Nyaman
Itu yang Yongki rasakan saat ini;
Melihat pemandangan jalanan dari dalam mobil yang sedang melaju, memang memberi perasaan tersendiri. Kadang jadi teringat masa kecil saat kita menganggap pohon dan tiang listrik berjalan berlawanan arah dengan kita, padahal pohon dan tiang listrik diam di tempat dan mobil yang kita tumpangi berjalan maju. Ada juga momen-momen tak sengaja yang terlihat selama memperhatikan jalanan. Kadang pengendara motor yang tak sengaja saling menoleh dan bertatap mata, rasanya Yongki mau buka kaca mobil dan cie-cie-in.
Setelah sekian lama, akhirnya Yongki bisa keliling kota dan menikmati pemandangan. Meskipun kegiatan ini sangat buang-buang bensin, tapi Yongki suka karena ada perasaan nyaman yang Yongki dapatkan, berbeda dengan berkendara dari sekolah ke rumah.
Meskipun Yongki tidak bisa menyetir, yang mana mobilnya harus dikendarai oleh sopir, Yongki tetap merasa puas.
Kalau ditanya kenapa Yongki gak belajar nyetir. Ada dua versi jawaban.
Jawaban versi sombongnya adalah; itung-itung ngabisin uang. Yongki tuh tiap akhir bulan suka pusing; kok uang jajan gak abis-abis? Padahal besok udah mau dikasih lagi, nah kalau ada sopir 'kan uangnya bisa dikasih ke Pak Sopir buat gajian.
Jawaban versi seriusnya; Yongki adalah salah satu kaum rebahan mania dan juga kaum pelor garis keras. Kadang tiap pagi, kalau Yongki tempelin pipi ke atas meja yang masih dingin, Yongki bisa langsung tidur pulas sampai Bintang bangunin karena guru udah masuk. Kalau hari libur, alias hari Sabtu dan Minggu, waktu tidur Yongki bisa sampai 35 jam. Iya, sehari bisa tidur selama 20 jam.
Lupakan fakta tentang Yongki yang bisa tidur sampai dua puluh jam sehari, mari kembali fokus dengan kenyamanan berkeliling kota yang kini tengah Yongki nikmati.
Walaupun Yongki tidak tinggal di kota sejuk yang memiliki banyak pemandangan hijau, bagi Yongki semua yang netranya tangkap dari perjalanan ini sama sejuknya. Padahal yang Yongki lihat tak lain adalah tukang bakso cuanki yang gak pernah ribut sama tukang bakso aci, abang-mbak yang boncengannya lengket banget macem koala, mobil angkot yang ngetem dan bikin macet berkepanjangan, tukang becak yang tidur pules di becaknya dengan mulut terbuka. Yongki menyukai pemandangan semua itu.
BRAK!!
Rasanya Yongki ingin mengutuk siapa saja yang berani menganggu kenyamanan Yongki. Karena barusan ada suara keras, sepertinya ada sesuatu yang menghantam bagian depan mobil Yongki.
Lantas Yongki turun, hendak marah-marah. Yongki gak masalah kalau mobilnya penyok, masih bisa beli baru, tapi masalahnya adalah perasaan nyaman barusan jadi buyar ke mana-mana.
Tapi, jangankan untuk mengomel, bergerak saja tubuh Yongki tak bisa. Tubuh Yongki membeku seketika, karena terkejut bukan main. Tubuh seseorang yang sangat Yongki kenali terkapar bersimbah darah di jalan. Rasa mual datang bersamaan dengan suara ambulans serta orang-orang yang menggerombol ramai.
Diana kini bersimbah darah dan buru-buru di bawa masuk ke dalam ruangan yang tak boleh Yongki masuki.
Detak jantung Yongki sudah tak karuan, tubuh Yongki gemetar hebat, matanya panas ingin menangis, pikirannya kacau. Kenapa semua ini bisa terjadi? Kenapa harus Diana? Kenapa bukan Yongki saja yang mengalami itu?
Perasaan Yongki sudah tidak bisa digambarkan lagi. Ia benar-benar kacau, panik, bersalah, dan ingin menghilang dari dunia. Apalagi saat dua orang dewasa datang dengan panik, bersama kecemasan tersirat di wajahnya. Yongki benar-benar merasa bersalah pada dua orang tersebut.