Pagi itu Colli membeli cilok di gerbang depan sekolah yang udah menjadi langganan dari satpam sekolah, Pak Gendut. Kalau telat, tinggal sogok aja Pak Gendut dengan cilok Bang Mail.
Gerobak cilok Bang Mail selalu sebatang kara di trotoar depan sekolah. Katanya seharusnya Bang Mail berjualan di Taman Piko bersama para penjual jajanan SD lainnya, tapi salah satu mbak fotocopy yang di Taman Piko adalah mantan Bang Mail yang sampai sekarang belum bisa Bang Mail lupain, makanya Bang Mail pindah lapak ke depan sekolah supaya gak perlu melihat wajah sang mantan yang bikin gamon melulu.
Colli melahap bulat-bulat cilok yang berhasil ia beli. Matanya mengedar sambil melangkah kembali ke sekolah; Gerbang utama ramai dengan anak-anak yang baru tibs, mengingat bel masuk akan segera berbunyi.
"Hei Cholliel!" Seorang pria menyapa Colli. Kening Colli mengerut samar, ia mengingat-ingat di mana wajah ini pernah terlihat. Kalau dinilai dari penampilan gak mungkin sopir angkot yang pernah Colli ajak mabar gaple.
"Oh! Bang Ical!" kata Colli seolah ada bohlam yang menyala di kepalanya. "Abis nganter, Bang?" tanya Colli basa-basi.
Pria yang bernama lengkap Faisal Reihan itu adalah kakak kandung Syira Reina. Colli bertemu dengan Ical hari Sabtu kemarin, saat ia bersama Divya ke rumah Cila untuk mengambil hape.
"Iya, nih. Ngomong-ngomong, lo disuruh main ke rumah kapan-kapan," kata Ical mengangkat alis.
"Disuruh sape?"
"Ibu. Katanya mau ngobrol banyak sama lo." Ical melirik jam tangannya, "Masuk sana lo, udah mau bel," usir Ical mendorong pundak Colli pelan.
Kening Colli mengerut heran.
Kenapa?!
•••
"Ngapain, Shi?" tanya Divya dari kursinya pada Hoshi yang serius menatap layar hape.
"Nonton drakor."
Mata Divya langsung berbinar, "Widiiih nonton drakor."
Hoshi berdeham samar dan tersenyum jumawa. "Biar Mentari makin kelepek-kelepek sama gue," jawab Hoshi menyebut nama pacarnya si anak kelas sebelah.
Divya menarik kursi merapat ke meja Hoshi di sebelah.
"Apa judulnya?"
"Tujuh Manusia Harimau."
"JANGAN TAHAN GUE, YAN!!" pekik Divya gemas ingin mencakar wajah Hoshi yang sekarang melongo kaget melihat Divya turn on tiba-tiba.
"HARUSNYA DARI AWAL GUE JANGAN PERCAYA!!! AAAKH JANGAN TAHAN GUE, YAN!!!"
Iyan yang duduk di kursinya menatap prihatin Divya yang sekarang kayak orang gila. "Lo kenapa? Minta dirukiyah, ya? Gue panggilin guru agama nih, dia bilang kelas ini isinya setan semua."
"Nah tuh, setannya berkurang satu," kata salah satu teman sekelas Iyan, menunjuk Colli yang baru saja keluar kelas.
Colli menuju kantin belakang. Entah kenapa hari ini Colli merasa mood-nya jelek. Padahal tadi Una sibuk menjahili Vie, juga Divya sibuk berdebat dengan Iyan. Biasanya Colli dan Hoshi bagian meramaikan dan mengompori. Tapi hari ini Hoshi pun gak aktif di kelas, mungkin itu juga alasan kenapa Colli tidak tertarik ikut serta dengan keributan teman-temannya. Atau mungkin ada alasan lainnya.
"Kang, saya pake pintu, ya," izin Colli pada Kang Warto, penjual mi ayam kesayangan semua anak sekolah, yang warungnya persis di sebelah pintu belakang. Pintu belakang itu langsung terhubung dengan lapangan tanah di belakang sekolah—konon katanya punya bapaknya Hoshi.
Colli memilih arah kanan, menyeberangi jalan menuju Taman Piko yang berada di depan. Entah kenapa tiba-tiba ingin ke sana, padahal di sana hanya ada bangku taman dan jajanan SD.