“SARANGE ETA YURI GAK MANA? JERUJI MORTAL CUK YOGI DELTA!!”
Suara Jingga menggelegar di ruang kelas, padahal suasana kelas tengah tidak bersahabat karena satu-dua perdebatan dari yang gak penting sampai gak penting sama sekali.
“'Kan! Udah dibilang kerjain dari awal!” omel Aksa menyalahkan anggota kelompoknya.
Ingat hari di mana Aksa, Gio, Colli, Hoshi, dan Divya berkumpul di salah satu mall dengan niat mengerjakan tugas? Hari ini adalah tenggang waktu tugas itu, tapi gak ada satu pun dari mereka yang ingat akan tugas itu. Ditambah lagi hari ini Divya dan Gio gak masuk sekolah, yang itu artinya sisa Aksa dan dua cowok bego itu.
“Kelompok lo belum kelar, SA?!!!” Vie kaget karena tiba-tiba Jingga nada tinggi. Gadis itu menarik napas sesaat. “KELOMPOK LO BELUM KELAR, AKSA?” Vie berteriak mengulangi pertanyaannya.
Aksa berdecak. “Iya. Kelompok lo udah?”
“Kelompok gue deadline-nya mingdep,” sahut Juan yang merasa sekelompok dengan Vie.
“Pilih kasih bener gurunya?” ujar Hoshi tak terima.
“Tau, jir. Ini guru antek-antek Pak Tono, ya? Sengaja banget bikin gue sengsara,” imbuh Colli. Pasalnya semua guru di sekolah selalu cari perhatian Colli karena status keluarganya. Tapi guru BK alias Pak Tono beda; beliau benci setengah mampus terhadap Colli. Colli cuman duduk di lantai koridor aja dipanggil ke ruangannya dan diomelin. Terus kalau Colli duduk di kantin dituduhnya madol padahal lagi jam istirahat.
“Kalian 'kan kelompok satu, makanya deadline-nya paling cepet.” Miko yang duduk paling pojok depan, pun ikut nimbrung obrolan misuh teman-temannya.
“Lah iye, 'kan ada Aksa!” Hoshi melempar tatapan menyalahkan pada Aksa. “Nama lo bawa sial, njirt!”
Aksa mendelik tak terima. “Teruuuus? Salah gue gitu karena gue absen satuuuuu?” Aksa melewati celah antara kursi Vie dengan meja Jingga yang lagi jadi orang budek karena pakai earphone dengan volume maksimal dan bernyanyi kesetanan.
Aksa menarik Hoshi dan Colli. “Ayo cari laptop! Keburu ganti pelajaran!!”
“Mau minjem ke mana coba, kelas lain ada guru,” bisik Colli sambil pasrah diseret pergi oleh Aksa.
“Hoshi lo ke IPA, gue sama Colli ke kelas atas,” ucap Aksa mendorong tubuh Hoshi ke koridor IPA, tanpa banyak protes pun Hoshi memeriksa kelas 11 IPA mana yang tidak ada guru. Sedangkan Colli dan Aksa naik ke atas, tepatnya ke kelas 12.
“Gak ada yang kosong kali, Sa. Sepi gini,” kata Colli padahal keduanya baru sampai dan baru melihat kanan-kiri, belum memeriksa setiap kelas. "Iya kali ya. Kelas sepuluh aja berarti,” putus Aksa langsung, karena gak tau kenapa koridor kakak kelas tuh auranya beda, jadi lebih baik gak berurusan.
“Huhuhu, padahal gue lewat depan kelas 11 IPA 2 doang tapi langsung disorakin, diusir. Meraka kagak kuat ngeliat ketampanan gue, huhu,” ucap Hoshi dengan gimmick menangis. Mereka bertemu di tangga. Hoshi hendak menyusul karena telah memeriksa kelas IPA.
Tangan Colli melayang ringan memukul kepala Hoshi. “Jijik, goblok!”
Tiba di lantai satu, ketiganya langsung mengetahui bahwa kelas di sebelah tangga itu gak ada guru karena gaduh. Itu kelas 10 IPA 1 yang terkenal kelas yang paling lengket, pokoknya ke mana-mana barengan.
Tanpa ragu-ragu Aksa langsung memasuki kelas tersebut. Kalau sama junior mah Aksa berani banyak tingkah; Gak cuman Aksa, anak-anak kelasnya juga semena-mena kalau berhadapan sama junior, beda kalau sama senior; sok manis dulu, kalau seniornya makin nyolot baru deh keroyok bareng-bareng.
Belum sempat Hoshi dan Colli menyusul, Aksa udah keluar kelas itu sambil menenteng tas laptop.
Oke, misi mencari laptop selesai, sekarang tinggal membuat tugas.
Ketiganya lari-larian dengan taruhan yang terakhir sampai kelas harus traktir makanan. Tentu bisa ditebak siapa yang sampai terakhir, siapa lagi kalau bukan orang yang satu-satunya pakai rok panjang, alias Aksa.
Tapi jangan lupa kalau Aksa adalah anggota kelas 11 IPS 3 yang akhlakless. Tentu, Aksa mengancam akan mengembalikan laptop tadi dan pergi dispen dengan alasan ada jadwal jaga UKS. Akhirnya Hoshi dan Colli mengalah. Pokoknya cowok selalu salah.