut mendecak, "Iye, berisik. Abisin sebatang dulu," katanya dongkol. Yongki menggenggam hape Jingga kuat-kuat, merasa kesal dengan tingkah gak tau diri Colli yang keterlaluan.