Tubuh Colli masih terasa hangat, kepalanya pun masih sangat berat, kakinya masih lemas. Bahkan saat ke kamar mandi Colli harus berpegangan atau bersandar pada tembok.
Sedari tadi Colli tidak melakukan apa-apa selain tidur. Colli sangat menghindari keluar dari selimut karena tubuhnya akan langsung menggigil.
Faktanya; Colli sedang sakit. Colli tengah berada di rumah temannya. Rumah temannya saat ini sedang kosong, alias hanya ada Colli seorang diri yang dikunciin dari luar.
Cila berangkat sekolah, Ical berangkat kerja, Ibu mereka di Rumah Jompo—semacam day care untuk orang tua di daerah komplek perumahan Cila. Itu sebabnya Colli sendirian di rumah Cila. Awalnya Cila ingin tidak masuk sekolah untuk merawat Colli, tapi Ical menolak. Katanya bahaya kalau Cila di rumah berduaan sama Colli.
Dari pagi Colli hanya rebahan. Bisa dibilang, dari kemarin Colli hanya rebahan. Saking lamanya rebahan, Colli sampai gak sadar kalau sekarang sudah jam pulang sekolah. Yang mana, kalau tak ada rapat, maka Cila akan langsung pulang.
Colli ingin ke kamar mandi untuk cuci muka supaya wajahnya tak terlihat begitu kucel, namun membayangkan lantai kamar yang dingin saja membuat tubuh Colli menggigil, apalagi air kamar mandi menyapa wajahnya. Jadi Colli pasrah akan penampilan saat mendengar suara pintu utama di buka. Rambutnya yang lepek akibat keringat, wajahnya yang sudah mirip tambang minyak, bau badan mirip kuli proyek, dan matanya bengkak tanpa sebab yang jelas. Colli rela tampil sejelek itu.
"CUOLYY!!!!!"
Suara nyaring yang memekakkan telinga itu memenuhi tiap jengkal ruang kamar Cila. Manusia mana lagi yang bisa membuat suara ajaib seperti itu kalau bukan Bintang. Suaranya betul-betul ajaib, bahkan vas bunga di atas lemari pun bergetar mendengarnya.
Pemuda berwajah lonjong itu mendekat ke kasur Cila, tempat Colli rebahan saat ini. Tangan Bintang menenteng plastik yang berisi pop es berwarna ungu. Hanya melihatnya saja Colli sudah tau itu adalah pop es rasa taro, rasa kesukaannya. Lantas hidung Colli mengembang, seketika penyakit anti-dingin yang tadi ia rasakan telah sirna.
"Ma—" DUAK!!
Mulut Colli terbuka, tangannya baru terulur setengah hendak menerima pop es yang dibawakan oleh Bintang. Namun, belum juga pop es itu berpindah tangan, Bintang si pemegang pertama terlebih dahulu menerima jitak di ubun-ubun kepalanya.
"Berapa lama lo mau di sini?" tanya Putra tanpa basa-basi. Putra menatap serius sambil melepas maskernya.