Colli melahap mi yang telah ia gulung di sumpit kayu. Sekali suapan besar menyisakan beberapa helai mi dan potongan kecil ayam di mangkuk. Colli mengunyah asal mi, kedua pipinya menggembung bersama dengan bibir yang mencuat.
"Tumben banget si kunyuk beli mi ayam," celetuk Juan mencolek lengan Colli di sebelahnya. "Biasanya cuman mintain orang," imbuh Juan menyindir hobi Colli memalak makanan teman-temannya.
Kalau ditanya kenapa Colli gak jajan, anak itu selalu menjawab; "Hemat, bre, tanggal tua!" Padahal dari tanggal 31 sampai tanggal 30, alasannya selalu sama. Emang dasarnya Colli kere.
Tapi daripada kere. Lebih tepatnya Colli itu teledor. Setiap kali ia main atau jajan, dompetnya selalu ketinggalan—entah ketinggalan di rumah, di tas, atau di motor. Tapi sekalinya Colli bawa dompet, benda itu gak ada isinya. Biasanya cuman terisi dengan KTP yang baru jadi dan uang receh senilai dua ratus perak dan seratus perak perolehan kembalian jajan akua botol di alfa—sayangnya alfa gak jualan akua gelas padahal lebih murah.
Pernah suatu hari, Colli mengajak Hoshi jalan-jalan keliling kota dengan mobil lama Hoshi. Kemudian nasib sial menimpa keduanya. Tiba-tiba mesin mobil itu mengeluarkan asap, lalu dengan pede Colli bilang, "Karena gue yang ngajak jalan-jalan, jadi biar gue yang nanggung biaya service-nya!"
Awalnya Hoshi gak yakin, karena dia tahu betul temannya yang satu ini kere minta ampun. Tapi lagi-lagi Colli yang jumawa berucap, "Gue punya duit, elah! Gini-gini gue gak kalah tajir dari lo!"
Hoshi mau menyangkal, tapi benar juga kalau sebenarnya Colli dari keluarga kaya. Jadi mau gak mau Hoshi mempercayakan mobilnya pada Colli. Lalu sehari setelahnya Hoshi menerima panggilan dari bengkel tempat Colli membawa mobilnya, mengatakan bahwa mobil Hoshi telah selesai diperbaiki dan Hoshi harus melunasi sisa biaya service. Katanya, Colli baru membayar DP biaya perbaikan, itu juga dengan cara membantu mengepel bengkel selama bengkel itu buka sampai tutup.
"Lo kenapa?" tegur Putra, teman masa orientasi Colli bersama Bintang si anak IPA dan Hoshi.
Colli menyeruput kuah di mangkuk ke tiga. Ia mendesah puas, mi ayam Kang Warto emang kecintaan semua orang. "Ngapa, sih, lo pada? Gue minta-minta dibilang celamitan, gue makan-makan disindir mulu," gerutu Colli
Colli menaikkan sebelah kakinya ke atas bangku kantin. "Din, tolong pesenin lagi dong!" ujar Colli keras pada Deano Nardo, si adik kelas, teman sekelas Putra, adik sepupu Hoshi, yang duduk di paling ujung dekat warung mi ayam.
Deano misuh, padahal dia lagi makan bekal sendiri tapi kakak kelasnya sekaligus teman yang tidak tau diri (baca: Colli) terus saja menyuruh untuk memesan mi ayam, membuat acara makan bekal Deano terganggu melulu. Belum lagi gangguan dari para tangan-tangan jahil kakak kelasnya yang lain seperti Una yang sibuk menyomot lauk dari kotak bekal Deano.
Walaupun begitu, Deano tetap menurut. Ia membawa mangkuk mi ke empat Colli. "Kesambet apa lo?"
Colli langsung antusias mengaduk makanannya, ia menggulung banyak-banyak helai mi dan kembali melahapnya bulat-bulat, mengunyahnya secepat mungkin. Colli menegak teh botol Iyan lalu kembali mendesah puas. "Mumpung lagi ditraktir, makanya gue puas-puasin," katanya kemudian mengerling pada teman yang duduk berhadapan dengannya.
Hoshi yang mulanya senyam-senyum salah tingkah dengan hape—sedang chatting dengan sang pacar yang LDR dari kantin ke kelas—langsung merasa tubuhnya tersengat listrik. Hoshi menengadah, menatap tepat Colli yang duduk di depannya dengan posisi kaki pewe.
Entah kenapa Hoshi punya firasat buruk.
Tak sampai lima menit, mangkuk yang baru Deano antarkan udah tandas isinya, hanya tersisa sedikit kuah serta sepihan daging yang gak bisa Colli ambil dengan sumpit.
"Bayar gih, Shi! Keburu bel," ceplos Colli.
Tuhkan. Firasat buruk Hoshi bener.